Zone

Zone

•Bintang Alana Swissa•

Oy, gue lagi piket! Mata lu ambeien apa gimana?! Bukannya bantuin malah diinjek seenak jidat!"

"Misi kanjeng putri~"

"Banyak omong lo, direktur Lo?? Muka Lo berdebu ni kaya jendela!!"

Bintang Alana swissa. Dia yang paling gencar marah-marah kalau soal kebersihan.

Siapa yang tidak kenal anak itu? Cewek cantik dengan tinggi badan 170 cm dari klub beladiri, cuek dan populer satu sekolah.

Soal kebersihan, Alana nomor satu.

"Keluar gak? Ambilin air baru Sono!" Sekali lagi Alana menunjuk-nunjuk kaki 'Dia' yang masih menginjak lantai.

Baru di pel, lantainya belum kering sempurna.

"Heh kuping Lo conge? Ambil cepet, mau gue suciin Lo do#!@!?"

"Hmm~mau dong. Sini maju kalo berani tuan putri?" Cowok itu tersenyum lebar memamerkan pesona baru, rambutnya baru dipangkas kemarin.

"Cica, rambut gue keren ga?"

Erlangga Braven Jonathan, wajahnya itu hiasan di sekolah. Berkali-kali menjadi model brosur sekolah, sering dapat tawaran menjadi model atau bahkan tawaran ikut trainee idol di Korea.

Tubuh tinggi 185 cm dengan anugerah spesial dari tuhan, Erlangga memiliki darah campuran.

"Bilang keren kalo gak gue injek ni lantai pake sendal gue bekas nginjek tai kucing!" Ancam Nathan, nyengir.

"Gila Lo! Ampe Lu injek kaki lu gua belah dua!!" Alana tambah tantrum, mengancam dengan tongkat pel di tangannya.

Gadis itu berancang-ancang siapa tahu Nathan benar-benar menginjak lantai dengan sepatu laknat itu.

"Iya deh, enggak. Galak amat sih, cuma nanya doang kok." Cibir Nathan enteng sambil menarik kakinya.

Alana tetap menyeringai galak. Akhir-akhir ini entah kenapa Nathan jadi lebih sering mengganggunya, padahal dulu tak separah ini.

Mereka berdua adalah teman SD yang cukup dekat, tapi sempat terpisah karena waktu itu Nathan harus pindah ke luar negeri mengikuti orang tuanya yang punya pekerjaan disana, pertemuan mereka kedua kalinya saat Alana tepat menginjak usia lima belas tahun.

Sampai sekarang, Nathan tetap seperti dulu, tapi ada kejanggalan yang sedikit mengganggu Alana.

"Ah, gue mau cepet pulang! Adek gue nunggu di rumah, kasian!!"

Alana berteriak kesal melihat Nathan masih saja memandanginya dari pintu kelas, sengaja benar sekali dua kali mendekatkan tapak sepatunya ke lantai kinclong yang baru ia pel.

"Eh Alana!!"

Gadis itu menepuk pundaknya kencang-kencang. Ini Ola, teman dekat Alana yang berpostur Yakult, penggila novel bergenre romantis.

Ola menunjukkan novel di hp nya, "nih, novelnya bagus bangett!! Sumpah aku suka banget sama MC disini, mereka itu Friendzone!!"

Demi melihat Ola yang excited parah, Alana melihat sekilas.

"Oh, ini baru Lo baca ya?"

Ola mengangguk kencang.

"Iya! Aku paling suka baca novel yang ada Friendzone gini!!"

Friendzone.

Gue gak pernah percaya itu. Aneh kan kalo seandainya kita naksir sahabat sendiri, ngebayanginnya aja gue kejang-kejang.

Alana terkekeh pelan.

"Emang gituan ada ya La? Gue sih ga nganggep serius yang kaya gitu."

Ola tetap ngotot menjelaskan kalau itu semua bisa saja terjadi, malah sangat mungkin.

Dia tipe orang yang selalu berpikir positif sekaligus polos dalam masalah pertemanan.

Penampilan Ola cukup menarik karena wajahnya yang kecil dan imut, tapi sampai sekarang dia masih belum punya siapa-siapa, setia mati sama biasnya.

"Gue percaya ko," tiba-tiba Nathan menimpali. Tersenyum tipis.

Alana masa bodoh soal itu, toh ia sebenarnya tak tertarik kalau saja bukan Ola, teman baiknya yang bercerita.

