Hidup di tengah-tengah para Pria yang super Possessive tidak membuat Soraya Aleysia Abigail Jonshon merasa Terkekang Ataupun diatur. Karena hanya dia satu-satunya perempuan yang hidup di keluarga itu, baik Ayah maupun kakak-kakaknya, mereka menjaganya dengan super ketat . Bagi mereka, Raya adalah anugrah Tuhan yang harus benar-benar dijaga, gadis itu peninggalan dari Bunda mereka yang telah lama meninggal setelah melahirkan sosok malaikat di tengah-tengah mereka saat ini.
Raya adalah sosok gadis jelmaan dari bundanya. Parasnya yang cantik dan mempesona persis seperti bundanya saat muda. Maka dari Itu baik Ayah maupun Kakak-kakaknya mereka selalu mengawasi Raya dimanapun Gadis itu berada. Secara tidak langsung mereka menjadi Bodyguard untuk adik mereka sendiri.
Penasaran sama kisahnya? kuylah langsung baca.....!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ana_nanresje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12_Jadi Pengganggu
Raya memutar bola matanya malas ketika Meli dan Hana tidak memberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan dari mereka. Kedua mahluk itu terus menyerbunya dengan pertanyaan-pertanyaan yang menurut Raya tidak masuk akal.
" Please. Bisa gak kalian berdua diem dulu? Gue bingung mau jawab pertanyaan kalian yang mana dulu!" Raya menutup kedua telinganya rapat. Telinganya panas dan gendang telinganya terasa ingin pecah mendengar Meli yang terus berteriak dan tidak bisa bicara dengan pelan.
" Stop! Stop! Stop!" Ucap Raya membekap mulut kedua sahabatnya itu " Diem. Jangan berisik lagi. Nanya nya satu satu okey!" Akhirnya Raya bisa bernafas lega saat Kedua sahabatnya itu menutup rapat mulutnya.
" Gue, gue duluan yang nanya!" Ucap Meli mengangkat tangannya " Tadi yang duduk di samping lo anak baru kan?"
" Atau dia temen Lo yang dari Australi terus ikut pindah kesini?" Timpal Hana.
" Emn, Apa jangan jangan dia cowok yang naksir lo?!"
" Serius Ray, dia cowok yang naksir lo?"
" Eh iya Namanya siapa Ray?"
" Iya Ray, Namanya siapa?"
" Ray. Ray. Kok diem sih? Katanya Bakal jawab nah ini malah diem. Raya!" Dengus Meli merajuk memanyunkan bibirnya.
" Tau. Gak asik ah Ray. Masa diem mulu!" Timpal Hans yang ikut merajuk.
Raya mendengus lalu mengambil minum pesanannya tadi " Kalian tuh ya punya telinga gak sih? Kan gue udah bilang nanya nya satu-satu jangan berebutan kaya tadi."
" Sorry," Cicit keduanya membuat Raya menghembuskan nafasnya panjang.
" Dia bukan anak baru," Ucap Raya menjawab pertanyaan Meli " Dia Key."
" Apa!" Teriak Meli tak percaya " Lo serius Ray?" Tanya lagi sambil mengusap mulutnya yang belepotan karena Minuman yang baru saja ia semburkan.
" Aw aw sakit sakit. Hana sakit!" Ringis Meli kesakitan karena rambutnya yang tiba-tiba di jambak Hana.
" Ehh udah udah. Kok malah Ribut!" Lerai Raya memisahkan keduanya.
" Tau nih anak, gue salah apa sih? Kok rambut gue di jambak Kan sakit!"
" Salah apa salah apa. Liat nih Basah semua muka gue!"
" Hehe. Maaf gue kan gak sengaja Han. Maaf ya," Ucapnya nyengir kuda sambil mengangkat kedua jarinya membentuk huruf V.
" Maaf maaf. Ihhh nyebelin tau gak!"
" Eh udah udah. Kok malah berantem lagi sih?!" Lerai Raya kembali saat Hana ingin kembali menjambak Meli " Kalo masih mau berantem gue tinggal nih."
Gertakan Raya berhasil membuat kedua sahabatnya itu terdiam dan menurut. Raya menyesap minumannya lalu menatap kedua sahabatnya yang terdiam yang menatapnya juga " Oke, semua pertanyaan kalian udah gue jawab kan. Dia bukan anak baru tapi Key. Key si pria kutu buku dan berkacamata bulat. Dia merubah penampilannya 180° dari Key yang dulu."
