NovelToon NovelToon
Demi Semua Yang Bernafas

Demi Semua Yang Bernafas

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Kelahiran kembali menjadi kuat / Budidaya dan Peningkatan / Perperangan / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Ilmu Kanuragan
Popularitas:8k
Nilai: 5
Nama Author: Babah Elfathar

Kisah Seorang Buruh kasar yang ternyata lupa ingatan, aslinya dia adalah orang terkuat di sebuah organisasi rahasia penjaga umat manusia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Babah Elfathar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10

Bab 10

Zach meninggalkan restoran tanpa berani menoleh. Bukannya membuat Rangga malu, malah dia sendiri yang kehilangan harga dirinya.

Kalau Zach bersikeras dan tidak mematuhi ucapan Barney, yang ada justru akan membuatnya semakin dipermalukan.

Saat Zach sudah pergi, Barney kembali menunjukkan senyum ramahnya dan berkata,

> “Lanjutkan pestanya, orang tua ini akan pergi ke ruangan sebelah. Aku tidak akan mengganggu masa-masa muda kalian. Nanti saja aku datang lagi ya, nikmati jamuannya.”

Setelah mengatakan itu, mata Barney mencari sosok Rangga lagi. Rupanya dia sudah kembali duduk dan menikmati makanannya.

Barney pun pergi seorang diri.

Windy segera berbaur dengan yang lain. Ada yang meneruskan minum, makan, dan masih banyak lagi yang sibuk mengobrol tentang kejadian barusan.

Lama-kelamaan mereka semua kembali hanyut dalam suasana. Menikmati minuman dengan diiringi alunan musik yang membuat semangat mereka membara.

Liana, orang yang sedari tadi memperhatikan keadaan itu, terlihat mengernyitkan dahinya.

Akhir yang ditunggu-tunggu Liana tidak begini. Ia sudah menyiapkan tawa jahatnya saat Zach berhasil mempermalukan Rangga.

Namun ekspresi Rangga tadi terlihat sangat tenang, bahkan tidak menunjukkan rasa malu sedikit pun.

Biasanya kalau Liana dan ibunya merendahkan Rangga, dia akan terdiam dengan wajah menunduk melas.

> “Ada yang aneh,” gumam Liana sambil melihat Rangga yang masih sibuk makan.

“Apa?” tanya Rafael Voss.

“Bukan apa-apa,” jawab Liana sambil menggelengkan kepala.

Rafael tersenyum, lalu berkata,

> “Aku ‘kan sudah mengajakmu datang ke acara berkelas seperti ini, jadi nanti malam kamu ikut aku ya.”

“Iya, iya.” Liana berbisik pelan,

> “Aku ingin buat status, biar semua temanku lihat dan iri. Terima kasih sayang sudah mengajakku datang ke sini.”

Satu lagi yang aneh adalah sikap Selena. Dia masih melirik ke arah Rangga yang sedang makan piring ketiganya.

> “Benar-benar aneh,” gumam Liana sambil menyunggingkan senyum tipis.

“Berapa lama acaranya selesai? Aku sudah kenyang jadi agak bosan,” kata Rangga.

“Setelah Pak Barney mengumumkan sesuatu acaranya selesai,” jawab Selena sambil bersandar di kursinya.

> “Hey, aku juga sama bosannya. Untung saja kita datang bersama jadi aku tidak terlalu bosan. Lain kali kalau ada acara seperti ini aku akan meminta bantuanmu lagi. Hahaha.”

Rangga mengangguk,

> “Tidak masalah, lagi pula banyak makanan enak untuk menambah energi di sini hehehe.”

Pintu kembali terbuka dan Barney masuk sambil membawa mikrofon di tangannya.

> “Halo semuanya,” kata Barney. “Setiap orang yang hadir di sini adalah generasi muda dan berbakat di Kota Veluna. Aku membuat acara ini agar kalian bisa saling menyapa dan membangun koneksi satu sama lain. Selain itu…”

Semua orang saling bertukar pandang.

> “Hari ini adalah ulang tahun putriku Windy Syam!” lanjut Barney.

“Apa?” semua orang terkejut.

> “Anak perempuanku sekarang berusia dua puluh lima tahun. Dia masih jomblo sampai sekarang. Sebagai seorang ayah, aku cukup khawatir mengenai keadaan putriku ini. Maka dari itu, pada acara kali ini… aku harap ada orang yang menyukai putriku. Silakan saja kalian kejar dia, aku tidak akan ikut campur…”

> “Ayah, jangan bicara seperti itu!” seru Windy sambil menunduk malu.

