Wanita yang tidak percaya adanya hubungan dalam kata friendzone.
Apa itu friendzone? Apa gak aneh?
"Lo gak hadir sekali, gue bikin masalah."
-Nathan-
Alana tidak pernah menyangka.
diantara semua karakter diriku yang dia ketahui mungkin dia menyelipkan sedikit 'Rasa'.
aku tidak pernah tahu itu. aku cukup populer, tapi kepekaanku kurang.
dimataku, dia hanya sebatas teman kecil yang usil dan menyebalkan. aku tak pernah tahu justru dengan itulah dia mengungkapkan 'Rasa'.
pertemanan kami spesial.
bukan, lebih tepatnya, Friendzone dari sudut pandang 'Dia'.
#dont repost or plagiat this story ❗❗❗
jangan lupa komenn ^^
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Daisyazkzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
•Hasil•
Kabar buruk kedua.
Satu kesialan kembali menimpa Alana.
Tangan kanannya patah sempurna setelah dicurangi dalam perlombaan beladiri.
Anak sekelasnya yang bernama Kyren sang pelaku, salah satu teman dekat Shireen. Dia didiskualifikasi, dan membayar biaya pengobatan. Tapi bagi anak konglomerat sepertinya uang segitu bukan apa-apa.
Bahkan Alana kembali kehilangan harapan juara. Dan masa depan yang ia perkirakan semakin tidak jelas.
Entah kemana lagi ia akan melangkah.
Alana terpaksa menutup mata atas kejadian ini, ia melupakan semua. Bahkan gadis itu malah pergi sendirian ke tempat Olimpiade Nathan, menontonnya sebagai suporter sekalian menghibur diri.
Sementara Ola yang ikut lomba esai bisa mengikuti dengan baik. Sama dengan Bryan yang ikut lomba lompat tinggi, dia tangkas.
"Ya....gue gak apa-apa...semoga menang ya La." Telfon ditutup. Alana mendengus pendek, kembali melihat Aksi Nathan dibawah sana.
Tangannya patah, Alana agak kesusahan bergerak bebas.
Ada-ada aja hidup gue.
Dibawah sana Shireen bermain sangat bagus, dia jago. Bahkan Nathan malah kewalahan menghalau kok.
Pantes aja dari awal masuk udah bersinar.
Alana lagi-lagi berpikir masalah uang. Asal ada itu, semua bisa.
Tuing!
Tiba-tiba Nathan menatapnya dari jauh. Alana agak sedikit kaget.
Tapi gadis itu kali ini memberinya teriakan, "MENANGIN NATHAN!!!"
Detik berikutnya kata-kata ajaib dari Alana langsung bisa membuat Nathan nyengir lebar, gigi taring kecilnya terlihat.
Shireen ikut melirik sekilas, dari jauh Alana bisa melihat ekspresinya berubah.
Pertandingan ini terus berlanjut.
Sampai Alana dapat telfon dari Bu Yayun yang menyuruhnya kembali ke sekolah, Ia dicari-cari para guru karena hilang tiba-tiba.
***
"Ya tuhan! Seriously??"
Alana hanya mengangguk dengan senyuman.
Ola melangkahkan kakinya naik ke atas panggung disaksikan semua anak SMA, para guru dan Tamu-tamu spesial yang datang hari ini.
Penghargaan yang ia dapat sebagai pemenang lomba menulis esai. Suatu saat mungkin akan berguna untuk hobi menulisnya itu.
Alana ikut bertepuk tangan melihatnya, bangga.
Para juara bergantian naik ke atas panggung. Mereka diberi kesempatan bersalaman langsung dengan Claudia Rissa dan Agatha Christie.
Berkali-kali Ola mengucap syukur. Tangannya gemetar menyentuh telapak tangan lembut Claudia. Ia masih kagum mengetahui fakta bahwa wanita hebat ini adalah ibunda Nathan.
Semuanya berlangsung sangat cepat hari itu. Walaupun Alana agak kecewa, ia sama sekali tidak kesal.
Sementara Nathan masih ada di tempat Olimpiade badminton selama enam hari.
"Udah la? Ayo balik."
Bukannya langsung pulang, Ola malah jajan di kedai makanan Korea. Ia beli Tteokbokki dan es bingsu.
"Al, mau gak?"
Alana menggeleng, ia terlalu capek hari ini. Ingin cepat pulang.
Sambil menunggu, Alana duduk di salah satu kursi, gadis itu meletakkan kepala di meja.
"Alana?"
Dalam sekali hentakan, Alana langsung duduk tegak. Menatap seseorang di hadapannya yang tiba-tiba muncul.
"Tante, kok disini?"
Alana bertanya bingung. Bisa-bisanya orang seperti beliau malah ada di toko pinggir jalan.
Claudia Rissa tidak sendiri. Malah wanita di sampingnya terus-terusan menatap Alana.
"Ha-lo Bu Agatha...saya Alana...ngg.." Yang benar saja, duo ini membuat Alana tambah merinding merasakan aura kekayaan mereka.