Piket hari ini hampir selesai, tinggal menumpuk kursi diatas meja-meja.

"La, bisa bantuin gue ga? Berat, sebenarnya pengen gue tendang aja tapi takut bolong."

Sial sekali, meja guru yang letaknya miring itu susah banget diangkat.

"Yo, satu-dua-tiga!"

Gagal, meja itu terlalu berat. Mencoba berapa kali pun percuma.

Nathan menertawai dari pintu.

"Ggrhh... daripada Lo ketawa-ketiwi gitu mending bantuin angkat dah ni!" Geram Alana.

Nathan tersenyum, "kan kata Lo gue gak boleh injek lantainya."

"Ah, gatau deh! Yaudah masuk sini!!"

Nathan tersenyum puas, merasa menang. "Liat ya cara gue angkatnya."

Dengan satu tarikan nafas, Nathan berhasil menggeser meja itu dalam sekejap. Dia tertawa tak habis pikir.

"Ha-ha, apaan sih kalian? Cuma gini doang. Berat? No~"

Cowok itu menggeleng sambil mendekat ke arah Alana.

"Girl, you are so weak." Bisiknya tepat di depan telinga Alana hingga nafasnya terasa hangat.

Alana menggeliat jijik.

"Apa? Jauh-jauh Sono." Gadis itu menggoyangkan tangannya.

Ola malah tertawa cekikikan.

Mereka lucu banget ih.

Alana tersenyum. Akhirnya piket hari ini selesai dengan sempurna. Lantai kelihatan sangat mengkilap, sepertinya lalat yang masuk pun bisa terpleset.

Gadis itu selalu begitu.

Entah dia mengidap OCD atau apalah, tapi Alana pasti tegas dengan kebersihan.

Tiba-tiba hp Alana berdering.

"Eh, ibunya Raven?"

Telepon kali ini sangat penting, berhubungan dengan kerja sampingan Alana.

Sejak kecil dia hidup bertiga dengan adik laki-laki dan neneknya, setelah nenek meninggal, Alana terpaksa bekerja mencari penghasilan untuk kebutuhan mereka.

Nathan yang mendengar nama 'Raven' langsung berhenti.

Ola ikutan menatapnya.

Entah telfon dari siapa, raut wajah Alana mendadak berubah suram. Sesekali dia mengangguk dan meminta maaf.

"Ah iya....saya masih tak percaya mendengarnya... iya Bu. Iya.. mungkin saya juga bersalah.." suara Alana perlahan semakin serak.

Beberapa menit kemudian, telfon ditutup.

Tanpa menoleh kepada Nathan dan Ola yang menatap penasaran, Alana tetap berjalan keluar kelas dengan wajah tertunduk.

"Dia kenapa ya?"

"Ada yang salah."

...***...

Namaku Alana.

Aku terlahir miskin tanpa orang tua, aku bahkan lupa wajah mereka.

Selama ini aku dirawat oleh nenek, begitu dia pergi, aku mulai merasakan pahitnya kehidupan.

Adikku harus sekolah, dan kami harus makan untuk tetap hidup. Mau tidak mau, aku harus bekerja dari usia SMP. Itu tidak mudah, aku menerima cacian, intimidasi, dan penderitaan lain.

Tapi, nenek sudah memperjuangkan kehidupan kami. Dan aku yang melanjutkan tanpa mengeluh sepertinya. Aku membenci ibu, entah dimana dia berada, aku tidak pernah menganggapnya sebagai orang tuaku.

Seandainya suatu saat nanti dia muncul di depanku, aku tidak akan pernah menganggapnya. Dia tidak membesarkan kami, jadi dia bukan ibu kami kan?

Untungnya, aku punya skill mengajar yang baik. Aku dipekerjakan oleh ibu rumah tangga teman SMP ku dulu, namanya Raven.

Dia bodoh, tapi baik hati. Dia sangat populer dan sama-sama belajar judo denganku saat hari libur.

Tapi hari ini juga, aku mendengar kabar buruk. Ibunya menelfonku dan menceritakan kalau putranya minum alkohol.

Itu pukulan telak bagi keluarga mereka. Jadi untuk sementara aku diberhentikan. Dan aku jadi menganggur lagi.

Entahlah, hidupku akan berakhir seperti apa. Kuharap tuhan masih mengasihani kami.

-Alana, In my story heart-

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!