> “Aduh, aduh, sepertinya putriku ini malu-malu ya!” ejek Barney sambil tertawa.

“Tapi apa yang baru saja aku katakan bukan hanya basa-basi…”

Wajah Windy semakin memerah.

Selena menutup mulutnya dan berkata pelan pada Rangga,

> “Orang tua itu sangat humoris, tapi saat dia benar-benar marah… hiii, galak bukan main. Apalagi menyangkut masalah bisnis. Pak Barney orang yang sangat tegas, makanya tak heran kalau Zach langsung kabur tadi.”

Rangga tersenyum seolah sedang menonton acara lawakan.

Acara pun berakhir. Ada beberapa orang yang tetap tinggal, tapi tak sedikit pula yang memilih untuk pulang.

> “Ayo kita pergi,” kata Selena sambil berdiri dan merapikan roknya.

Di depan pintu, Selena menyapa Windy dan Barney. Keduanya tersenyum, namun pandangan mereka tetap terarah pada Rangga.

> “Ayo kita ke parkiran mobil, aku akan mengantarmu pulang,” kata Selena pada Rangga.

“Kamu pulang dulu saja, aku masih ada urusan. Aku pulang naik taksi saja,” kata Rangga.

Tanpa bertanya lagi, Selena mengangguk,

> “Oke, terima kasih ya untuk hari ini. Kalau kamu butuh bantuan, telepon saja aku.”

Rangga mengangguk dan menunggu Selena pergi.

Saat Rangga menunggu taksi lewat, seorang lelaki datang menghampirinya.

> “Pak Rangga,” sapa lelaki itu. “Saya sekretaris Pak Barney. Beliau meminta saya untuk memberikan kartu nama ini untuk Anda, dan beliau juga berpesan agar Anda segera menghubungi beliau.”

Rangga menerima kartu itu dan berkata pelan,

> “Oke, saya mengerti.”

Lalu Rangga naik ke dalam taksi yang kebetulan berhenti di depannya.

Namun Rangga tidak kembali ke Komplek Pondok Indah, melainkan pergi ke rumah Noah.

Tentu saja untuk mengambil kotak besinya.

Tiga tahun lalu, sepuluh orang Night Watcher ditugaskan untuk membawa kotak besi itu. Rangga sama sekali tidak tahu apa isi kotak itu sampai sekarang.

Setelah setengah jam, tepat pukul sembilan malam, Rangga tiba di rumah Noah tanpa masalah.

Ia berdiri di depan pintu dan melihat kalau pintunya tidak dikunci. Saat Rangga akan masuk, ia mendengar suara Noah yang sedang menelepon,

> “Halo Kak Ali, apa kamu masih butuh orang?”

“Ah ternyata begitu. Kalau kamu kekurangan orang, tolong hubungi aku ya. Aku sekarang menganggur dan butuh pekerjaan,” kata Noah.

Noah adalah pekerja keras dengan tekad baja. Semua ini ia lakukan demi biaya kemoterapi anaknya, Novri.

Kehilangan pekerjaan sama saja seperti kehilangan satu-satunya sumber kehidupan mereka.

Melihat Rangga berdiri di balkon, Noah segera mematikan rokoknya di asbak kecil yang ia taruh di luar rumah agar tidak mengganggu anaknya.

> “Aku pikir kamu tidak ke sini hari ini. Sial, aku sudah mencoba menelepon orang-orang konstruksi beberapa kali tapi tidak ada yang butuh orang. Kalau aku tidak segera dapat kerja, biaya kemoterapi Novri bulan depan bagaimana…”

Rangga tersenyum dan berkata,

> “Aku ada kerjaan, apa kamu mau ikut aku mencobanya besok?”

> “Yang benar?” Mata Noah berbinar. “Di mana lokasi konstruksinya?”

> “Bukan di lokasi konstruksi, ini di perusahaan… PT. Luminex Corp,” kata Rangga.

> “Perusahaan logistik itu?” wajah Noah antusias. “Tapi aku tidak punya pengalaman di bidang logistik.”

> “Kamu tenang saja,” jawab Rangga.

> “Pekerjaannya bagaimana? Apa bongkar barang dan sejenisnya? Berapa gajinya?” tanya Noah cepat.

> “Bukan kerja seperti kita dulu. Besok jam sembilan kita ketemu di pintu masuk perusahaan. Kalau masalah gaji kita lihat dulu besok. Kalau kamu tidak cocok, kamu tidak harus kerja di sana,” jelas Rangga.