Agatha berwajah datar dengan bentuk bibir sempurna. Tebakan Alana dia berusia sekitar tiga puluh lima lebih.
"Kamu yang namanya Alana?" Tanya Agatha, tersenyum ramah.
Alana mengangguk kaku.
"Dia cantik kan?" Claudia terkekeh melihat tatapan Agatha.
Entahlah, Agatha tak mengatakan apa-apa lagi. Dia hanya terus menatap Alana dalam-dalam.
Tapi mendadak hp nya berdering. Agatha membuka layar, tapi dia malah tidak mengangkat telfonnya.
Alana melirik ke bawah, kontak pemanggil itu dinamakan, 'Nala'.
"Alana, jangan lupa menyemangati Er. Oh, dan juga Eden menunggu kamu, sayang. Aku pamit dulu." Claudia tersenyum lagi menjabat tangan Alana.
Sebelumnya Ola sempat berpapasan dan menyapa duo itu.
Kenapa Tante datang cuma buat itu doang? Ada yang aneh. Kenapa Bu Agatha ngeliatin gue gitu banget? Ga enak.
Banyak banget sih akhir-akhir ini yang ganggu pikiran gue, nambah lagi deh.
"Al! Kapan-kapan kamu harus ajak aku kalo mau jagain Eden!" Ola antusias mendekat ke Alana.
"Iya.."
***
Jalanan sangat macet di sekitar.
Untungnya Mobil ini sudah dekat dengan tempat Olimpiade Nathan.
"Kak, masih lama ya?"
Alana tersenyum kecil.
Eden memaksa ingin ikut menjemput kakaknya, padahal dia baru sembuh dari demamnya.
Alana naik Mobil Listrik yang disetiri sopir pribadi Nathan, dia ditemani Eden. Claudia tidak bisa ikut karena sibuk.
Karena telat, Alana hanya melihat pengumuman Kemenangan Nathan di grup sekolah. Tidak jadi melihat penyerahan piala langsung disana.
Hp Nathan juga tidak bisa dihubungi. Padahal sebelum berangkat Alana berkali-kali mencoba menelfon.
"Eden, Kamu laper gak? Mau makan dulu sebelum ke tempat kakak Nathan?" Tanya Alana pada Eden yang bersandar lemah di lengannya. Bahaya kalau sampai dia demam lagi.
"Eden mau makan Mie.."
"Kata Mama Eden gak boleh makan mie. Eden makan Shabu aja ya?" Alana kebetulan melihat restoran jepang di dekat sana.
Si sopir memberhentikan mobil di depan gedung Olimpiade.
"Non, Saya tunggu di sini saja ya."
"Ikut aja pak. Soalnya saya gak bisa jagain Eden nanti di kerumunan orang, tangan saya cidera." Kata Alana.
Mereka istirahat sebentar di restoran sekaligus mengisi perut.
Alana memilih tempat duduk di samping dinding kaca besar.
Itu....Si Nala? Sama Bu Agatha? Kenapa? Dia siapanya? Kelihatan akrab banget.
Gadis itu malah salah fokus pada orang diluar sana, wajah yang ia kenal, Shireen.
Tapi si Pangeran mana?
Alana berdiri, perasaannya tidak enak.
"Pak, Tolong jaga Eden dulu. Saya keluar sebentar." Tukas Alana terburu pada si Pak sopir.
Pak sopir mengangguk setuju. Walaupun Eden Sedikit Kecewa ditinggal.
Alana berlari kecil mendekati gedung. Sangat ramai sampai harus berjalan hati-hati, gadis itu tidak sampai masuk, dia hanya berdiri di samping pintu utama.
Sampai panas matahari Mulai mereda, Alana belum bertemu Nathan.
Kemana sih dia? Bikin kepikiran. Awas aja Lo kalo keluar, gue-
Alana mendadak mendengar suara bisik-bisik dan satu dua kali suara jeritan perempuan.
"Apaan tuh?"
Pemandangan yang tidak asing.
Alana tertawa terbahak-bahak, kasihan sekali Nathan.
Dia terjebak di tengah para cewek-cewek, belum lagi mereka berbisik-bisik di belakangnya dengan suara keras, jelas mengomentari visualnya.
Bahkan yang lebih bikin Alana tak habis pikir, ada lima bocil yang menempeli Nathan seperti jamur kecil.
Ada yang sok kenal menggandeng jarinya, ada juga yang menarik-narik celana Nathan.
Disitu Nathan masih belum sadar keberadaan Alana yang memperhatikan dari jauh.
Tapi Alana bisa dengar para bocil itu mengoceh rusuh,
"Abang namanya siapa? Abang tadi yang menang kan?"
"Kakak ganteng, nikah yuk!"
"Kakak ganteng gendong aku!"
"Bang, bang! Abang orang luar negeri??"
"Bang, gimana biar ganteng kayak kamu?!"
"Kak! Ajarin aku main juga!"
Anjir.....ahahahahaah!! Kasian banget sih dia. Tolongin gak ya....wkwkw...
