"Patuhilah semua peraturan, hanya enam bulan, setelah itu kau bebas melakukan apapun."
"Nona, terimalah. Setidaknya Anda bisa sedikit berguna untuk keluarga, Anda."
Ariel dipaksa menikah dengan Tuan Muda yang selama bertahun-tahun menghabiskan waktunya di kursi roda. Enam bulan, inilah pernikahan yang sudah terencana.
Hingga waktunya tiba, Ariel benar-benar pergi dari kehidupan Tuan Muda Alfred.
Di masa depan, Ariel kembali dengan karakter yang berbeda.
"Kau, masih istriku, kan!"
"Tuan, maaf. Sepertinya Anda salah mengenali orang!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon acih Ningsih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10. Hari Pertama, Sudah Membuat Kesalahan
“Kamu yakin baik-baik saja, nak! Jika ada yang kamu ragukan, jangan kembali ketempat itu. Tetaplah disini bersamaku, aku akan melakukan apapun untuk melindungi mu jika orang-orang kaya itu berbuat buruk.”
Ayah Ariel yang sangat mencemaskan anaknya, spontan mengucapkan ini. Bukan tanpa alasan, Yuran melihat dengan mata kepalanya sendiri seperti apa lelaki yang menikahi anaknya.
Dingin, angkuh dan terlihat kejam. Tidak ada kasih sayang sedikitpun yang terpancar di wajahnya. Lelaki itu juga sangat sombong, bahkan pada ayah mertuanya sendiri dia tidak menyapa, sekedar untuk menanyakan kabar atau mengucapkan selamat datang.
Ariel mengulas senyum,”Ayah, aku sudah bilang untuk tidak mengkhawatirkan apapun. Aku sudah mengambil keputusan ini jadi aku tahu apa yang harus aku lakukan, aku hanya memintamu untuk banyak beristirahat, dan ayah tidak perlu lagi pergi ke perkebunan teh. Tetaplah di rumah bersama, Yummi.”
“Ayah percaya padamu, jika kamu mempunyai waktu luang datanglah berkunjung untuk menengok ayah dan kakakmu di sini.”
“Ya, itu pasti akan aku lakukan. Sekarang, aku pergi dulu.” Pamit Ariel.
..
Gadis ini menuju kastil seorang diri karena sopir sudah tidak lagi menjemputnya. Ariel harus menempuh perjalanan sekitar satu jam lamanya dengan menggunakan sepeda manual. Kakinya gesit mengayun pedal, tapi hati dan pikirannya tidak karuan. Ariel galau gelisah dan takut untuk kembali ke kastil Alfred
Takut! Apa yang kamu takutkan, Ariel! Jangan jadi pengecut!
Tenanglah! hanya cukup patuh pada lelaki itu, setelah itu kau bisa bebas.
…..
“Selamat datang Nona, senang Anda kembali dengan selamat! Maafkan, sopir tidak bisa menjemput Anda, karena ada keperluan di luar.” Bibi Imel menyambut kedatangan Ariel. Dia sudah menunggu sejak beberapa menit lalu.
“Terima kasih, bibi. Tidak apa, aku bisa kembali sendiri.”
Ariel memarkirkan sepedanya. Sebelum masuk dia mempertahankan keberadaan Alfred.
“Tuan muda, pergi bersama Arthur.” Kata Bibi Imel, “Setiap malam minggu, tuan muda mengunjungi tabib,” tambah Bibi Imel, menjelaskan sebelum Ariel bertanya lebih.
Oke….awalan yang bagus, aku jadi tau jika dia tidak ada di rumah jika malam minggu….
“Mari Nona, saya antar Anda ke kamar.”
“Kamar!”
Kamar kami terpisah, kan….
“Kamar Anda, ada di lantai bawah sebelah kiri dan tidak satu kamar dengan tuan Alfred."
*Aaah terpisah, syukurlah! Tidak mungkin juga jika kami satu kamar, dia terlihat sangat jijik padaku, dengan melihatku saja*.
