Kirana, dalam hembusan terakhir sang Kakek dia menikah dengan sosok pria yang diyakini Kakeknya akan menjaganya dan membahagiakannya. Namun, siapa sangka kalau Arjuna adalah sosok suami yang menganggap Kirana sebagai musuh, bukan istri.
"Aku akan terus melafalkan namamu dalam doaku, karena aku mencintaimu." -Kirana Anindy.
"Menghilanglah dan pergi. Jika harta yang kamu inginkan, bawa itu bersamamu." -Arjuna Braja Satya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Red Lily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keinginan sederhana
🌹JANGAN LUPA KASIH EMAK VOTE YA ANAK ANAK KESAYANGAN EMAK, EMAK SAYANG BANGET SAMA KALIAN.🌹
🌹IGEH EMAK JUGA DIFOLLOW DI : @REDLILY123.🌹
🌹SELAMAT MEMBACA, EMAK SAYANG KALIAN.🌹
Kini Arjuna berada di kamarnya seorang diri. Dia tengah membongkar koper milik sang istri dan hendak memasukan barang barangnya ke dalam lemari.
Hanya ada tumpukan pakaian, mukena dan al-Quran di sana.
Hal yang membuat Arjuna miris, adalah pakaian Kirana yang sudah tidak layak menurutnya. Dimana warna pakaian itu sudah luntur, ditambah dengan ada beberapa robekan, bahkan ada pakaian yang sudah kena getah.
Hati Arjuna meneceleos, kembali mengingat kesalahannya. Kenapa dirinya begitu buta dan tidak bisa melihat satu kebaikan saja dalam diri istrinya? Bagaimana istrinya berdoa, menyiapkan kebutuhannya dan tetap tersenyum meskipun dirinya disakiti.
Arjuna benar benar menyesal baru menyadarinya sekarang. Dia pikir Tuhan tidak adil karena menjauhkannya dari sosok wanita yang membuatnya bahagia di dunia, tapi ternyata Tuhan menggantinya dengan sosok yang bisa membawanya dunia dan akhirat.
Jika ditanya apakah dirinya mencintai Kirana? Arjuna pikir itu sudah melebihi, hanya saja dia tidak menyadarinya. Sejak menikah, Arjuna kecanduan dengan sapaan Kirana, dengan suara mengaji istrinya yang terdengar begitu merdu.
"Aku janji akan membahagiakan kalian," ucapnya, bahkan Arjuna sudah merencanakan akan membuat rumah baru dimana dia dan anak anaknya bisa bermain bebas di halaman belakang.
Membereskan pakaian itu, Arjuna menatap jam. "Kenapa Bunda dan Kirana belum selesai?" Gumamnya segera berdiri dan melangkah menuju kamar sang Bunda.
"Bun, lagi ngapain? Masih lama?" Tanya seseorang dari balik pintu. Di sana ada Arjuna yang menunggu selesainya percakapan sang Bunda dengan sang istri tercinta. "Bun, lagi ngapain?"
Bunda Eliza yang ada di dalam sana hanya memutar bola matanya malas, membuat Kirana yang melihatnya tertawa. "Kasihan anaknya tuh, Bun."
"Maklum ya, Ran. Dia sifat aslinya emang gitu. Jangan kaget sama perubahannya. Tapi mumpung dia bucin sama kamu, mending kamu minta semuanya sama si Abang, siksa aja dia, Ran."
Kirana kembali tertawa. "Tar Kirana gak masuk surga dong, Bun."
"Kali kali mah gak papa, durhaka dia juga sama istri."
"Udah ah janga dibahas lagi," ucap Kirana. "Yang penting Kak Arjuna udah mau nerima Kirana, sayang sama anak Kirana juga."
Bunda Eliza tersenyum, untuk yang kesekian kalinya dia kembali memeluk menantunya. "Sekali lagi makasih ya, Ran. Udah mau nerima Abang lagi."
"Iya, Bun. Kirana keluar dulu ya, mau istirahat. Kasihan itu suami Kirana dianggurin."
"Kamu mau tidur sama si Abang, Ran?"
"Kemaren juga tidur bareng kok, Bun."
"Maksudnya….," Ucapan Bunda Eliza menggantung. "Udah bobo bareng sama dia?"
"Nggak, Bun. Ih jangan gitu ah malu," ucap Kirana yang buru buru keluar.
Membuat Bunda Eliza tertawa di sana. Dan begitu membuka pintu, Kirana kaget dengan suaminya yang berdiri di sana. Wajahnya hampir saja bertabrakan dengan dada bidang milik sang suami. "Kak."
"Maaf." Arjuna mundur. "Udah ngomongnya?"
"Udah."
"Istirahat ayo, pasti kamu capek. Mau mandi dulu? Kakak siapin air anget buat kamu," ucap Arjuna menggenggam tangan Kirana dan membawanya ke kamar mereka.
