Berawal dari ganti rugi, pertengkaran demi pertengkaran terus terjadi. Seiring waktu, tanpa sadar menghadirkan rindu. Hingga harus terlibat dalam sebuah hubungan pura-pura. Hanya saling mencari keuntungan. Namun, mereka lupa bahwa rasa cinta bisa muncul karena terbiasa.
Status sosial yang berbeda. Cinta segitiga. Juga masalah yang terus datang, akankah mampu membuat mereka bertahan? Atau pada akhirnya hubungan itu hanyalah sebatas kekasih pura-pura yang akan berakhir saat mereka sudah tidak saling mendapatkan keuntungan lagi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rita Tatha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Suasana terasa mencekam ketika pintu ruangan itu benar-benar dikunci. Bukan hanya mereka yang berada di sana, tetapi Yosep juga memanggil manager restoran serta beberapa karyawan yang berada di bagian belakang. Siapa pun tidak ada yang berani mengangkat kepala termasuk Yasmin sekalipun.
"Tuan Arvel, Anda teman SMA Nona Lily?" tanya Yosep saat melihat keberadaan Arvel di dekat Ines.
"Ya. Kak Yosep, apakah Kak Brian mengenal Lily? Kenapa ...."
"Hal itu tidak perlu ditanyakan sekarang. Saya hanya ingin Anda memberitahu pada saya apa yang sebenarnya terjadi." Suara Yosep terdengar tegas dan mengintimidasi.
"Aku tidak tahu. Aku datang terlambat. Setelah sampai sini, kami makan dan tiba-tiba Lily seperti itu," jelas Arvel.
"Mungkin dia salah makan," kata Yasmin berani membuka suara.
Yosep menoleh. Menatap Yasmin dengan sangat tajam. "Sepertinya ada yang menaruh sesuatu di minuman Nona Lily."
"Mana mungkin? Kamu menuduhku?!" sentak Yasmin. Apalagi Yosep terus saja menatapnya.
"Saya tidak menuduh kamu. Kenapa kamu segugup itu, Nona?" Yosep menarik sebelah bibirnya, tersenyum licik. Wajah Yasmin pun mendadak sangat gugup dan takut.
"Tuan, bisakah saya keluar dari sini dan menemui Lily." Suara Ines terdengar lirih bahkan seperti hampir menangis. Gadis itu sungguh sangat mencemaskan sahabatnya.
"Anda tenang saja. Nona Lily akan baik-baik saja bersama Tuan Brian." Kali ini, Yosep berbicara lebih sopan. Ia tahu bahwa Ines adalah sahabat baik Lily.
"Tapi, bagaimana kalau Om Faiz ...."
"Anda tidak perlu mengkhawatirkan hal itu. Biar nanti saya dan Tuan Brian yang bilang pada Tuan Faiz. Kami sudah mengenalnya dengan baik." Yosep kembali menjelaskan. "Anda bersama Nona Lily, sudah pasti Anda tahu apa yang terjadi di sini, bukan?"
Ines menggeleng. Ia takut kepada Yasmin. Apalagi saat melihat tatapan Yasmin yang menajam seolah memberi kode untuk tidak berbicara apa pun.
"Baiklah. Saya tidak akan mendesak Anda." Yosep berdiri lebih tegak. "Silakan mengaku siapa yang sudah berbuat hal tidak baik kepada Nona Lily?" Suara Yosep meninggi.
Tidak ada sahutan. Tidak ada yang berbicara. Mereka semua hanya diam dan saling berpandangan karena memang tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Bisakah kamu bertanya pada salah seorang karyawanmu. Adakah yang berbuat hal buruk terhadap Nona Lily?" Yosep memerintah manager hotel.
Pria paruh baya itu segera bertanya pada karyawannya. Namun, tidak ada seorang pun yang mengaku. Mereka hanya diam menunduk. Hampir sepuluh menit berlalu, suasana terasa begitu tegang. Hingga ada sebuah pesan masuk ke ponsel Yosep.
Sebuah rekaman CCTV. Yosep pun segera memutar rekaman tersebut di depan semua orang. Tanpa terkecuali. Sengaja menggunakan layar besar agar mereka tahu apa yang terjadi.
Seketika itu, Yasmin merasa cemas. Kali ini, ia benar-benar tidak bisa kabur. Apalagi saat Yosep juga memutar rekaman cctv di dapur restoran itu. Pelayan yang diberi uang oleh Yasmin pun langsung bersimpuh di depan Yosep.
"Tuan, maafkan saya. Saya sungguh sangat bersalah. Saya sungguh menyesal. Saya hanya disuruh oleh Nona Yasmin." Wanita itu terus memohon sambil menangis. Namun, Yosep tidak menatapnya sama sekali.
