NovelToon NovelToon
Regresi Sang Raja Animasi

Regresi Sang Raja Animasi

Status: sedang berlangsung
Genre:Menjadi Pengusaha / Bepergian untuk menjadi kaya / Time Travel / Mengubah Takdir / Romantis / Romansa
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Chal30

Kael Ardhana, animator berusia 36 tahun yang hidupnya hancur karena kegagalan industri, tiba-tiba terbangun di tubuhnya saat berusia 18 tahun… di tahun 1991. Dengan seluruh pengetahuan masa depan di tangannya, Kael bertekad membangun industri animasi lokal dari nol, dimulai dari sebuah garasi sempit, selembar kertas sketsa, dan mimpi gila.

Tapi jalan menuju puncak bukan sekadar soal kreativitas. Ia harus menghadapi dunia yang belum siap, persaingan asing, politik industri, dan masa lalunya sendiri.
Bisakah seorang pria dari masa depan benar-benar mengubah sejarah… atau justru tenggelam untuk kedua kalinya?

Yuk ikutin perjalanan Kael bersama-sama.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chal30, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 34

Senin pagi pertama di gedung baru terasa berbeda. Kael tiba lebih awal dari biasanya, membawa dua kantong kopi dari warung langganan untuk seluruh tim. Ia ingin memulai minggu ini dengan energi positif, terutama karena hari ini mereka akan mulai pre-produksi untuk Sangkuriang.

Tapi begitu ia membuka pintu studio, ia menemukan Dimas sudah di sana, duduk sendirian di ruang pertemuan dengan wajah yang pucat dan tegang.

"Mas, lu kenapa? Udah dari jam berapa di sini?" tanya Kael sambil menaruh kantong kopi di meja, langsung merasa ada yang tidak beres dari bahasa tubuh Dimas yang kaku.

Dimas mengangkat kepalanya dengan ekspresi yang sulit dibaca. "Kael, gue harus ngomong sesuatu. Ini penting dan gue gak bisa tunda lagi."

Kael duduk di seberang Dimas dengan perasaan cemas yang mulai merayap. "Ngomong aja, Mas. Apapun itu, kita bisa hadapi bareng."

"Gue dapet tawaran dari studio animasi di Jepang. Studio Ghibli lagi cari animator untuk project baru mereka. Mereka nawarin posisi senior animator dengan gaji yang, jujur, lima kali lipat dari yang gue terima sekarang. Plus kesempatan belajar langsung dari master-master animasi dunia," ucap Dimas dengan suara yang bergetar, matanya tidak berani menatap Kael langsung.

Hening melanda ruangan.

Kael merasa seperti ditampar keras di wajah.

Dimas adalah inti dari Studio Garasi, orang yang bersama dia sejak hari pertama di garasi kecil itu. Kehilangan Dimas seperti kehilangan tulang punggung studio.

"Lu... mau terima tawarannya?" tanya Kael dengan suara yang hampir berbisik, tenggorokannya terasa kering sekali.

Dimas akhirnya menatap Kael dengan mata yang berkaca-kaca. "Gue belum mutusin. Makanya gue mau diskusi sama lu dulu. Ini adalah kesempatan sekali seumur hidup, Kael. Studio Ghibli! Gue mimpi kerja di sana sejak gue pertama kali nonton Spirited Away waktu SMA. Tapi di sisi lain, Studio Garasi adalah rumah gue. Kalian adalah keluarga gue. Gue gak mau ngecewain kalian, apalagi di saat kita baru aja komit untuk project Sangkuriang yang gede banget."

Kael mengambil napas dalam untuk tenangkan dirinya, mencoba berpikir rasional meskipun emosinya berteriak untuk memohon Dimas untuk tinggal. "Berapa lama lu punya waktu untuk mutusin?"

"Dua minggu. Mereka mau jawaban paling lambat akhir bulan ini," jawab Dimas sambil menunduk, tangannya meremas-remas ujung bajunya dengan gugup.

"Oke. Dengerin gue baik-baik, Mas," ucap Kael sambil condong ke depan, suaranya pelan tapi tegas. "Gue gak akan bohong dan bilang gue gak sedih atau gak takut kehilangan lu. Gue sangat takut. Lu adalah salah satu pilar Studio Garasi. Tapi gue juga gak akan jadi orang egois yang tahan lu dari kesempatan yang amazing ini cuma karena gue takut studio kita bakal struggle tanpa lu."

Dimas mendongak dengan terkejut. "Kael..."