Dan di sana, Bunda Eliza tersenyum melihat anaknya serta menantunya kini terlihat rukun, saling menyayangi. Membuatnya memejamkan mata. "Terima kasih ya allah," gumamnya, bersyukur dengan sosok Kirana yang begitu pemaaf dan juga penuh dengan kasih sayang.
🌹🌹🌹🌹
Kirana menatap kamar yang akan ditempatinya, terlihat nyaman dengan pemandangan langsung pada lautan lampu di kota Jakarta.
"Dingin, Kak."
"Ac nya udah diturunin kok," ucap Arjuna. "Udah dimatiin malah."
Kirana yang sedang memandang keluar balkon itu masih memeluk dirinya sendiri.
"Jangan mandi deh, ganti baju aja ya. Kamu dingin banget," ucap Arjuna tatkala dia memegang tangan Kirana.
Perempuan itu mengangguk dan segera melangkah pergi, membuat Arjuna mematung dan menatap tangannya sendiri yang lancang menggenggam sang istri. Arjuna berfikir kalau Kirana mungkin merasa tidak nyaman.
Untung saja mereka memiliki ruang ganti sendiri sehingga tidak tereskpos oleh orang yang berada di kamar. Kirana juga menggosok gigi, mencuci wajahnya kemudian berwudhu dahulu.
Begitu Kirana keluar dari kamar mandi, dia melihat lampu kamar sudah padam diganti dengan lampu tidur. Dengan Arjuna yang sudah ada di sana.
"Sini tidur, Ran."
Agak sedikit aneh untuk Kirana, melihat suaminya menyambut dirinya.
"Kenapa? Saya tidur di sofa aja kalau gitu."
"Gak usah, Kak." Kirana segera melangkah ke sana dan membaringkan tubuhnya.
"Mau dipeluk gak?"
"Enggak," tolak Kirana lembut.
"Kemarin juga pelukan, masa sekarang enggak. Saya kangen sama adek bayi, Ran. Mau peluk," ucap Arjuna memberanikan dirinya. Dia tidak ingin kecanggungan ini membunuhnya lebih lama lagi.
"Yaudah peluk aja."
Kesempatan bagi Arjuna, dia segera memeluk Kirana. Membawa perempuan itu ke dalam dekapannya.
"Kamu dingin, Ran."
"Kan tadi aku bilang kalau di sini dingin."
"Ac nya padahal udah mati, kok kamu masih dingin gini? Pake jaket saya ya?"
Belum juga Kirana menjawab, Arjuna sudah bergegas mengambil jaketnya dari dalam walk in closet. Membuat Kirana mendudukan dirinya diatas ranjang.
"Buka baju kamunya, Ran."
"Eh? Dilapisi aja gak papa."
"Enggak, ini jaketnya bagusnya langsung kena kulit. Nih ada remotenya, nanti atur suhunya."
Karena Kirana tidak melihat modus dalam mata Arjuna, jadi dia menurut dan membuka kaos lengan panjangnya.
Ketika melihat Kirana hanya memakai kaos dalam sana, Arjuna sedikit terkejut. "Ran, kok kamu kecil banget? Kurusan banget."
Karena seingat Arjuna, Kirana agak gemukan sebelum pergi.
"Efek kehamilan kok, Kak. Gak papa emang dulu juga kurus." Kirana mencoba menyembunyikan ekspresi kebohongannya.
"Kurus banget, kasihan dedeknya sedih kalau mamanya kecil gini."
Kirana yang sedang memakai jaket itu hanya tertawa kecil. "Gak papa, dede bayinya gak kenapa napa."
Begitu Kirana selesai mengenakan jaket, Arjuna tiba tiba menggenggam tangan istrinya itu. Mereka masih duduk berhadapan di atas ranjang.
"Ran, saya tahu kesalahan saya terlalu banyak untuk dimaafkan. Tapi kasih saya kesempatan untuk bahagiain kamu."
Kirana tersenyum kecil. Dia mengarahkan tangan Arjuna untuk menyentuh perutnya. "Kakak nerima dia aja, itu udah kebahagiaan untuk aku."
Yang mana membuat Arjuna langsung mendekap Kirana dan mengelus rambutnya yang panjang. "Bukan hanya dia, kamu juga harus bahagia. Minta apapun sama saya, pasti akan saya kasih."
Kirana membalas pelukan Arjuna, dia menahan tangisan di sana.
"Kamu mau apa? Kalau ngidam apa apa bilang, jangan diem aja. Apapun itu, pasti saya kasih."
"Kirana mau nanti kita berjamaah tahajud lagi ya. Jadi imam untuk aku sama dedek bayi."
Arjuna tertawa haru mendengar itu. "Apapun buat kamu."
🌹🌹🌹
TO BE CONTINUE