Terpaksa Menikahi CEO Bisu

"jadi tuan Azka juga datang dari keluarga yang kaya?" tanya sang penjaga itu.

"Bisa di bilang begitu,. namun tidak sekaya keluarga Yudistira, tetapi aku bekerja di sini bukan semata-mata karena uang, aku hanya ingin membalas kebaikan keluarga ini, terutama sahabat ku Xavier, meskipun dia sudah melupakan ku sejak kecelakaan itu, aku tidak akan meninggalkan nya, kecuali ia sudah pulih dan ingat kembali," ujar Azka.

Ya, inilah alasan Azka dan Xavier terlihat seperti bukan asisten dan boss, Azka bahkan lebih berani menentang Xavier, namun Xavier yang hanya tau kalau Azka adalah asisten pilihan kakek nya tidak pernah mempermasalahkan hal tersebut.

Azka di keluarga nya juga seorang tuan muda yang di hormati, dia punya seorang adik ia yang seharusnya membantu ayahnya di perusahaan malah memilih untuk mengabdi di perusahaan dan keluarga Yudistira, namun semua ini juga atas persetujuan keluarga nya, dengan catatan ketika Xavier telah sembuh dan pulih dari trauma juga ingatan nya, Azka akan kembali ke keluarganya.

"Kau sangat baik tuan, dengan tempramen tuan muda yang segalak itu kau bisa bertahan di sisi nya, dan sekarang dia sudah punya nyonya Kayla, kalian benar-benar orang hebat bisa berada dekat dengan tuan muda," ucap sang penjaga gerbang yang kita sebut saja pak Hanif.

"Bapak ini bisa saja, sebenarnya Xavier tak semengerikan yang kau bayangkan, hanya saja dia berubah sejak kepergian orang tuanya, oh ya sudah selesai, kalau begitu aku permisi pulang dulu pak Hanif," ucap Azka yang kini telah selesai membantu pak Hanif.

"Baik tuan, silahkan," kata pak Hanif sambil tersenyum.

Sebenarnya pak Hanif bukan hanya sekedar penjaga gerbang dia adalah orang yang di tugaskan kakek Hilman untuk menjaga khususnya apartemen Xavier.

Selain itu pak Hanif adalah seseorang yang berpengalaman, dia di tugaskan untuk mengawasi akses keluar masuk dari apartemen mewah tersebut.

"Kenapa tiba-tiba seram ya setelah tuan Azka pergi?" ucap pak Hanif sambil melihat-lihat ke atas.

Terlihat Xavier yang mengawasi nya.

"Astaga, mengejutkan, tuan Azka kenapa tidak bilang-bilang Kaka tuan muda Xavier ada di atas? Pantas saja dia buru-buru pergi," kata pak Hanif ketakutan dan segera mengemasi peralatan lalu meninggalkan halaman tersebut.

Sementara itu Kayla yang baru saja selesai makan merasa sangat lega, entah kenapa meskipun belum sampai dua puluh empat jam tinggal di apartemen Xavier dia merasa sudah cukup nyaman, setidaknya dia dan Xavier pisah kamar.

"Ternyata di kamar ku juga ada balkon nya ya?" ujar Kayla sambil berjalan menuju balkon.

Dia melihat cuaca yang sangat indah, terang nya bulan dan gemerlap nya bintang-bintang, dia pun memutuskan untuk pergi ke balkon tersebut dan menikmati indahnya suasana malam.

Namun siapa sangka saat ia menoleh ke arah kanannya terlihat Xavier yang sedang menatap ke arah nya.

"Oh astaga" kaget Kayla natural.

Tidak ada ekspresi apapun dari sang suami, meskipun jarak mereka lumayan jauh namun wajah tampan itu tetap terlihat jelas seolah-olah bulan pun tak setuju kalau wajah Xavier tidak terlihat akan Kayla.

"H-hay," kata Kayla sambil mengangkat tangan berniat menyapa namun sayangnya dia yang gugup terlihat seperti manekin.

Tidak ada jawaban dari Xavier di sebrang sana, dia malah masuk ke dalam kamar nya tampa merespon lambaian Kayla.

