NovelToon NovelToon
Pengganti Yang Mengisi Hati

Pengganti Yang Mengisi Hati

Status: sedang berlangsung
Genre:Pengantin Pengganti / Pengganti / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir / Tukar Pasangan
Popularitas:428
Nilai: 5
Nama Author: Vanesa Fidelika

Seharusnya hari itu jadi momen terindah bagi Tiny—gaun putih sudah terpakai, tamu sudah hadir, dan akad tinggal menunggu hitungan menit.
Tapi calon pengantin pria... justru menghilang tanpa kabar.

Di tengah keheningan yang mencekam, sang ayah mengusulkan sesuatu yang tak masuk akal: Xion—seseorang yang tak pernah Tiny bayangkan—diminta menggantikan posisi di pelaminan.

Akankah pernikahan darurat ini membawa luka yang lebih dalam, atau justru jalan takdir yang diam-diam mengisi hatinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vanesa Fidelika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10: Truth Or Dare

Jangan-jangan... mereka berdua pelakunya.

Pikirannya melayang ke kejadian tadi malam. Pintu kamar terkunci dari luar. Tak ada alasan logis... kecuali ada yang sengaja. Dan sekarang? Dua pria paling jahil dalam lingkaran keluarga—duduk berdampingan, saling melempar kode, dan berusaha terlalu keras untuk terlihat polos.

Xion menarik napas pelan.

Oke. Dia belum akan bicara. Tapi di kepalanya sudah muncul satu rencana balas dendam... yang akan terasa sangat lembut tapi sangat mengena.

Makan selesai. Piring-piring mulai disingkirkan, gelas-gelas kosong sudah mengelilingi taplak, dan tawa-tawa kecil masih tersisa di udara. Suasana selepas sarapan itu seperti mengulang waktu—formasi keluarga besar itu kembali lengkap. Duduk melingkar, santai, akrab, dan penuh kenangan.

Para orang tua—Papa Rudy, Mama Ina, Papa Ali, Mama Laura—sudah pasti masuk ke mode rumpi. Duduk di ruang tengah dengan teh hangat, membicarakan hal-hal yang entah serius entah sekadar nostalgia. Biasanya begitu. Apalagi sekarang tiga anak dari masing-masing keluarga sudah menikah—Rez dan Layla, Gery dan Alicia, dan terbaru, Xion dan Tiny.

Tinggal satu formasi yang masih “mengambang”: Rion dan Diva.

Rion—dengan sikapnya yang selalu tenang, selalu dingin, dan tak banyak bicara—terlihat duduk di pojok ruangan. Tak jauh darinya, Diva duduk sambil menyender ke dinding. Matanya menyapu sekeliling, lalu melirik Rion. Lagi.

Gadis itu sudah lama menyukai Rion. Bukan diam-diam. Bukan kode-kode. Tapi frontal. Semua orang tahu, kecuali mungkin Rion yang... seolah tidak mau tahu.

Dan mungkin itulah alasan Diva melontarkan ide mendadak.

“Main Truth or Dare yok!” serunya sambil menepuk tangan, penuh antusias.

Beberapa orang langsung tertarik. Rez dan Gery langsung bersorak pelan,

“Gas, gas!”

Xion dan Tiny saling melirik. Tiny tersenyum kecil. Xion? Dia hanya menghela napas sambil melirik dua pelaku penguncian semalam—Rez dan Gery—yang sedang tertawa paling duluan.

Permainan akan segera dimulai.

“Oke, kita mulai dari yang paling tua dulu,” ujar Diva dengan senyum penuh taktik.

Rez tertawa. “Paling tua? Kok kayak penghinaan halus ya?”

Layla menyikut pelan suaminya. “Udah jangan banyak gaya. Truth or dare?”

Rez mengangkat alis. “Truth deh. Aku tahu kalau dare pasti jebakan.”

Diva langsung menyambar. “Oke. Jawab jujur. Pernah nggak, waktu masih pacaran sama Kak Layla, kamu baper sama cewek lain?”

Seketika ruangan menjadi “hmmm–OH”.

Gery bertepuk tangan. “Pembuka yang panas.”