Alana tambah ngakak brutal. Mendengar pertanyaan membagongkan para bocil yang bahkan belum lancar ngomong.
Kocaknya lagi, bisa-bisanya ada geng cewek-cewek yang berani menghadang Nathan, sok akrab meminta nomornya.
Dan Nathan menjawab, "Gak ada HP."
Dengan ekspresi risih parah.
"Halo~Tuan mUdA~"
Susah payah Alana menyibak kerumunan, Akhirnya dia sampai di hadapan Nathan, tersenyum meledek sekaligus sedikit emosi.
Alana berdiri di samping Nathan sambil menatap cewek-cewek ini.
"Eh, udah ada yang punya Lho. Jangan ya~ "
Mereka berdecak lirih, lalu satu-persatu pergi meninggalkan Nathan.
Kecuali bocil-bocil.
Alana memegang lengan mereka.
"Adik-adik...Kakak Pangerannya harus pulang dulu. Dia capek. Kapan-kapan Main lagi ya!"
Alana membujuk dengan suara lembut, dan para bocil langsung setuju. Apalagi kakak cantik ini juga memberi mereka masing-masing permen.
"Alana, you are my savior."
Nathan tersenyum lebar seperti biasa. Bertepuk tangan.
Kali ini Alana hanya balas tertawa malu.
"Apaan. Lebay, Lo." Gadis itu tidak kesal, mungkin karena hati kecilnya sedikit merindukan sosok Nathan.
Nathan tiba-tiba menatap Alana.
"Lo tau gak gue menang?" Tanyanya curiga.
"Tau."
"Mana ucapan selamatnya?"
"Ha-ah." Alana mendengus.
"Nih."
Nathan terkesima.
Padahal ini sama sekali diluar prediksi, ia tidak pernah mengira seorang Alana sebegitu niatnya memberikan Door prize yang dibungkus manis.
"Kenapa Lo? Dunia nggak kiamat kok." Seloroh Alana cuek, gak peka. Sebenarnya dia agak malu.
Apalagi Nathan mesem-mesem seperti orang gila.
"Eh, kenapa Lo nggak angkat telfon gue Nat?" Alana baru ingat.
"Mmm...tadi..hp gue gak sengaja jatoh trus dipecahin Shireen."
"Keinjek." Jawab Nathan santai, matanya tak sabar melihat isi bungkusan yang diberi Alana.
Keinjek?
Alana hanya diam mendengar jawabannya. Yang pasti kalau ia jadi Nathan, mungkin Alana akan kesal karena hp itu kan harganya tak murah juga. Tapi tentu bagi Nathan mungkin tak seberapa.
'Grep!' Alana tersentak kaget. Tiba-tiba Nathan menggenggam kuat tangannya dan menjatuhkan kepala di bahu ramping Alana.
"Eh apasih? Jauh-jauh sana."
"So suit banget deh Alana gue ini...ngasih gantungan kunci versi Chibi kartun mukanya....utututu..." Nathan seenaknya menarik pipi Alana.
"Heh berani pegang-pegang?! Gasopan!!" Tangkis Alana risih.
"Disimpen ya! Jangan dipake buat melet."
"Iya honey, ini disimpen kok di brankas."
"Apa? Lo ngomong apa tadi?!"
"Hon-"
"Nggak. Gue cuma baca iklan teh di bis lewat tadi. Ada tulisan honey: madu." Nathan beralasan asal.
Sementara Alana juga percaya saja, malah dia jadi malu. Diam-diam Nathan terkekeh gemas.
Mereka berjalan menuju restoran tempat Eden menunggu tadi, untungnya anak itu tidak marah ditinggal cukup lama akibat ulah Nathan yang tak henti-hentinya mengusili Alana seperti nyamuk.
Setelah makan, Alana ikut diantar pulang dengan mobil Nathan. Kebetulan Claudia baru saja menyewakan rumah di komplek dekat apartemen Nathan tinggal.
"Tuan muda, saya mengantar Tuan muda Eden dulu ke dalam."
Nathan mengangguk singkat menyetujui pak sopir menggendong Adiknya yang sudah tertidur itu naik duluan.
Dia sendiri malah mendekati Alana.
"Kenapa lagi? Pulang sana. Capek kan?" Alana kebingungan menatap Nathan.
"Al, makasih ya."
Alana mengangguk kaku, bingung mengapa tiba-tiba sekali Nathan mengucapkan itu dengan wajah teduh, seolah dia ingin pergi.
"Maaf kalo selama ini gue selalu bikin Lo marah atau kesel. Gue pulang duluan ya!" Nathan tersenyum lagi, menatap kedua mata Alana sambil melambai berjalan menjauh.
Perasaan apa ini? Kenapa ekspresi wajahnya mengingatkan gue dengan nenek....
Alana balas melambai ringan, berdiri melihat sosok Nathan semakin menjauh. Lama-kelamaan menghilang di gelapnya malam.
Gadis itu mendengus lelah menyadari bahwa hari panjang ini akhirnya selesai.
Dia mulai melangkah menuju jalan pulang, berniat beristirahat untuk memulai hari esok.
***