NovelToon NovelToon
Me And Mr Mafia

Me And Mr Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Mafia / Balas Dendam / Roman-Angst Mafia / Gangster
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: HaluSi

Apa kamu bisa bertahan jika seorang yang kau kasihi dan kau hormati menorehkan luka begitu dalam.

Penghianat yang di lakukan sang Suami membuat Ellen wajib berlapang dada untuk berbagi segala hal dengan wanita selingkuhan Suaminya.

Ingin rasanya Ellen pergi menjauh namun Davit, Suaminya tidak mau menceraikan. Ellen di tuntut bertahan meski hampir setiap hari dia menerima siksaan batin. Bagaimana hati Ellen tidak sakit melihat lelaki yang di cintai membagi perhatian serta kasih sayang nya di pelupuk mata. Namun tidak ada pilihan lain kecuali bertahan sebab David tak membiarkannya pergi.

Suatu hari tanpa sengaja, Ellen di pertemukan dengan seseorang yang nantinya bisa menolongnya terlepas dari belenggu David.

Langsung baca ya👇

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HaluSi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 9

Di dalam kamar Ellen tidak tidur, dia hanya duduk di tepian ranjang untuk meredakan rasa panik karena melihat ponsel. Terdengar berlebihan tapi otak Ellen benar-benar terguncang. Jika tidak di redakan, Ellen takut sikapnya mengecewakan orang yang menolong.

Sudah lama Ellen tidak memegang benda pipih berbentuk segi panjang itu. Ponsel milik nya tersimpan di dalam laci kamar sejak Paula hadir di hidupnya.

Bukan hanya perihal alat penyadap yang terpasang sebab dari awal pernikahan David sudah memasangnya. Ellen tidak masalah dan mau memahami kecemburuan David yang keterlaluan. Dia malah berbangga diri namun pengkhianatan membuat rasa bangga itu berubah.

Hampir setiap hari, Ellen melihat status WhatsApp milik Paula yang seolah mengolok-olok nya. Ellen sempat memblokir nomer tersebut namun David melarangnya untuk sebuah alasan yang mengarah pada keegoisan.

Ingin rasanya Ellen mengabaikan status Paula tapi otaknya seolah memerintah meskipun hal yang di dapatkan hanyalah rasa sakit. Usaha lain sempat Ellen coba dengan menghabiskan waktu berjalan-jalan di luar. Namun tekanan kini beralih pada panggilan dari David yang memintanya segera pulang.

Tidak sampai di situ saja. Sejak Paula hamil, David kerapkali menelfon terus menerus hanya untuk menanyakan kabar Paula. Saat Ellen menjawab tidak tahu dan menyuruh David menanyakannya pada Paula sendiri, selalu saja Ellen di sudutkan dengan perkataan David yang terdengar lembut tapi terasa menekan.

Hal itu terjadi berulang-ulang seakan-akan Paula sengaja melakukan agar mentalnya rusak. Setiap kali ponsel berdering, ekspresi Ellen berubah panik. Alat penyadap, panggilan, status juga foto kebersamaannya dengan David, di tambah tekanan batin berhasil menciptakan trauma berat saat Ellen melihat ponsel.

"Gatal." Keluh Ellen sambil mengusap-usap belakang leher." Kapan dia membelikan ku baju? Sebaiknya ku tanyakan." Lanjutnya seraya berdiri.

Ellen tidak tahu berapa lama dia berdiam diri di kamar. Setelah hatinya tenang, Ellen baru berani keluar dari kamar.

Suasana rumah sangat sepi, sebab Mbok Lela sedang keluar untuk membeli keperluan bersih-bersih seperti sabun dan lain-lain.

"Mbok, Mbok Lela." Panggil Ellen setengah berteriak.

Setelah mencari di seluruh sudut rumah, Ellen memutuskan keluar. Kini suasana sekitar menjadi aneh dan kaku. Para lelaki yang tadinya ramah, berubah menjadi acuh bahkan menundukkan pandangan mereka.

Ellen mengurungkan niatnya bertanya. Takut kalau mereka malah terkena masalah lalu berakhir di bunuh. Seharusnya situasi seperti ini bisa di atasi jika Ellen memiliki ponsel. Tentu dia bisa mengirimkan pesan pada Johan tentang keberadaan Mbok Lela. Namun mau bagaimana lagi kalau nyatanya Ellen tidak mau memegang benda pipih itu.

Ellen pergi ke bangunan utama untuk memeriksa mungkin saja Mbok Lela ada di sana. Dia melewati pintu belakang seperti yang di tunjukkan salah satu ajudan tadi pagi.

Tanpa memanggil nama Mbok Lela, Ellen masuk. Dia takut suaranya menganggu Yuan. Tepat di saat Ellen masuk dapur, Yuan juga masuk. Bergegas Ellen memutar tubuh berniat menghindar. Dia tidak mau otaknya kembali terganggu namun panggilan Yuan menghentikan langkahnya.

