DICARI DENGAN SEGERA
Asisten pribadi.
• Perempuan usia max 27 tahun.
• Pendidikan terakhir min S1.
• Mampu berkomunikasi dengan baik dan bernegosiasi.
• Penampilan tidak diutamakan yang penting bersih dan rapi. (Lebih bagus jika berkaca mata, tidak banyak senyum, dan tidak cerewet.)
Kejadian itu satu setengah tahun lalu, saat dia benar-benar membutuhkan uang, jadi dia melamar pekerjaan tersebut. Namun setelah dia di terima itu adalah penyesalan untuknya, sebab pekerjaanya sebagai asisten pribadi benar-benar di luar nalar.
Bosnya yang tampan dan sangat di gemari banyak wanita itu selalu menyusahkannya dalam hal pekerjaan.
Dan pekerjaannya selain menyiapkan segala kebutuhan pribadi bosnya, Jessy juga bertugas menyingkirkan wanita yang sudah bosan dia kencaninya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengikuti Permainan
Jessy berpegangan pada pegangan tangga saat merasa tubuhnya mulai lemas, dan saat melihat dia baru menaiki lantai dua puluh, Jessy tak bisa tak mengumpat.
"Bos brengsek, hah hah.." nafasnya bahkan terengah, karena lelah. Dia bahkan harus melepas sepatunya karena tumitnya mulai sakit.
Ini ketiga kalinya dia harus naik turun tangga karena mengikuti perintah Chris untuk melakukan segala hal tak masuk akal. Dan seperti perintahnya dia tak boleh sama sekali naik lift dan hanya boleh menggunakan tangga.
Sialan memang!
Ini baru satu hari. Bagaimana dia bisa melakukannya dalam satu minggu ke depan.
Saat tiba di lantai 28, Jessy mendudukan dirinya dahulu di depan pintu tangga sebelum benar-benar keluar dengan kotak makanan yang Chris pesan.
Setelah dua kali sebelumnya pria itu memintanya turun ke lantai satu untuk mengambil berkas yang harusnya karyawan yang membawanya kepada Chris. Tapi kali ini Jessy harus mengambilnya sendiri atas perintah Chris. Lalu sekarang pria itu memintanya membeli makan siang dari restoran yang jaraknya lumayan jauh dari kantor, lalu dengan menaiki tangga dia harus tiba dalam sepuluh menit. Padahal jelas- jelas pria itu memiliki koki sendiri untuk menyiapkan makan untuknya.
Benar- benar penyiksaan.
Jessy mengenakan sepatunya lalu membuka pintu tangga darurat dan keluar untuk segera mencapai ruangan Chris.
Baru saja mencapai pintu ruangan Chris, Jessy justru menghentikan langkahnya saat mendengar suara- suara di dalamnya.
"Kau benar-benar mengerjainya?" itu suara Charles.
"Kau terlalu kejam Chris." Dia seperti kasihan, padahal nada bicaranya sangat meremehkan.
"Charles benar, kau tak seharusnya mempermainkan, dia. Bagaimana pun dia Asistenmu." Jordy sama saja.
Mereka di dalam sana sedang mengejeknya.
"Biarkan saja. Dia pantas mendapatkannya. Wanita jelek itu menyakiti harga diriku."
"Aku rasa dia hanya jual mahal, Chris."
"Cobalah lebih lembut sekali lagi."
"Lagipula siapa yang mampu menolak pesonamu."
"Jangan panggil aku Chris jika tidak bisa menaklukannya."
Brak!
Tak tahan lagi dengan ucapan mereka, Jessy mendorong pintu dengan kasar, hingga ketiga orang itu terdiam dengan wajah yang nampak tegang. Namun tidak begitu dengan Chris. Pria itu kembali menampakan wajahnya acuh tak acuh, seolah tak peduli dengan ucapannya yang baru saja menyakitinya.
"Maaf, aku tidak sengaja mendorong pintu terlalu keras," ucap Jessi dengan wajah meringis. Dalam hati dia ingin menghajar ketiga pria itu. Tapi dia tak boleh menjadi bodoh karena mengikuti hawa nafsunya.
"Oh, tidak masalah, Jess. Lagi pula kami juga akan segera pergi." Jordy dan Charles segera berdiri dari duduknya dan pergi dari sana.
Tatapan Jessy jatuh pada Chris.
Kau ingin aku takluk padamu bukan? Baiklah.
Suara hati Jessy bergumam.
"Pesanan anda, Tuan." Jessy menyerahkan kotak makanan Chris di atas meja.
Chris membukanya sedikit. "Sudah dingin, aku ingin yang baru."
Jessy menunduk. Sialan memang. Sejak awal niat Chris hanya mengerjainya, dia bahkan tak menginginkan makanan itu sama sekali. "Saya bisa belikan yang masih hangat. Tapi tolong jangan biarkan saya menaiki tangga, Tuan." Jessy membuat wajah seimut mungkin agar Chris merasa kasihan padanya.
Sabar Jessy ... .