" Oh My God. Jadi dia bener bener key? Si kacamata bulat itu?" Raya mengangguk membenarkan pertanyaan Hana " Sumpah. Gue nggak nyangka kalo Key bisa seganteng itu. Ya tuhan meleleh hati ini bang liat wajahmu yang Super duper tampan itu!" Hana menoyor kepala Meli karena ucapannya yang Alay itu.
" Alah dulu aja di diemin. Sekarang aja di lirik. Dasar!" Sindir Raya membuat temannya yang satu itu mengerucutkan bibirnya.
" Ih apaan sih Ray. Lo tau sendiri kan kalo dulu Key itu susah buat di deketin mangkanya gue mundur. Nah kalo sekarang mah gue gak bakal mundur lagi!"
" Emang Key nya mau sama lo?" Tanya Hana.
" Mau lah. Gue kan cantik dan imut. Baik lagi! Iya kan, Iya kan?" Raya dan Hana hanya menganggukkan kepalanya membuat Meli senang. Tapi senyum di bibirnya menghilang seketika matanya menatap Raya yang sedang asik menikmati makanannya.
" Ray, jadi lo enak yah?!" Celtuk Meli membuat Raya memicingkan matanya.
" maksudnya?"
" Iya jadi Lo tuh Enak. Udah mah punya kakak yang ganteng-ganteng, sekarang juga duduk di dampingi Dua cowok ganteng enak banget sih jadi lo Ray!"
Raya kembali meminum minumannya terlebih dulu lalu menyingkirkan makanannya ke samping " Enak dari mananya sih Mel? Yang ada gue tuh pusing tau ngadepin cowok kaya mereka tuh."
" Pusing kenapa Ray? Bukannya enak ya duduk di kelilingi Cogan?"
" Gimana gak pusing Coba Han? Nggak Shaka gak Key Mereka berdua ngira kalo gue itu su....." Raya mengatup bibirnya yang hampir saja keceplosan karena Kekepoan Hana akan kedua Pria itu.
" Mereka berdua Apa?" Desak Meli kepo.
" Mmm Au Ah. Tar aja jelasinnya. Kepala gue pusing!" Ucap Raya final mengakhiri sesi tanya jawab mereka.
" Ayah!" Teriak Raya kencang membuat seisi rumah keluar karena teriakannya. Gadis itu menarik salah satu kursi lalu mendudukinya. Tangannya mengambil apel merah yang terdapat di atas meja.
Baru saja Raya ingin menggigit apel itu tapi dengan cepat tangan Kakaknya yang kedua menyambar dan merebut apel itu dari tangannya.
" Ka Randi. Sini balikin!" Pinta Raya yang berusaha merebut kembali Apel itu.
" No. Kamu jorok banget sih jadi Cewek, jangan di biasain cuci dulu Apelnya baru bisa di makan!" Randi berjalan menuju dapur yang bersebrangan dengan meja makan, mencuci buah itu lalu mengembalikan apel itu pada Adiknya.
" Cuci dulu apelnya. Jorok banget sih jadi cewek. Padahalkan buah-buahan yang ada di atas meja selalu bersih dan bi Yanti selalu mencucinya terlebih dahulu sebelum menyimpannya di sini. Dasar My Possesive Doctor!" Dumel Raya nyaris berbisik. Dia menerima kembali Apel yang di rebut Randi tadi lalu memakannya.
" Ada apa sih Ci kok teriak teriak?" Raya memutar bola matanya malas saat kakak tertuanya ikut bergabung bersama mereka.
" Ayah kemana? Kok aku gak liat?" Ketusnya dengan mulut yang masih mengunyah.
" Oh itu. Ayah pergi ke Thailand buat pertemuan kerja sama dengan Mr. Paul!" Tutur Rey
" Ck. Ka Rey itu gimana Sih? Kan kak Rey CEO nya ko Ayah sih yang menghadiri pertemuan itu?"
" Loh emangnya kenapa?" Tanya Rey mengangkat Alisnya setengah.
" Isss Au Ah pusing. Harusnya Kak Rey yang ada di sana bukan Ayah. Percuma dong kak Rey jadi CEO tapi kalo masalah seperti itu saja masih Ayah yang ngurusin!"
" Ci maksud kamu apa sih? Kamu ngeraguin kemampuan Ka Rey, gitu?!"
" Terus kalo ka Rey mampu kenapa meski Ayah yang harus pergi?"
" Karena Mr. Paul itu teman Ayah. Jadi ayah merasa nggak enak kalo harus Kakak yang pergi. Selain pertemuan kerja sama, ayah juga pergi untuk menghadiri Acara Aniv pernikahan Mr. Paul dan isterinya Amour!" Raya terdiam mendengar penuturan kakaknya itu.