"Pecat karyawanmu ini dan jangan biarkan dia bekerja di restoran mana pun!" perintah Yosep. Manager hotel itu mengangguk cepat. Langsung memecat karyawannya dengan tegas. Tidak peduli meski wanita itu sudah memohon.
"Sekarang giliran kamu. Bisa kamu jelaskan? Kamu bukan hanya memberi obat perangsang, tapi kamu juga berani sekali menampar Nona Lily." Yosep nampak kesal dan marah. Jika yang melakukan itu bukan seorang wanita, sudah pasti ia akan memukul balik.
"Kenapa? Untuk apa aku menjelaskan. Lily itu hanyalah gadis miskin dan murahan. Dia simpanan om-om, kenapa kamu membela sampai seperti itu. Oh ... bukankah lelaki yang bersamamu tadi adalah om-om yang dekat dengan Lily." Yasmin berbicara dengan santai tanpa merasa bersalah.
"Yasmin! Kak Brian bukan om-om!" sentak Arvel yang sejak tadi diam.
"Elu mau ngebela gadis miskin itu? Jangan bilang kalau elu juga suka sama dia? Hahaha." Yasmin tergelak keras.
"Nona, simpan tawa mu. Kamu salah sudah berurusan dengan siapa."
"Kamu pikir aku takut denganmu? Apalagi dengan pria yang membawa Lily tadi. Aku takut? Tidak! Lihat saja, setelah aku bilang pada papa, kalian semua akan hancur?!" ancam Yasmin sambil menunjuk Yosep penuh keberanian.
"Oh, ya. Silakan saja."
"Asal kamu tahu, papaku adalah seorang manager utama di Perusahan Anggara Group. Berani kamu melawanku, kamu akan mati!"
Bukannya takut, Yosep terkekeh. Hal itu membuat Yasmin semakin naik darah.
"Yasmin, apakah kamu tahu sedang berurusan dengan siapa?" Arvel hampir saja kehilangan kesabaran. Namun, Yosep memberi kode agar tetap diam saja. Akhirnya, Arvel pun hanya menurut.
"Nona, kalau memang papa Anda seorang yang hebat, silakan suruh datang ke sini saat ini juga. Masih ada waktu setengah jam untuk bisa bertemu dengan Tuan Brian. Sepertinya itu cukup."
"Baiklah." Yasmin mengambil ponsel dan menyuruh sang papa untuk datang. Lelaki itu pun berkata bahwa akan segera datang dan memberi pelajaran pada orang yang sudah berani pada putrinya. "Tunggu saja, setelah ini kamu pasti akan bersujud di depan papaku!"
"Oh ya. Kita lihat saja siapa yang akan bersimpuh di depan siapa," ujar Yosep dibarengi seringai tipis.
***
Brian terus membopong Lily menuju ke sebuah kamar yang telah dipesannya sebelumnya. Niat hati akan menginap di sana karena besok ada pertemuan, ternyata ia harus bertemu Lily. Kebetulan sekali, posisi hotel dan restoran itu dalam satu tempat.
Sekuat tenaga Brian menahan diri saat Lily terus merangkul dan bahkan sudah mencium lehernya. Tubuh lelaki itu meremang, tidak karuan. Rasanya ingin sekali melahap gadis itu sampai habis. Apalagi ia belum pernah bersentuhan dengan wanita sampai seintens itu.
"Om ... panas."
Suara Lily yang begitu lembut semakin membuat Brian panas dingin. Sungguh, ia tidak tahu apakah bisa menahan diri atau tidak. Saat masuk kamar, Brian langsung mengunci pintu itu. Menidurkan Lily di kasur. Namun, baru saja hendak beranjak pergi, Lily sudah menarik dasi yang dikenakan Brian hingga mereka kini dalam posisi saling berdekatan.
"Jangan memancingku."
"Om, ini panas sekali. Gue enggak tahan, Om." Lily mencium bibir Brian hingga membuat lelaki itu mematung saat itu juga. Tidak menyangka jika Lily akan melakukan hal itu padanya. Awalnya Brian meladeni, membalas ciuman itu. Namun, saat tersadar ia langsung melepaskan.
"Om ... panas ...." Lily terus saja mengusap tubuhnya dan hendak melepas kaos yang dikenakan lagi. Brian pun menahan. "Om ... gue enggak tahan. Bantu gue, Om. Ini panas."
Brian bangkit. Melihat Lily yang terus saja belingsatan. Rasanya sungguh tidak tega. Ia pun melepas dasi juga kemeja yang dikenakan.
"Aku hanya ingin membantumu saja."
kenapa Lily begitu syok melihat Om tampan datang yang ikut hadir dimalam itu 🤦