Menjelang hari pernikahannya, Amara menghilang tanpa jejak. Dengan waktu yang semakin sempit, keluarga calon pengantin pria mendesak agar pernikahan tetap berlangsung demi nama baik. Helena, adik Amara yang diam-diam mencintai tunangan kakaknya, Lucian, dipaksa menjadi pengantin pengganti.
Namun ketika ia menerima peran itu dengan hati yang penuh luka, Helena menemukan jejak kejanggalan: apartemen Amara yang terlalu rapi, koper yang tertinggal, dan waktu yang tidak sinkron dengan hari hilangnya Amara. Semakin ia melangkah ke dalam pernikahan, semakin besar pula misteri yang membayangi keluarga mereka.
Jejak-jejak ganjil tentang hilangnya Amara membuat Helena ragu: apakah ia sedang mengambil tempat seorang pengantin yang kabur, atau menggantikan seseorang yang sudah tak akan pernah kembali?
.
Jika ada kesamaan nama tokoh, dan latar hanyalah fiktif belaka, tidak ada hubungannya dengan kehidupan nyata.
follow ig: @aca_0325
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Helena masuk ke kamarnya dengan langkah gontai, menutup pintu pelan lalu bersandar di sana. Air matanya yang sejak tadi ia tahan pecah semakin deras. Ia berjalan ke ranjang, lalu terhempas duduk, wajahnya ditutupi kedua telapak tangan.
Tangisnya terdengar terisak, pecah dalam kesunyian kamar yang remang.
“Aku mencintainya… aku sungguh mencintainya,” bisiknya lirih, seolah mengakui sesuatu yang selama ini ia sembunyikan bahkan dari dirinya sendiri.
Tapi kenyataan lain menghantamnya lebih keras, pernikahan ini bukan keinginannya. Ia ada di sisi Lucian hanya karena Amara menghilang, hanya karena ia dipaksa menggantikan posisi yang seharusnya bukan miliknya.
Helena menunduk, matanya sembab. Ia ingat tatapan Lucian, tatapan yang dingin, selalu berjarak, tatapan yang hanya melunak saat nama Amara muncul.
“Aku bukan siapa-siapa baginya…” ucap Helena, suaranya bergetar. “Tidak sedikit pun dia memberi tempat untukku di hatinya.”
Rasa sakit itu membuat dadanya seakan diremas. Ia mencintai Lucian dengan tulus jauh sebelum ada Amara di hatinya, tapi rasa cintanya terjebak dalam kandang besi: tak berbalas, tak pernah diinginkan.
Helena meringkuk di ranjangnya, membiarkan tangisnya mengalir sampai bahunya bergetar hebat. Di antara isaknya, ia hanya bisa bertanya pada dirinya sendiri, berapa lama lagi ia sanggup bertahan dalam pernikahan yang seolah hanya bayangan dari cinta orang lain.
"Mama tidak mengerti," Helena menggeleng lemah, "bagi mama memiliki menantu dari keluarga itu sudah cukup, tekanan dalam pernikahan ini hanya aku sendirian yang menanggungnya."
Tangis Helena akhirnya mereda, meski matanya masih basah. Ia berbaring miring, memeluk bantal erat-erat, ketika ponselnya bergetar di nakas. Dengan malas ia meraihnya, hampir berniat mengabaikan panggilan itu. Tapi layar menunjukkan nama yang familiar: Alina.
Dengan suara serak, Helena mengangkat.
“Halo…”
“Helena!” suara Alina terdengar tergesa. “Syukurlah kau angkat. Aku baru saja pergi bersama Darren, aku mendengar sesuatu darinya yang… kau harus tahu.”
Helena mengerjap, berusaha fokus. “Apa… maksudmu?”
Terdengar suara Alina dari seberang dengan nada serius. “Rumor ini belum pasti, tapi… ada yang bilang Amara benar-benar kembali. Aku nggak tahu benar atau tidak, tapi juga sudah mulai beredar di kampus.”
Helena langsung terduduk. Jantungnya berdebar kencang, darahnya seperti berhenti mengalir. Tadi pagi baru Darren yang tahu, sekarang sudah banyak orang yang tahu.
"Apakah Amara benar-benar kembali?" Tanya Helena pelan.
Alina menimpali cepat, “Itu baru gosip, Len. Tapi kau tahu sendiri, gosip nggak mungkin muncul begitu saja kalau tidak ada pemicunya."
Helena tercekat mendengar suara Alina. Ia menggenggam ponselnya erat-erat, matanya membelalak.
“Jadi… beritanya sudah menyebar ya?” tanyanya pelan, hampir berbisik.
Alina terdiam sejenak sebelum menjawab, suaranya agak ragu. “Ya, Len. Aku sempat kaget juga waktu rumor itu menyebar cepat sekali. Semua orang seolah-olah yakin Amara memang… kembali.”
Helena menelan ludah, merasakan perih di dadanya. Ia mengingat obrolannya dengan Darren di kampus tadi, tapi saat itu ia masih menganggapnya gosip kecil yang mudah lenyap. Kini, dengan Alina juga menegaskannya, gosip itu terasa semakin nyata.
Alina terdengar dari seberang, kali ini suaranya lebih hati-hati. “Helena, kalau kabar itu benar, berarti ada yang berusaha menyembunyikan sesuatu darimu. Atau… mungkin dari kita semua. Pertanyaannya, kenapa?”
Helena terdiam. Di kepalanya, potongan demi potongan mulai berputar: peringatan Rafael, amarah mamanya, dan sekarang rumor tentang Amara.
Satu hal jelas: dunia di sekitarnya semakin terasa penuh rahasia yang menyesakkan.
Helena mengusap cepat air matanya, berusaha menormalkan suara. Ia tak ingin Alina mendengar rapuhnya.
“Oh, ya…” katanya pelan, pura-pura terdengar santai. “Rumor tentang Amara memang sering muncul. Dia kan cukup terkenal di kota ini, apalagi dengan butik mewahnya yang membuat beberapa media memburunya . Dan jangan lupa, dia dulu tunangan Lucian. Jadi wajar kalau banyak orang masih membicarakannya.”
Alina langsung menimpali, “Aku juga sempat kepikiran gitu. Orang-orang suka sekali menghidupkan gosip lama. Jadi jangan terlalu kau pikirkan, Hel.”
Darren yang sedang bersama Alina menghela napas dari seberang. “Aku cuma merasa aneh saja. Rumor ini muncul terlalu tiba-tiba. Tapi ya… benar juga, tanpa bukti, kita nggak bisa percaya begitu saja.”
Helena tersenyum kecil meski senyum itu getir, lalu berkata, “Selagi aku tidak melihatnya sendiri, aku belum akan percaya Amara benar-benar kembali. Itu cuma kabar burung.”
Di balik kata-kata itu, dadanya bergetar. Helena tahu ia sedang berbohong, bahkan pada dirinya sendiri. Karena hatinya, entah kenapa sudah yakin rumor itu bukan sekadar omong kosong.
Setelah beberapa menit obrolan ringan untuk menutup suasana, Alina akhirnya menutup telepon. Sunyi kembali menyelimuti kamar.
Helena menatap langit-langit gelap, jari-jarinya menggenggam ponsel erat.
“Amara… kalau kau benar-benar kembali… kenapa kau tidak muncul di hadapanku?”
...***...
...Like, komen dan vote....
...💙💙💙...