Semenjak pergi ke Australia Ayahnya sampai sekarang belum kembali juga. Sudah berkali kali Raya berusaha menghubunginya tapi tidak bisa. Ia rindu sosok pria paruh baya itu, dia rindu bersandar pada pundak kokoh milik Ayahnya. Intinya dia sangat merindukan Ayahnya.
" Sugar kamu nggak apa-apa kan?" Raya menggelengkan kepalanya saat Randi menyentuh lembut surai hitam miliknya. Langit sudah terlihat gelap dan kini saatnya mereka untuk makan malam. Mata Raya beralih pada kursi utama yang kosong. Lagi, ia merindukan sosok Ayahnya.
" Makan amour. Maafin ka Rey ya, Kakak nggak bermaksud berkata seperti itu sama kamu." Sesal Rey mengusap lembut tangan adiknya. Rey merasa sangat bersalah karena berkata seperti itu pada Adiknya. Rey tahu jika adiknya belum terbiasa di tinggal ayah mereka.
" Hem. Aku Nggak apa-apa." Jawab Raya tersenyum tipis .
" Yaudah kalo gitu di makan makanannya, kalo nanti kamu sakit pasti kita yang kena omel ayah. Kamu tau kan kalo ayah marah kaya gimana?"
Raya tersenyum sembari menganggukkan kepalanya lalu memakan makanan yang sudah diambilkan Rey. Rey dan Randi tersenyum saat melihat adiknya tak semurung tadi. Sepertinya mereka harus melakukan sesuatu agar adiknya tidak terlihat sedih lagi.
Raya mengesah pelan tangannya menarik selimut sebatas pinggangnya. Rasa kantuk mulai menghampirinya Handphone yang sedari tadi ia mainkan ia simpan di atas nakas samping ranjangnya. Baru saja Raya ingin mematikan lampu tiba-tiba saja deringan Hanphone mengurungkan niatnya.
Tangannya segera menyambar handphone-nya yang terus berdering, Raya membetulkan posisi duduknya menjadi bersandar pada kepala ranjang. Keningnya mengerut saat mendapati nomor yang tak di kenal olehnya. Karena deringan ponselnya yang berisik membuat Raya tidak ragu untuk segera menggeser tombol hijau di layar Handphonenya itu.
" Halo. Maaf ini siapa ya?" Ucap Raya to the point tanpa basa basi.
" Malam,"
" Malam. Maaf ini siapa ya?" Tanya Raya lagi.
" Masa nggak tau."
" Maaf. Anda salah Sambung!" Final Raya karena tidak kunjung mendapatkan jawaban dari pertanyaan-nya.
" Tunggu," Cegah suara di ujung sana. Raya menahan tangannya yang ingin menekan tombol merah di layar Handphonenya itu.
" Apa lagi, udah dibilang salah sambung juga."
" Masa Lo nggak inget gue?"
" Inget? Mana gue inget kenal juga nggak." Raya terlihat kesal terbukti dari nada suaranya yang mulai meninggi.
" Seriusan? Masa iya lupa sama orang yang lo khawatirin?" Ucapnya lagi dengan nada menggoda.
Raya mengerutkan alisnya pikirannya melayang dan berkelana, entah kenapa ia ingat dengan kejadian di kampus tadi pagi " Key? Lo... Lo Key kan?!" Seru Raya tidak percaya. Terdengar gelak tawa di ujung sana sehingga membuat Raya mendengus tidak suka.
" Akhirnya inget juga," Masih terdengar kekehan darinya
" Tunggu dari mana Lo dapetin nomor gue? Dan ada keperluan apa Lo nelpon gue malam-malam gini?"
" Nggak penting gue dapetin nomor dari mana. Dan alasan gue nelpon Lo ya pengen aja. Biar lo juga nggak cemas dan nyariin gue lagi kaya kemarin. "
" Dan mulai sekarang gue nggak akan cemas dan peduli lagi sama lo Key!" Tutt Raya memutuskan secara sepihak. Terlihat gadis itu mengumpat dan mendumel tidak jelas dengan perubahan sikap Key.
Raya kembali menyimpan handphonenya, baru saja dia ingin pergi ke dunia mimpinya deringan ponselnya yang cukup keras kembali membuatnya terbangun.
" Ada apa lagi? Gue udah bilang gue nggak mau peduli lagi sama lo!" Teriak Raya kesal meluapkan emosinya.
" Ray Lo nggak apa-apa?" Panik suara di sebrang sana.
Raya membulatkan matanya sempurna saat mendengar suara yang berbeda dari seberang sana.