"Anda lihat tumit saya jadi merah dan lecet. Bisakah anda mencabut hukuman saya?" Jessy memperlihatkan kakinya dan bahkan melepaskan sepatunya, hingga saat celana panjangnya dia angkat tinggi kaki putihnya nampak di depan Chris.
Chris mengerjapkan matanya saat melihat kaki putih mulus itu terpampang di matanya. Kaki Jessy nampak mungil bahkan mungkin setara telapak tangannya. Dan benar dia melihat tumit Jessy memerah.
Chris memalingkan wajahnya. "Sudah menyadari kesalahanmu?"
"Ya, saya tidak berani melawan lagi." Jessy berucap penuh penyesalan, padahal dalam hati dia tak berhenti mengutuk pria itu.
Chris mengangguk. "Baiklah. Kamu bisa membawa ini dan pergi." tunjuknya pada makanan yang baru saja Jessy bawa.
Jessy mengangguk. "Saya permisi, Tuan."
Jessy akan pergi, namun merasakan kakinya bergetar, dia hampir terjatuh, andai Chris tak segera menopangnya.
Pandangan keduanya beradu, dengan Chris yang menatap mata bulat Jessy di balik kaca mata tebal dan besarnya.
"Maaf, Tuan. kakiku lemas karena terlalu banyak berjalan." Jessy berpegangan pada dada Chris agar bisa kembali berdiri. Dia bahkan sengaja meremas dada kekar pria itu.
Chris menelan ludahnya kasar saat merasakan remasan di dadanya, dia bahkan merasakan kuku- kuku Jessy menggelitik disana, meski terhalang pakaian yang dia kenakan.
"Maaf, Tuan." Jessy kembali berdiri dan melepas tanganya dengan cepat, bertingkah seolah dia tak sengaja menyentuh bagian dada Chris.
"Duduklah dulu," titah Chris.
Jessy mengeryit, namun tak urung juga dia mendudukan dirinya di sofa.
Chris meletakkan kotak obat di atas meja. "Naikan kakimu!"
Namun Jessy justru mengkerut. "Aku bisa melakukannya sendiri, Tuan."
Chris berdecak. "Bukankah kau tidak akan melawan lagi?"
Jessy menunduk dan membiarkan Chris menaikan kakinya, dan menyimpannya di pahanya untuk dia obati.
Sepanjang Chris mengobati lukanya, Jessy terus memperhatikan pria itu yang nampak telaten mengobatinya.
Chris menggenggam kaki Jessy yang benar-benar hanya sebesar telapak tangannya, dia bahkan bisa menggenggam sepenuhnya, sepanjang dia mengobati luka memerah dan memar di kaki Jessy, Chris berusaha keras menahan dirinya. Telapak tangannya yang menggenggam kaki Jessy terasa basah karena keringat sebab merasakan lembutnya permukaan kaki tersebut.
Chris berdehem. "Sudah selesai, kau boleh kembali."
Jessy menganguk lalu keluar dari ruangan Chris dengan langkah pelannya. Saat tiba di ruangannya Jessy kembali memasang wajah geram. Pipinya yang putih bahkan memerah saking kesalnya.
"Kau mau bermain? Baik. Akan aku perlihatkan bagaimana aku juga bisa bermain." Jessy mengepalkan tangannya. "Akan aku buktikan, kalau aku bisa membuatmu takluk dengan wajah jelekku ini."
Mulai sekarang Jessy akan ikuti permainan Chris. Biarkan pria itu mendekatinya, lalu siapa yang akan tergoda siapa, dia akan melihatnya nanti. Yang jelas Jessy tidak akan pernah memperpanjang kontraknya, meski pria itu benar-benar bisa membuatnya jatuh hati.
Jessy mengingat lagi ucapan pria itu semalam, hatinya tidak akan memaafkan Chris.
Di ruangannya Chris melihat telapak tangannya yang tadi menggenggam kaki Jessy.
Sial, itu terasa lembut.
Dalam benak Chris justru terlintas, bagaimana jika dia menggoda Jessy dengan memasukan jari- jari mungil itu ke dalam mulutnya, mengulumnya lembut satu persatu. Sudah pasti gadis itu akan menggeliat geli, dan menampakan wajah merah siap untuk dia terkam.
Chris menatap bagian bawah tubuhnya.
Dia menegang!
Bagaimana bisa dia membayangkan wajah berkaca mata itu nampak seksi saat dia menggodanya.
Shit! Chris bangkit dari duduknya menuju kamar mandi.
Ini berbahaya, baru memegang kakinya saja Chris sudah membayangkan yang tidak- tidak, bagaimana jika dia melihat wajah di balik kaca mata itu.
Jelas dia tahu, sebab tempo hari pernah melihat Jessy melepas kaca matanya, tapi dia belum melihat dengan jelas secara keseluruhan bagaimana rupa gadis itu.
Dan juga ... kakinya saja sudah lembut, bagaimana permukaan tubuhnya yang lain?
Sialan, Chris. Kau tidak boleh kalah. Tidak ada sejarahnya seorang Chris Leonard Zian takluk pada wanita.
sakit fisik ngga sepadan sama sakit psikis...
ayoo...tanggung jawab kamu sama Jessy...