"Studio Ghibli adalah impian setiap animator. Kalau lu tolak ini karena rasa bersalah ke studio, lu akan nyesel selamanya. Dan gue gak mau jadi alasan penyesalan lu," lanjut Kael dengan tulus meskipun hatinya terasa remuk. "Tapi gue mau lu pertimbangin dengan matang. Bukan cuma dari sisi kesempatan dan kompensasi, tapi juga dari sisi personal. Lu siap tinggal di Jepang sendirian? Jauh dari keluarga, dari teman-teman, dari budaya yang lu kenal? Itu adalah adjustment yang gak mudah."

"Gue udah mikirin itu. Dan jujur, gue masih bingung. Di satu sisi, ini adalah dream opportunity. Di sisi lain, gue takut kehilangan koneksi dengan orang-orang yang penting buat gue," akui Dimas dengan jujur, air matanya mulai mengalir meskipun dia coba tahan.

Pintu studio terbuka dengan bunyi berderit. Rani masuk dengan tas ransel yang penuh, langsung berhenti ketika melihat suasana tegang di ruang pertemuan. "Ada apa? Kenapa kalian berdua kelihatan sedih banget?"

Kael menoleh ke Rani dengan ekspresi yang lelah. "Dimas dapat tawaran dari Studio Ghibli. Dia lagi pertimbangin untuk ambil atau nggak."

Rani terdiam dengan wajah yang pucat, tas ranselnya hampir jatuh dari tangan yang tiba-tiba lemas. "Studio Ghibli? Yang di Jepang itu?"

Dimas mengangguk pelan. "Maaf, Ran. Gue tau timing-nya buruk banget."

Rani berjalan lambat ke meja dan duduk dengan gerakan yang kaku, otaknya jelas sedang proses informasi ini dengan susah payah. "Jangan minta maaf. Ini adalah kesempatan yang luar biasa. Kita harus support keputusan apapun yang lu buat."

"Tapi Sangkuriang..."

"Sangkuriang bisa kita handle. Mungkin akan lebih sulit tanpa lu, tapi kita bisa," potong Rani dengan tegas meskipun suaranya bergetar. "Yang penting adalah lu bahagia dengan keputusan lu. Kalau lu merasa tawaran ini adalah jalan yang benar untuk karir lu, ambil aja. Jangan bebankan diri lu dengan rasa bersalah yang gak perlu."

Dimas menangis sekarang dengan isakan yang gak bisa ditahan lagi. "Kenapa kalian baik banget sama gue? Gue merasa kayak pengkhianat yang ninggalin kalian di saat paling krusial."

Kael berdiri dan berjalan menghampiri Dimas, memeluk sahabatnya itu dengan erat. "Lu bukan pengkhianat. Lu adalah orang yang dapat kesempatan langka dan punya hak untuk pertimbangin itu dengan serius. Apapun yang lu mutusin, kita akan tetap jadi teman. Jarak gak akan ubah itu."

Rani ikut bergabung dalam pelukan, ketiga orang itu berdiri di sana untuk waktu yang lama dalam keheningan yang penuh dengan emosi yang kompleks.

Siang itu, Kael memanggil meeting darurat dengan seluruh tim untuk inform mereka tentang situasi Dimas. Dia merasa transparansi adalah penting, terutama kalau ada kemungkinan perubahan besar dalam struktur tim.

"Guys, ada perkembangan yang perlu kalian tau," mulai Kael dengan nada serius setelah semua orang berkumpul. "Dimas dapat tawaran kerja dari Studio Ghibli di Jepang. Dia masih pertimbangin, dan apapun keputusan dia, kita harus respect dan support."

Ruangan meledak dengan reaksi yang beragam. Ada yang terkejut, ada yang excited untuk Dimas, ada yang khawatir tentang implikasi untuk studio.

"Mas Dimas, itu amazing! Studio Ghibli adalah legenda!" seru Agus dengan antusiasme yang tulus tanpa ada kepahitan.

"Tapi siapa yang akan gantiin posisi Mas Dimas kalau dia pergi? Dia adalah kepala departemen animasi. Itu adalah posisi yang sangat penting, apalagi untuk project Sangkuriang," tanya Sari dengan kekhawatiran praktis yang valid.

"Kita akan cross-train. Agus, lu udah cukup senior dan mampu untuk step up. Kael dan gue juga bisa ambil lebih banyak beban untuk animasi kalau perlu. Kita akan bertahan hidup," jawab Rani dengan kepercayaan diri meskipun Kael tau dia juga khawatir dalam hati.

"Gue belum mutusin apapun," ucap Dimas dengan cepat, merasa bersalah dengan diskusi tentang penggantiannya yang bikin semuanya terasa terlalu nyata. "Gue masih pertimbangin semua faktor. Dan kalau gue memutuskan untuk pergi, gue akan pastikan ada transisi yang smooth. Gue gak akan tinggalin kalian dalam kekacauan."