Rez tertawa, tapi wajahnya setengah terjebak. “Wah... pertanyaan licik.”

Layla kini menatap suaminya tajam-tajam.

Rez mengangkat dua tangan, pasrah. “Pernah. Tapi Cuma sebentar. Terus langsung keinget Layla. Jadi ya, nggak sampai ke mana-mana.”

Layla menyipitkan mata. “Baper sebentar tuh maksudnya gimana?”

“Sebentar banget,” kata Rez buru-buru. “Kayak... 30 menit.”

Semua tertawa.

“Lanjut!” kata Diva.

Rez melirik ke sekeliling, lalu menunjuk Gery. “Truth or dare, bro?”

Gery menyeringai. “Dare lah. Masa cowok main aman?”

Rez menyeringai. “Oke, dare ya?”

Gery mengangguk penuh percaya diri. “Hajar teros.”

Rez menunjuk ke dapur. “Lo ambil satu bawang putih, kunyah di depan Alicia, dan harus bilang, ‘Inilah wangi cintaku padamu’... tanpa ngeluh atau tutup hidung.”

“Buset…” Gery ternganga. “Bawang putih, bro? Di pagi hari?”

Rez menyeringai puas. “Lo yang milih dare.”

Gery menghela napas panjang, lalu bangkit. “Oke. Demi cinta dan komedi.”

Beberapa detik kemudian, Gery kembali dari dapur dengan satu siung bawang putih—yang sudah dikupas bersih. Semua langsung ribut,

“Ayo!”

“Gigit sekarang!”

“Jangan akting, harus beneran!”

Ayah anak kembar itu memasukkan bawang putih ke mulut. Wajahnya langsung berubah. Tapi ia bertahan.

Sambil mengunyah perlahan dengan ekspresi penderitaan maksimal, ia mendekat ke Alicia... lalu berkata dengan suara serak,

“Inilah wangi... cintaku padamu...”

Alicia menjauh sambil tertawa geli dan jijik. “Bang! Itu... wangi penderitaan!”

Semua terbahak. Bahkan Rion pun terlihat menyeringai sedikit.

Gery jatuh terduduk, mulut masih penuh bawang. “Ampun... romantisnya kelewat ekstrim.”

Gery mengusap tangannya, wajah masih kecut. Lalu ia menunjuk Xion.

“Lo sekarang. Truth or dare?”

Xion menegakkan badan, wajahnya kalem seperti biasa. “Dare.”

Seketika semua bersorak kecil.

“Wooow!”

“Berani juga nih menantu baru!”

“Gaskeun!”

Gery menyeringai lebar. “Oke, gampang. Tapi harus dilakuin sekarang juga.”

Xion hanya mengangkat alis, menunggu.

Gery menunjuk ke arah Tiny yang duduk di sebelah Xion.

“Cium pipi istri lo.”

Langsung, suasana ruangan mendadak hening. Gery bahkan pura-pura menyeruput minumannya, padahal semua tahu dia lagi nahan tawa.

Xion menoleh ke arah Tiny.

Wajah gadis itu sedikit merah merona, tapi tak menolak. Ia hanya mengangguk pelan—izin tanpa kata.

Xion bergerak tenang. Ia meraih tangan Tiny, menariknya sedikit lebih dekat, lalu, ia mengecup singkat pipi kanan istrinya. Sangat singkat.

Seketika, suara celetukan dan “cieee” menggema di seluruh ruangan.

Alicia langsung menabok bahu Gery pelan. “Ada-ada aja dare-nya. Anak orang baru nikah juga, jangan langsung gitu!” Tapi senyumnya mengembang lebar, tanda ikut gemas.

Xion menyentuh dagunya sebentar, berpikir memilih siapa selanjutnya. Ia sempat melirik ke arah Rion, kakak iparnya—meski dirinya yang lebih tua secara usia— yang duduk santai di ujung ruangan sambil memeluk bantal kecil.

“Rion,” ucap Xion, mantap.

Namun belum sempat Rion merespons, suara lantang langsung memotong dari sisi lain ruangan.

“Eh—nggak boleh!”