Noah sempat ragu, tapi akhirnya mengangguk.

> “Aku akan kerja di sana. Lagi pula aku nggak ada kerjaan saat ini. Tapi gimana kamu bisa tahu lowongan di perusahaan besar kayak gitu?”

> “Cuma kebetulan tahu aja,” jawab Rangga santai.

Noah pasti tidak akan percaya kalau Rangga berkata jujur, jadi Rangga memilih menjawab seadanya.

> “Lalu kamu mau tidur di sini malam ini?” tanya Noah.

“Nggak, aku sudah nemu tempat tinggal. Aku ke sini cuma mau ambil barangku yang ketinggalan,” jawab Rangga sambil tersenyum.

> “Oke, tapi jangan berisik ya. Soalnya Novri lagi ngerjain PR-nya. Biasalah, anak kecil kalau terganggu konsentrasinya bisa buyar hahaha,” kata Noah.

Rangga mengangguk.

Setelah mengambil barang-barangnya, ia kembali ke Komplek Pondok Indah, ke rumah dokter Sisil Bahri dan Nindya Dewata.

Tapi tak ada siapa pun di sana — tampaknya mereka sedang keluar.

> “Night Watcher, benar. Tentu saja mereka akan berkeliaran malam hari,” gumam Rangga sambil tersenyum kecil.

Pukul delapan pagi keesokan harinya, Rangga sudah pergi meninggalkan kompleks.

Pukul delapan tiga puluh, ia sampai di pintu masuk PT. Luminex Corp.

Saat ia tiba, sebuah mobil hitam berhenti. Roki Budiman keluar dari mobil dan menyapa,

> “Pak Rangga, ini masih terlalu pagi. Kenapa Anda sudah datang?”

> “Saya datang ke sini karena ada sesuatu. Lagi pula saya tidak perlu datang, karena Anda yang menjalankan perusahaan ini. Saya sangat lega dan senang saat Anda masih bersedia mengelola perusahaan ini,” kata Rangga.

“Mari kita naik, ada hal yang ingin saya bicarakan dengan Anda.”

Ruangan Roki

Setelah mereka selesai berbicara, Roki mengangguk dan berkata,

> “Jangan khawatir Pak, biarkan saya mengaturnya. Mengenai gajinya bagaimana, Pak?”

> “Satu miliar setahun,” jawab Rangga tenang. “Tidak peduli posisinya apa, yang jelas gajinya satu miliar. Tentu saja, tolong rahasiakan masalah ini.”

Roki mengangguk. Ia berpikir sejenak, lalu menambahkan,

> “Ngomong-ngomong, sepertinya hari ini Anda harus foto untuk perusahaan, Pak. Khawatirnya Anda akan kesusahan masuk sewaktu-waktu. Jadi sebaiknya segera dipajang foto Anda agar semua karyawan tahu pemilik baru perusahaan ini.”

> “Oke,” jawab Rangga sambil tersenyum tipis.

Roki segera memanggil fotografer untuk memanfaatkan waktu berharga itu.

Pukul sembilan, ponsel Rangga berbunyi — rupanya Noah sudah datang.

Rangga segera turun ke bawah. Di pintu masuk, Noah berdiri dengan wajah gugup.

Satpam yang melihat Roki juga turun, langsung memberi hormat.

> “Masuklah,” kata Rangga sambil melambaikan tangan ke Noah.

“Rangga?” suara seorang karyawan terdengar dari arah pintu — Novida.

> “Apa yang kamu lakukan di sini? Bukannya kamu sudah dipecat?” tanya Novida keheranan.

“Orang yang memecatku sudah dipecat, jadi aku diterima lagi,” jawab Rangga sambil tersenyum.

> “Bangganya cuma jadi satpam aja. Kamu tahu? Kak Liana kemarin ke restoran Marquess sama Rafael Voss. Jadi jangan sok kamu, cuma satpam kelas rendah aja kok bangga.”

Rangga hanya diam sambil menahan tawa.

> “Cepat minggir! Bisa sial aku kalau terus-terusan di dekatmu. Aku ketemu kamu, sepedaku rusak. Ketemu kamu lagi, bosku dipecat. Kamu tuh bawa sial di hidupku!” kata Novida sambil mendorong Rangga.

> “Dan sepertinya memang benar ini hari sialmu. Entah apa yang akan terjadi kalau kamu lihat fotoku terpajang di dalam perusahaan,” kata Rangga sambil menatap punggung Novida yang menghilang di balik lift.

Bersambung

1
・゚・ Mitchi ・゚・
mampir thor..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!