Raya melihat layar Ponselnya itu melihat nama si pemilik nomor itu. Nomor baru. Raya kembali mengerutkan keningnya mengutak atik Handphone-nya sebentar untuk melihat Log panggilan. Astaga Raya menepuk pelan keningnya saat melihat nomor itu berbeda dengan milik Key dan sudah di pastikan jika itu bukanlah Key. Jelas bukan suaranya saja berbeda.
" Halo? Ray Raya!"
" Halo. Iya ada apa? Maaf ini siapa ya?"
"Gue cowok yang selalu duduk di samping lo. Cowok yang selalu memperhatikan lo, dan gue cowok yang diam-diam menyimpan ras...."
" Key. Lo key kan? Aiss. Nggak usah kepedean, berapa kali gue harus bilang kalo gue nggak suka...."
" Gue Shaka. Bukan Key!" Raya tersentak kaget saat Shaka berteriak sehingga membuat gendang telinganya terasa sakit akan teriakannya itu.
" Sha-Shaka. Ini serius lo? Lo bukan Key kan?" Tanya Raya memastikan.
" Jadi lo ngarep yang nelpon Lo sekarang itu dia? Gue Shaka bukan cowok kutu buku itu!" Dari suaranya terdengar jika Shaka sedang menahan amarahnya.
" Buat apa gue ngarepin Key nelpon gue, orang dia barusan udah nelpon kok!" Ucapnya membatin " Gue cuma mastiin, lagian siapa juga yang ngarepin Key nelpon gue."
" Terus kenapa dari tadi lo nyangka gue itu dia?"
" Kan lo sendiri yang bilang ' gue yang duduk di samping lo, yang tiap hari...."
"Yang duduk di samping lo bukan dia doang Ray, gue juga duduk d samping lo! Jadi selama ini lo nggak pernah nganggep gue ada gitu? Key, Key, Key. Di otak kecil Lo itu cuma ada dia doang huh?"
" Nggak usah ngeledek, emang kenapa gitu kalo otak gue kecil? Udahlah gue ngantuk mau tidur. Telinga gue juga sakit denger suara Lo yang teriak teriak."
" Sorry, tolong jangan matiin dulu telponnya." Pinta Shaka di ujung sana.
Raya mengesah pelan " ada keperluan apa Lo nelpon gue?" Tanya Raya pelan.
" Cuma mau mastiin Lo udah tidur apa belum,"
" Ck. Dasar tuan ice. Harusnya gue udah merajut mimpi, tapi berhubung Lo nelpon gue mangkanya gue sampe sekarang belum tidur."
" Yaudah gue tutup telpon nya sekarang, Lo langsung tidur ya semoga mimpi indah Ray."
" Lo juga, selamat malam."
" Selamat malam."
Tutt. Raya menghembuskan nafasnya panjang setelah sambungan telpon itu berakhir. Dan demi apapun kini rasa kantuk benar benar menghampirinya. Baru saja terlelap deringan ponselnya yang nyaring kembali membangunkannya dari Dunia mimpinya
" Apa lagi? Tadi lo nyuruh gue tidur sekarang malah nelpon gue lagi, terus kapan tidurnya gue?"
" Kapan gue nyuruh lo tidur?" Mata Raya yang terpejam membulat sempurna saat mendengar suara si pemilik nomor tak bernama itu. Astaga. Dia bukan Shaka.
" Halo Ray. lo masih di sana bukan?"
" Ya gue masih dini? Kenapa lagi Key?" Tanya Raya sedikit ragu merafalkan nama itu. Dia takut jika yang menelponnya saat ini Shaka dan pria itu kembali berteriak karena tidak terima menyerukan nama keramat itu.
" Dari tadi loh gue telponin Lo tapi nomornya sibuk terus, lagi telponan sama siapa?"
" Nggak mungkin gue bilang baru telponan sama Shaka!" Batinya " Habis telponan sama teman gue. Oh iya ada keperluan apa lagi Lo nelpon gue?"
" Gue cuma mau bilang selamat malam dan semoga mimpi indah. Udah itu aja." Mulut Raya menganga tak percaya dengan perkataan key. Perkataan key persis seperti apa yang di katakan Shaka padanya.
" Ray. Hallo!"
" Mm iya key. Selamat malam untuk lo juga semoga mimpi indah!" Tuttt kembali Raya memutuskan secara sepihak tanpa menunggu balasan dari seberang sana. Gadis itu mengacak rambutnya frustasi banyak pertanyaan yang langsung bersarang pada benaknya mengenai perubahan dua mahluk ice itu. Tidak Raya kembali menggusar rambutnya lalu menutup tubuhnya dengan selimut sebelum dia benar benar memasuki dunia mimpinya dia mematikan handphonenya terlebih dahulu takut takut jika kedua pria itu kembali menghubunginya.