Diva mengangkat tangan, setengah berdiri. “Harusnya Tiny dulu! Masa suaminya udah, istrinya enggak?”

Semua menoleh ke arah Diva.

Suara gadis itu memang khas—lantang, jelas, dan selalu seperti sedang berdebat padahal dia Cuma... ya, jadi dirinya sendiri.

Tiny yang awalnya tersenyum tenang, langsung menoleh pelan ke arah Diva. Tatapannya bingung sekaligus pasrah. “Div... seriusan?” gumam Tiny.

Diva mengangguk penuh semangat. “Lah iya! Harus adil dong. Kan kalian pasangan baru. Harus kompak!”

Gery terkekeh. “Lo, Div. Emang nggak pernah ngasih napas. Baru cium pipi, langsung dilanjut.”

Rez menambahkan. “Niat banget nge-‘gembleng’ pengantin baru ini.”

Xion hanya tersenyum kecil, menatap Tiny dengan ekspresi ‘semangat’

Tiny menghela napas sebentar sebelum mengucap, “Truth.”

Semua kembali bersorak kecil.

Gery langsung berseru, “Wih! Akhirnya nih, menantu terbaru kita buka suara!”

Xion yang tadi baru saja selesai dengan tantangannya, tampak akan angkat tangan, memberi pertanyaan—tapi ia hanya terdiam. Tak jadi.

Tatapannya berpindah ke wajah Tiny. Ada ragu di matanya. Bukan karena tidak tahu mau tanya apa, tapi lebih karena... tak ingin membuat suasana makin canggung. Apalagi Tiny sedang dalam proses memulihkan diri, menyusun ulang hatinya yang sempat porak-poranda.

“Aku skip aja ya,” ucap Xion akhirnya, suara berat dan tenang tapi terdengar penuh pertimbangan.

“Lho? Harusnya lo dong, kan lo yang terakhir,” sahut Gery sambil menggoda.

Namun sebelum perdebatan lanjut, Diva sudah lebih dulu menepuk tangannya keras-keras. “Udah! Biar gue aja yang nanya. Kalian kelamaan!”

Tiny memelototi sahabatnya itu. “Div... plis jangan—”

Tapi Diva sudah berdiri setengah badan. Senyumnya nakal. Nadanya penuh antusias. “Gue Cuma mau tanya satu hal kok. Jujur ya, jujur banget!”

Tiny menarik napas pelan. Xion sedikit menggeser duduknya.

Diva memicingkan mata ke arah mereka berdua. “Semalam... kalian tidur satu kasur, kan?”

Semua sontak tertawa.

Gery langsung menepuk paha, hampir jatuh ke belakang karena menahan tawa, “WADUH! Langsung nembak ke malam pertama!” serunya. “Woy Xion, ngaku! Ada skor nggak tuh?!”

Alicia langsung mencubit suaminya. “Bang... jaga omongan, plis!”

Rez malah bersiul. Sementara Layla? Bukan ia yang ditanya, malah dirinya yang blushing.

Diva tertawa puas, lalu berkata, “Eh, belum dijawab!”

Xion tetap kalem. “Tidur di kasur yang sama, iya. Tapi ya... Cuma tidur.”

Tiny berseru, “Iya bener! Sumpah beneran tidur doang!”

Gery menatap Xion tajam-tajam, lalu mendekatkan dua jari ke matanya, lalu mengarah ke Xion. “Gue pantau lo.”

1
Arisu75
Alur yang menarik
Vanesa Fidelika: makasih kak..

btw, ada novel tentang Rez Layla dan Gery Alicia lho..

bisa cek di..
Senyum dibalik masa depan, Fizz*novel
Potret yang mengubah segalanya, wat*pad
total 1 replies
Aiko
Gak bisa dijelaskan dengan kata-kata betapa keren penulisan cerita ini, continue the good work!
Vanesa Fidelika: aa seneng banget..makasih udah mau mampir kak. hehe

btw ada kisah Rez Layla dan juga Gery Alicia kok. silakan mampir kalau ada waktu..

Senyum Dibalik Masa Depan👉Fi*zonovel
Potret Yang Mengubah Segalanya👉Wat*pad
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!