"Arghhhhh! Menyebalkan sekali! Apakah aku ini di anggap tembok? Benar-benar kesal! Aku hanya berniat baik untuk menyapa dia malah mengabaikan ku," ucap Kayla menggerutu.

Keesokan harinya ...

"Tuan muda, ada satu hal yang belum ku sampaikan kepada mu, dan aku juga baru tau ini dari Kakek Hilman," ucap Azka yang saat ini berdiri di depan mobil di mana Xavier yang sudah siap untuk pergi ke perusahaan sudah duduk di dalam nya.

Xavier yang mendengar itu mengerutkan keningnya penasaran dengan apa yang akan di katakan Azka.

"Anu, itu tentang nona muda, sebenarnya dia masih mahasiswi di universitas GN," kata Azka dengan wajah serius.

"Astaga tuhan," batin Xavier.

Ingin rasanya dia marah dan ngamuk sekarang juga di sana namun biar bagaimanapun semuanya sudah terlanjur terjadi, mengamuk pun tak ada gunanya apalagi dengan karakter nya yang dingin, dia hanya bisa menerima dengan hati gundah.

"Se-selamat pagi," kata Kayla.

Kebetulan sekali bertepatan di saat itu Kayla yang hendak berangkat kuliah pun datang menghampiri mereka.

Hari ini Kayla ada mata kuliah pagi, setelah hampir sepuluh hari dia libur dia kini harus masuk kuliah.

"Dan satu lagi, karena kita se arah kita akan membawa nona sekaligus, bagaimana tuan muda? Ini perintah kakek," ucap Azka.

"Apa dia tidak ingin aku berangkat bersama mereka? Kelihatan nya dia sangat marah dan risih jika melihat ku," batin Kayla.

*"Terserah,*" balas Xavier pasrah dengan ponselnya.

"Baiklah kalau begitu tuan muda, nona ayo silahkan masuk," kata Azka membuka pintu tepatnya di samping Xavier.

"Em itu, Azka bisakah aku duduk di samping mu saja?" ucap Kayla sambil menarik-narik ujung jas yang di pakai Azka.

Xavier melihat itu dan segera memalingkan wajahnya.

Sementara itu Azka yang mendengar permintaan tersebut sangat kaget bahkan dia tidak mampu menelan ludah nya sendiri.

"Ayolah, aku mohon," ucap Kayla lagi.

Kali ini di luar kendali Azka, dia pun akhirnya mengijinkan Kayla duduk di samping nya setelah memastikan kalau Xavier tidak peduli.

Mobil itu pun akhirnya berangkat meninggalkan apartemen.

"Sungguh sangat canggung, sebaiknya besok aku minta papa untuk membelikan ku mobil baru, aku tidak mungkin menumpang di mobil es batu ini terus," gumam Kayla dalam hatinya.

Karena duduk di samping Azka, Kayla tidak terlalu canggung, dia dan Azka sudah sedikit akrab karena sikap Azka yang welcome dan hangat, juga mudah di ajak bicara.

"Nona, bolehkah aku bertanya?" kata Azka sambil fokus mengemudi.

"Ya, ada apa?" tanya Kayla sambil sesekali menoleh melihat ke arah suaminya yang terlihat sama sekali tidak peduli dan acuh.

"Kau kuliah di jurusan apa?" tanya Azka yang berniat untuk mencarikan suasana sunyi di dalam mobil.

"Jurusan pendidikan seni," ucap Kayla tudepoin.

"Kau ingin jadi seorang pelukis?" tanya Azka lagi.

"Ya, aku punya minat dan bakat untuk hal-hal ini," lanjut Kayla lagi.

Begitu lah sepanjang perjalanan, mereka banyak mengobrol dan hal ini membuat Xavier semakin gusar. Dia hanya tak suka kebisingan.

"Mereka lebih cocok, kenapa bukan mereka saja yang menikah? Kenapa harus aku?" batin nya melihat Azka dan Kayla terus mengobrol di sepanjang perjalanan.

Tak terasa kini mereka telah tiba di kampung GN tempat Kayla kuliah.

Next?