"Mana Mbok Lela?" Tanya Yuan. Nada bicaranya terdengar datar tanpa intonasi. Kenapa malah mengajaknya bicara?

"Saya tidak tahu."

"Sudah membaca surat perjanjian dan tanda tangan kontrak?" Tanya Yuan lagi.

"Saya tidak tahu." Duh kok jawaban nya sama sih! Keluh Ellen dalam hati.

"Terus yang kau tahu apa?! Makan!!"

"Saya belum makan jadi tidak tahu." Jawab Ellen asal bicara. Suara buruk Yuan kembali membuat otaknya terganggu.

"Sama sekali tidak lucu!!!"

"Saya tidak sedang melawak jadi..." Ellen menepuk-nepuk mulutnya agar tidak berkata asal." Ma maaf Tuan Yu. Saya permisi." Ellen hendak pergi tapi Yuan berhasil meraih bagian belakang dress sampai berbunyi kraaaakk!!!

"Bisa membuat kopi?" Ingin rasanya Yuan melepaskan kerah dress Ellen namun tapi dia terlanjur melakukannya. Yuan hanya melonggarkan pegangannya karena takut dress Ellen sobek.

"Bi bisa." Jawab Ellen memilih tak bergerak.

"Buatkan kopi dan antarkan ke ruang tengah. Takarannya kopi dua sendok teh dan gula satu sendok teh." Pinta Yuan. Dia melepaskan kerah dress Ellen lalu berjalan keluar dapur.

"Katanya tidak takut mati." Gerutu Ellen mengeluhkan dirinya sendiri.

"Cepat lakukan!!!" Teriak Yuan dari ruang tengah seolah dia tahu apa yang Ellen kerjakan.

"Ya Tuan, sebentar."

Bergegas Ellen mengisi teko listrik lalu mencolokkan nya. Sembari menunggu air, Ellen meracik kopi. Kepanikan membuatnya lupa takaran. Ingin bertanya tapi Ellen merasa sungkan.

"Sepertinya sudah benar." Ellen menuang air panas lalu mengaduk nya." Silahkan Tuan." Tuturnya seraya meletakkan secangkir kopi." Saya per...."

"Duduk." Pinta Yuan sambil menunjuk sofa di depannya.

Duh kenapa aku malah takut sih? Keluh Ellen dalam hati. Jangan-jangan dia mau memecat ku.

Sebenarnya hal yang Ellen takutkan bukan sikap Yuan saja. Dia juga takut di usir setelah perbuatan tak sopan nya tadi. Seandainya dia tidak membutuhkan tempat bernaung, mungkin Ellen tidak perduli tentang siapa sosok lelaki di hadapannya.

"Menyesal sudah menatap ku tajam?!" Ellen tersenyum canggung lalu menegakkan kepalanya.

"Maafkan saya tapi tolong jangan usir saya." Yuan tak berekspresi dan hanya menatap Ellen tanpa berkomentar." Saya berjanji akan berkerja dengan baik." Imbuhnya berusaha menyakinkan.

"Biasanya aku mencongkel mata orang yang berani menatapku tajam." Yuan meraih cangkir kopi lalu meneguknya sedikit. Ekspresi Yuan berubah sejenak lalu kembali datar.

"Hah? Mencongkel mata?" Ellen tersenyum aneh." Akan lebih baik di bunuh secara cepat daripada anda mencongkel mata saya." Jika tidak putus asa, mana mungkin Ellen menjawabnya begitu." Saya terlalu sering merasakan siksaan batin tapi belum pernah di siksa fisiknya. Sepertinya saya lebih takut melihat darah..." Ellen menghentikan celotehan nya ketika sadar tajamnya tatapan Yuan." Maaf, saya hanya menjelaskan." Imbuhnya pelan lalu menunduk.

"Baca dan pelajari." Yuan menggeser sebuah map.

Ellen mengambil map lalu membacanya. Perjanjian kontrak yang tampak mengikat setara dengan menjual nyawa. Tapi anehnya, Ellen langsung membubuhkan tanda tangan lalu mengembalikannya pada Yuan.

"Tanda tangan berarti setuju tanpa ada tuntutan atau penyesalan di kemudian hari." Tutur Yuan.

"Asal saya bisa tinggal di sini tanpa keluar rumah."

"Mustahil seumur hidup kau tidak keluar rumah." Tanpa sadar Yuan banyak bicara seolah sosok cantik di hadapannya mulai menghipnotis.

"Saya tidak mau kembali ke tempat itu."

"Tanpa gugatan cerai, statusmu tidak akan berubah." Ellen kembali menatap Yuan yang sejak tadi memang belum berpaling.

"Status saya sudah berubah."