Meeting berlanjut dengan diskusi tentang kemungkinan plan kalau Dimas memutuskan untuk ambil tawaran itu. Rencana untuk redistribusi tanggung jawab, pelatihan yang dipercepat untuk Agus, dan mungkin rekrutmen animator senior dari luar untuk isi gap yang ditinggalkan Dimas.

Tapi di balik semua diskusi praktis itu, ada rasa sedih yang menggantung di udara. Studio Garasi tanpa Dimas akan terasa sangat berbeda.

Sore itu, Kael duduk sendirian di ruang kerjanya dengan pintu tertutup, menatap foto mereka bertiga di garasi lama yang terpajang di meja. Dia, Dimas, dan Rani dengan senyum lebar dan mata penuh harapan, sebelum semua komplikasi sukses datang menghampiri.

'Ini adalah test pertama yang sebenarnya untuk studio. Bukan soal menang penghargaan atau dapat project besar, tapi soal gimana kita handle kehilangan orang yang penting. Di kehidupan sebelumnya, gue kehilangan orang-orang karena gue jadi toxic dan egois. Kali ini, gue kehilangan seseorang karena hal yang sebaliknya, karena gue mau yang terbaik untuk mereka meskipun itu painful untuk gue. Ini adalah jenis pain yang beda. Pain yang datang dari cinta dan respect, bukan dari ego yang terluka,' refleksi Kael dalam hati sambil menyeka air mata yang mulai mengalir tanpa bisa ditahan.

Ketukan di pintu membuatnya cepat-cepat lap wajahnya dan coba kompos diri. "Masuk."

Rendra masuk dengan ekspresi yang serius. "Kael, ada masalah lain yang perlu kita bahas. Miles Productions baru aja email. Mereka mau ubah beberapa hal dalam kontrak yang udah kita setujuin."

Kael merasakan sakit kepala yang instant. "Ubah apa?"

"Mereka mau kurangin budget produksi dari lima ratus juta jadi empat ratus juta, dengan alasan ada adjustment dalam overall budget mereka untuk tahun ini. Tapi mereka masih expect kita mengantarkan dengan timeline dan quality yang sama," jelas Rendra dengan nada yang frustrasi.

"Itu gak masuk akal. Kita udah setuju dengan ketentuan tertentu. Mereka gak bisa tiba-tiba ubah setelah kontrak hampir final," sergah Kael dengan kemarahan yang mulai naik, hari yang udah buruk sekarang jadi tambah buruk.

"Gue udah bilang itu ke mereka. Tapi mereka bilang kalau kita gak bisa flexible dengan ini, mereka akan mempertimbangkan untuk cancel project atau cari studio lain," balas Rendra dengan nada yang helpless.

Kael memukul meja dengan frustasi, membuat Rendra sedikit kaget dengan reaksi yang jarang Kael tunjukkan. "Ini adalah tactik intimidasi klasik. Mereka tau kita udah invest waktu dan emosi untuk project ini, jadi mereka coba mengeksploitasi posisi mereka untuk dapet kesepakatan yang lebih bagus."

"Apa yang mau kita lakukan?"

Kael mengambil napas dalam untuk tenangkan dirinya, memaksa otaknya untuk berpikir strategis meskipun emosinya lagi chaos. "Setup meeting dengan mereka. Besok kalau bisa. Kita akan negosiasi face to face. Kalau mereka tetap gak mau wajar, kita pergi menjauh. Gue gak akan biarkan studio kita di-bully atau di-eksploitasi, tanpa memedulikan seberapa bergengsi project-nya."

1
Syahrian
🙏
Syahrian
😍🙏
Syahrian
👍🙏
Syahrian
😍
Syahrian
👍🙏
Revan
💪💪
Syahrian
Lanjut thor
Kila~: siap mang💪
total 1 replies
pembaca gabut
thorr lagi Thor asik ini 😭
±ηιтσ: Baca karyaku juga kak
judulnya "Kebangkitan Sima Yi"/Hey/
total 2 replies
pembaca gabut
asli gue baca ni novel campur aduk perasaan gue antara kagum dan takut kalo kael dan tim gagal atau ada permasalahan internal
Syahrian
Lanjut thor👍👍
Revan
💪💪💪
Revan
💪💪
Syahrian
Tanggung thor updatenya🙏💪👍
Kila~: udah up 3 chapter tadi bang/Hey/
total 1 replies
Syahrian
🙏👍👍
Kila~: makasii~/Smile/
total 1 replies
Syahrian
👍🙏
Syahrian
😍
Syahrian
👍
Syahrian
Lanjut 👍😍
Kila~: sudah up 2 chapter nih
total 1 replies
Syahrian
Lanjuut🙏
Kila~: besok up 3 chapter 😁
total 1 replies
Syahrian
Mantap💪🙏
Kila~: terimakasih bang/Rose/
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!