NovelToon NovelToon
PEDANG GENI

PEDANG GENI

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Balas Dendam / Persahabatan / Raja Tentara/Dewa Perang / Pusaka Ajaib / Ilmu Kanuragan
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Fikri Anja

PEDANG GENI. seorang pemuda yang bernama Ranu baya ingin membasmi iblis di muka bumi ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fikri Anja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 7

"Bersiaplah untuk mati hari ini!" Durna melesat menyerang Mahesa. Pertarungan sengit kembali terjadi dengan cepat. Kali ini ledakan besar yang kerap terjadi.

Mahesa terpukul mundur jauh ketika menahan serangan Durna yang mengandung energi besar. Meskipun hanya beradu tenaga dalam dan serangan tersebut tidak mengenai tubuhnya, tapi dari sudut bibir Mahesa sudah mengalir darah segar.

"Sial, nampaknya hidupku harus berakhir sampai di sini saja!" Kembali Mahesa mengumpat dalam hati.

Belum sempat membuat nafasnya stabil, Durna kembali melesat memberi serangan. Mahesa hanya bisa mengandalkan pedangnya untuk membuat pertahanan. Dia hendak mengeluarkan perisainya, tapi faktor tenaga dalam yang menipis membuatnya mengurungkan niatnya.

Tanpa bergerak maju, Mahesa menunggu serangan Durna yang mengarah kepadanya dengan cepat.

"Selamat tinggal, Ranu!" ucap Mahesa memberi salam perpisahan. Dia menutup matanya karena sudah siap untuk berangkat ke alam baka.

Blaaaaar!

Ledakan besar pun tercipta. Debu tebal yang bercampur asap akibat benturan tenaga dalam besar membumbung menutupi pandangan.

Durna terpental balik ke belakang belasan langkah. Dia tidak percaya jika pemuda yang menjadi lawannya masih punya kekuatan untuk menahan serangannya.

"Tidak mungkin! Bagaimana bisa pemuda itu bisa menahan seranganku!"

Meskipun tidak mengalami luka akibat terpental ke belakang, tapi rasa terkejut nya yang membuat Durna blingsatan tidak karuan. Umpatan demi umpatan mengalir deras dari bibirnya

"Selamat tinggal gundulmu! Apa kau ingin mati dalam keadaan perjaka?"

Suara Ranu tiba-tiba terdengar di telinga Mahesa. Pemuda itu membuka matanya dan melihat Ranu yang terkekeh melihatnya.

"Apa aku sudah mati? Kenapa pandanganku sangat terbatas seperti ini? Apakah ini yang dinamakan alam kematian?"

"Kau belum mati, Buaya darat! Nanti saja kalau kau sudah kehilangan keperjakaanmu, silahkan meninggalkan alam ini," lanjut Ranu sambil terus terkekeh.

Plaaak!

Mahesa baru sadar kalau belum mati setelah Ranu menampar pipinya.

"Kenapa kau menamparku?" Mahesa mendengus kesal.

"Agar kau tahu kalau kau masih hidup!"

"Tapi kan tidak harus menamparku? Mencubit saja apa kau tidak bisa?"

"Memangnya aku cowok apaan harus mencubitmu? Jijik tahu!" jawab Ranu dengan gaya seperti banci.

Mahesa terkekeh melihat gaya Ranu yang tidak biasa itu. Meskipun tahu kalau Ranu sering bersikap konyol, tapi baru kali ini dia dibuat tertawa sampai memegang perutnya. Gara-gara sifat konyol Ranu itulah yang bahkan membuat mahesa sampai lupa, kalau dia hampir saja dijemput malaikat maut.

Durna terperangah tidak percaya melihat dua orang pemuda yang sedang berseteru, setelah asap dan debu yang menutupi pandangannya menghilang tersapu angin.

"Itu pemuda yang tadi di ... sana!" Durna menatap dengan pandangan tidak percaya setelah melihat ratusan jasad anggotanya mati mengenaskan. Bahkan ada jasad yang masih mengepulkan asap tebal seperti habis terbakar karena terlihat gosong.

"Carilah lawan yang sepadan denganmu, Paman!" Ranu mencibir Durna yang kembali melihat ke arahnya.

"Kau ...!" Durna tidak bisa menahan kegeramannya, "Aku sudah menduga kalau kau tidak mungkin berpindah begitu saja dari daratan Jawadwipa."

"Hehehe, setahuku membohongi manusia berwatak jahat sepertimu adalah sah-sah saja hukumnya. Dan ... Tampaknya perguruan ini juga harus dimusnahkan biar tidak menimbulkan penderitaan buat orang lain yang tidak bersalah," ejek Ranu.

"Kau harus membayar kesalahan yang telah kau lakukan!"

"Kesalahan? Hahaha...!" Ranu tertawa lepas, "Jadi kau merasa kalau kejahatan yang kau lakukan itu suatu kebenaran? Kau taruh di mana otakmu, di pantat?" Ranu menunjukkan pantatnya ke arah Durna dan lalu menepuknya.

"Bajingan tengik! kau mau mengguruiku tentang kebenaran? Kebenaran adalah diriku sendiri. Apa yang aku lakukan itulah kebenaran!" sahut Durna dengan intonasi tinggi. Matanya merah menandakan kemarahannya sudah berada di puncak.

Ranu tersenyum mengejek, "Dan Aku hanya melakukan tugasku memberantas orang-orang sepertimu dari muka bumi ini."

Ranu berbisik kepada Mahesa untuk menyelamatkan 7 gadis yang masih berada di penjara bawah tanah.

Durna terlihat sedikit bersikap waspada setelah Ranu berbisik kepada Mahesa.

"Tenang saja, kami tidak akan mengeroyokmu. Kita bertarung satu lawan satu!"