…
Kamar sempit, pengap, hanya ada jendela kecil yang menjadi ventilasi, kasur single yang hanya muat satu orang lengkap dengan seprai yang lusuh tanpa ada ranjang atau dipan yang menjadi penopang kasur tipis diruangan itu.
Ariel menarik nafas panjang, “Huuuf…setidaknya ini lebih baik daripada aku tidur diluar.”
Gadis ini mulai merapikan pakaiannya yang hanya beberapa lembar kedalam lemari kecil di sudut ruangan. Tidak perlu membawa barang banyak-banyak, kan! Karena dia tidak akan lama tinggal di sana.
.....
Hari semakin larut, Ariel menghabiskan waktunya di dalam kamar. Dia tidak tahu harus melakukan apa karena belum ada instruksi dari Arthur sebagai pengarah.
Memasang kalender dinding adalah sesuatu yang penting bagi Ariel saat ini, ia akan menghitung hari demi hari, waktu yang sudah terlewati di kastil, sebagai istri bayaran Alfred.
Hari pertama…
Ariel melingkari kalender sesuai tanggal pada hari itu.
“Oke, masih ada Beratus-ratus hari lagi, bersabarlah Ariel. Sekarang lebih baik kau tidur, mengumpulkan tenaga kita tidak tahu apa yang akan terjadi dihari esok saat tuan muda ada di kastil menyeramkan ini.”
...
Tepat pukul tiga dini hari. Alfred dan Arthur baru kembali. Lelaki yang duduk di kursi roda itu terlihat lelah. Tidak ada semangat yang terpancar di wajahnya. Selalu seperti ini saat dia pulang dari tabib.
“Tuan, Anda sudah kembali. Apa ingin saya buatkan sesuatu?” Bibi Imel yang belum tidur, menyambut kedatangan tuan muda.
“Tidak perlu,” sahut Alfred singkat. Lalu menggerakkan kursi rodanya menuju lorong, dia ingin ke kamarnya.
“Arthur, bagaimana?” Tanya Imel.
Maksud pertanyaan Bibi Imel, bagaimana pengobatan Alfred hari ini.
“Seperti biasa.”
Seperti biasa…itu artinya tidak ada perubahan.
“Arthur, jangan putus asa. Tetaplah bujuk tuan muda untuk melakukan pengobatan. Saya yakin usaha ini tidak akan sia-sia, akan ada timbal manis dikemudian hari.”
Alfred yang baru ingat jika sudah ada penghuni lain di Kastil, balik arah menghampiri Bibi Imel. “Wanita itu!” Ucap Alfred, dari gerak-gerik dan sorot matanya menandakan jika dia marah.
“Ya, tuan!”
“Apa dia tidak diberi tahu, di malam hari, lampu yang ada di setiap kamar, tidak diizinkan menyala?!”
Astaga…bibi Imel lupa akan hal ini.
Saat melewati lorong menuju kamarnya, Alfred melewati kamar sempit yang ditempat Ariel, dari celah pintu yang seuprit. Alfred bisa melihat, lampu dikamar itu menyala. Ini jelas melanggar peraturan yang ada
“Maafkan saya Tuan, saya yang salah. Saya lupa memberitahu, Nona Ariel.” Bibi Imel, berulang kali menundukkan kepalanya, ini kesalahan yang sebelumnya tidak pernah Bibi Imel lakukan, “Akan segera saya matikan,” sambung Imel, dan bergegas dengan berlari menuju kamar Ariel.
Di subuh buta, pintu kamar Ariel diketuk dengan membabi buta. Dia yang sudah ada di alam bawah sadar, sontak terkejut mendengar ketukan pintu…tidak! Ini bukan ketukan….tapi gedoran….
“Bibi Imel?”
“Nona, tolong matikan lampunya.”
Hah!
Ariel yang baru bangun tidak langsung koneksi, “Kenapa?”
“Karena ini peraturan!” Suara berat namun menusuk, menerpa telinga Ariel. Bagi Ariel, suaranya saja sudah bisa menyayat kuping.
Seketika rasa kantuk pada gadis ini musnah….