"Walaupun aku tidak pernah menikah tapi aku tidak bodoh! Mana mungkin statusmu berubah tanpa surat cerai resmi!" Ucap Yuan kasar.

"Biarkan saja Tuan. Saya sudah bosan mengurus gugatan cerai."

"Biar orang-orang ku yang mengurus nya agar..."

"Tidak perlu Tuan." Sahut Ellen cepat.

"Aku bisa di tuduh menculik mu." Yuan merasa aneh dengan apa yang di ucapkan sebab perkerjaan nya lebih buruk dari sebuah penculikan.

"Nanti saya akan bersaksi." Menggugat cerai berarti bertemu dengan nya lagi. Aku tidak mau melihatnya lagi. Dia pasti punya cara menyeret ku kembali secara paksa. Perduli apa soal status! Daripada dia menemukan ku.

Hanya dengan memikirkannya, sudah membuat Ellen cemas. Kegagalan gugatan yang terjadi puluhan kali meruntuhkan keyakinan akan keberhasilan. Uang pribadinya hasil dari penjualan rumah kedua orang tuanya habis tidak tersisa sampai Ellen memutuskan untuk menyerah.

Saat Yuan akan menjawab perkataan Ellen, kehadiran Johan menghentikan niatnya. Bergegas Yuan meneguk sisa kopi lalu berdiri dan melarang Johan keluar.

"Lanjutkan saja Tuan.." Tutur Johan sambil memperlihatkan senyum yang entah bertujuan untuk apa.

"Apa yang di lanjutkan." Dengan kasar, Yuan memberikan map pada Johan." Terlalu lama menyuruhmu. Aku tidak mau ada orang berkeliaran di sini tanpa menandatangani kontrak perjanjian." Imbuh seolah berusaha menjelaskan padahal Johan tidak bertanya. Yuan pun sering menggantikan perkerjaan Johan sebab paham bagaimana sibuknya sosok tersebut.

"Mungkin saja ingin mengobrol..."

"Tutup mulut mu Jo!" Sahut Yuan melenggang pergi menaiki anak tangga menuju kamarnya.

"Kamu harus terbiasa dengan nada bicara Tuan Yu." Ucap Johan seraya berjalan mendekat." Sudah mempelajari isi perjanjiannya?" Lanjutnya.

"Sudah." Ellen merasa sungkan pada Johan atas keanehan sikapnya tadi.

"Selamat bergabung." Johan Mengulurkan tangannya, bergegas Ellen berdiri dan menyambutnya." Aku minta maaf untuk tadi." Johan malah melontarkan kata maaf terlebih dahulu.

"Oh astaga, saya yang harus meminta maaf. Harap maklum, terkadang otak saya panas saat teringat beberapa momen." Jawab Ellen menjelaskan sambil melepaskan jabatan tangan.

"Aku tidak tahu soal itu. Informasi yang ku dapatkan juga tidak seberapa detail."

"Yang harus memahami bukan anda." Johan menghela nafas panjang.

"Aku suka nada bicara kamu yang dulu. Di sini satu-satunya Tuan rumah hanya Tuan Yu."

"Saya hanya berusaha menghormati anda sebagai orang yang menolong saya." Johan tertawa kecil." Semua butuh timbal balik." Gumam Ellen lirih.

"Oke baik, mulai saat ini kita mengobrol santai saja." Ellen mengangguk seraya tersenyum simpul. Johan melirik ke cangkir kopi lalu meraih nya dan meneguknya. Dia merasa janggal sebab tidak biasanya Yuan mau meminum kopi yang di buatkan orang baru." Astaga." Johan kembali tertawa kecil. Kopi buatan Ellen sangatlah manis.

"Mau saya buatkan? Kenapa meminum kopi sisa?" Tawar Ellen.

"Wajahmu sudah terlalu manis untuk melengkapi rasa pahit kopi jadi tidak perlu memakai banyak gula." Johan tertawa lagi dan lagi atas sikap konyol Yuan yang mau meminum kopi tersebut.

"Pasti takaran nya salah. Eum tadi lupa tapi sungkan bertanya."

"Tak masalah, Tuan Yu juga mau meminum nya." Wah momen langkah. Kenapa Kak Yu mau minum kopi manis itu hehehe.

"Duh jadi tidak enak. Aku memang payah dalam mengerjakan sesuatu."

"Lain kali kopinya dua sendok makan dan gulanya satu sendok makan. Jumlah kopi lebih banyak daripada gula."

"Akan ku ingat."

"Ikut aku, mari." Johan mempersilahkan Ellen berjalan lebih dulu. Dia sempat celingak-celinguk sebelum keluar.

Di lantai dua, terlihat siluet tubuh Yuan yang ternyata sejak tadi belum pergi. Sambil menghela nafas panjang, Yuan melanjutkan langkahnya menuju kamar.

🌹🌹🌹

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!