"Hahaha... Baiklah, setelah aku membunuhmu, temanmu itu akan menyusul kematianmu!"

Seusai berucap, Durna memasang kuda-kudanya dengan kokoh. Pedang besar di tangannya dia putar sekali dan kemudian ujung bilahnya menunjuk ke depan.

Durna yang tidak ingin pemuda itu menghampirinya lebih dahulu, akhirnya melesat memberi serangan dengan cepat.

Tiing!

Suara pedang dan tombak yang beradu terdengar begitu nyaring. Pedang besar Durna bahkan sampai bergetar akibat benturan yang terjadi. Gelombang besar yang tercipta akibat dua energi besar bahkan sampai menghempaskan segala benda di dekat mereka berdua.

"Kemampuanmu luar biasa, Pendekar muda. Layak sekali kalau kau bisa membunuh segitu banyak anggotaku!" ucap Durna sedikit terkejut melihat Ranu menghentikan serangannya tanpa kesulitan berarti, "Tunjukkan kekuatanmu yang sesungguhnya!"

"Aku sudah biasa mendapat pujian seperti itu, dan sebenarnya bukan aku yang luar biasa, tapi kemampuanmu saja yang buruk!" cibir Ranu.

"Bedebah, kau berani menghinaku!" Durna kembali melakukan serangan cepat.

Ranu menerima serangan Durna yang bertubi-tubi itu.Meski tidak terlalu menyulitkan, tapi ada beberapa serangan yang cukup merepotkan.

Durna melakukan gerakan yang begitu lincah, gerakan pedangnya bergerak gesit mengikuti alunan pergelangan tangannya. Ranu sulit menebak apa yang akan dilakukan lawannya tersebut.

Ranu sedikit kagum ketika melihat kaki Durna yang tidak menapak tanah. Entah karena tenaga dalamnya yang besar, atau karena teknik ilmu meringankan tubuhnya.

Dalam singkat, pertarungan mereka telah bertukar ratusan kali serangan, tapi sejauh ini belum terlihat tanda-tanda siapa yang akan menang dalam pertarungan ini. Ranu beberapa kali menebas dan menusukkan tombaknya, tapi gerakan Durna membuatnya kesulitan mengenai sasaran.

Bagi orang biasa atau pendekar sekelas awal tanding tahap menengah, tentu akan merasa kagum dengan pertarungan mereka yang begitu cepat dan hampir tidak terlihat mata. Yang terlihat hanya lesatan tubuh bergerak begitu liar saling menyerang.

"Pemuda ini masih sangat muda, tapi kemampuannya bisa mengimbangiku bahkan aku seperti bertarung dengan guruku sendiri," ucap Durna dalam hati. Dia kagum dengan kemampuan lawannya kali ini.

"Lebih baik kita hentikan pertarungan ini, Pendekar Muda. Kita tidak pernah ada masalah. Kau boleh memiliki tujuh gadis itu jika kau menginginkannya." Durna berusaha bernegosiasi dengan Ranu di jeda pertarungan mereka.

Ranu tersenyum mencibir, "Kenapa aku harus menurutimu?" Dia kembali menyerang dengan teknik yang lebih tinggi dari sebelumnya.

Durna sangat terkejut dengan serangan Ranu. Pertama kalinya dalam pertarungan kali ini dia harus menapak tanah untuk menghindari serangan tombak Ranu yang mengincar kepalanya. Namun naasnya, dia harus merelakan dadanya terkena tendangan yang begitu telak.

Ranu merasakan aura membunuh yang dikeluarkan Durna tertuju hanya kepada dirinya. Dan aura itu semakin lama semakin membesar.

"Aku akan membunuhmu!" teriak Durna.

Ranu hanya tersenyum mendengar ucapan Durna, "Kau tidak akan mampu, percayalah padaku!"

Durna tidak menghiraukan seruan Ranu yang seperti mengejeknya, dia kembali melesat memberi serangan dengan pedang besarnya. Kembali tombak dan pedang besar itu beradu dengan kuat.

Tanpa disadari Durna, akibat seringnya berbenturan dengan tombak Bayu Sutra, pedang di tangannya mengalami retakan panjang sebesar sehelai rambut.

Durna yang begitu percaya diri dengan pedang besarnya itu terus memberikan serangan bertubi-tubi ke tubuh Ranu.

Namun, Ranu bukanlah pendekar kemarin sore. Melawan Pendekar sekelas Durna tentu bukan menjadi masalah berarti sebenarnya, tapi dia ingin lebih dulu menciptakan teror kematian bagi Durna sebelum mencabut nyawanya.

Ranu memutar tombaknya berlawanan sehingga

terlepas lah kenop yang menyatukan dua tombak pendek itu.

Kini, dua tombak kecil sudah terpegang di kedua tangannya.

Durna melompat mundur. Dengan satu tombak saja dia

sudah kesulitan, apalagi melawan dua tombak, pikirnya.

"Ayolah, jangan bilang kau takut mati. buktikan ucapanmu tadi yang ingin membunuhku!"

"Baiklah, akan aku tunjukkan kekuatanku yang sebenarnya!"

Durna menancapkan ujung pedangnya ke tanah, kedua tangannya terkepal menjadi satu dan kemudian dia gerakkan ke atas.

Sesaat kemudian, Aura hitam yang berasal dari luar Perguruan Jiwa Darah nampak seperti terhisap ke dalam tubuhnya. Mata Durna berubah sepenuhnya menjadi berwarna hitam, dan tidak ada sedikitpun warna putih yang tersisa.

1
Elisabeth Ratna Susanti
like plus subscribe 👍
Was pray
ya jelas dicurigai kan kamu dan suropati jelas2 orang asing
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!