NovelToon NovelToon
Terpaksa Menjadi Madu

Terpaksa Menjadi Madu

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Cinta Seiring Waktu / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Julia And'Marian

Alya adalah gadis mandiri yang bekerja sebagai perawat di sebuah rumah sakit swasta. Hidupnya sederhana namun bahagia, hingga suatu hari ia harus menghadapi kenyataan pahit, ayahnya terlilit utang besar kepada seorang pengusaha kaya, Dimas Ardiansyah. Untuk melunasi utang itu, Dimas menawarkan satu-satunya jalan keluar—Alya harus menikah dengannya. Masalahnya, Dimas sudah memiliki istri.

Dengan hati yang terpaksa dan demi menyelamatkan keluarganya, Alya menyetujui pernikahan itu dan menjadi madu. Ia masuk ke dalam kehidupan rumah tangga yang dingin, penuh rahasia, dan ketegangan. Istri pertama Dimas, Karin, wanita anggun namun penuh siasat, tidak tinggal diam. Ia menganggap Alya sebagai ancaman yang harus disingkirkan.

Namun di balik sikap dingin dan keras Dimas, Alya mulai melihat sisi lain dari pria itu—luka masa lalu, kesepian yang dalam, dan cinta yang belum sempat tumbuh. Di tengah konflik rumah tangga yang rumit, kebencian yang mengakar, dan rahasia besar dari masa lalu,

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Julia And'Marian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 21

Sidang mediasi pertama digelar. Alya duduk tegak di hadapan penyidik, ditemani Fahri. Wajahnya tenang, tapi tangan dingin dan bergetar. Sementara di sisi lain meja, Rey berdiri dengan kemeja rapi, raut wajah dibuat seakan-akan penuh luka dan penderitaan.

“Saya hanya ingin bicara baik-baik dengan istri saya,” kata Rey.

Alya langsung menatapnya tajam.

“Aku bukan istrimu lagi. Kita sudah cerai. Dan kamu masuk rumahku tanpa izin. Kamu teror aku dengan pesan, bunga, bahkan muncul di tempat kerja. Itu bukan cinta, Rey. Itu pelanggaran hukum.”

Penyidik mengangguk pelan, mencatat.

Namun, yang terjadi setelah keluar dari ruangan penyidik jauh lebih buruk.

Rey mengundang wartawan.

Berita mulai beredar,

"Mantan Istri Melaporkan Suami Sendiri: Dosa Laki-Laki yang Cuma Ingin Rujuk?"

"Alya, Si Dosen Cantik yang Membiarkan Lelakinya Dipenjara karena Dendam?"

Alya terpukul. Bahkan kampus tempat ia menjadi dosen mulai menanyakan kebenaran berita itu.

“Kamu tahu siapa yang menyebar berita ini?” tanya Fahri.

“Siapa lagi?” jawab Alya lemah. “Dia tahu caranya membuat orang kasihan padanya. Dia selalu pandai menjadi korban.”

Fahri mengepalkan tangan.

“Kalau dia masih terus bermain kotor, aku juga bisa buka semua yang dia lakukan padamu. Termasuk kekerasan dulu.”

“Jangan. Aku nggak mau hidupku kembali dipenuhi kebencian.”

Hari berganti. Alya mencoba menata hidup. Tapi malam itu, Fahri menghilang.

Tak biasanya ia tak menghubungi Alya. Hingga sebuah pesan datang:

"Kalau kamu ingin tahu siapa Fahri sebenarnya, datanglah ke alamat ini. Sendiri."

Alya tahu itu berbahaya. Tapi rasa ingin tahunya terlalu besar. Dan entah kenapa, hatinya berkata: ini penting.

Sebuah rumah sederhana di pinggiran kota.

Alya mengetuk. Dibuka oleh seorang wanita paruh baya, matanya merah seakan habis menangis.

“Kamu… kamu Alya, ya?”

“Iya. Saya… sedang mencari Fahri.”

Wanita itu mengangguk, lalu membuka pintu lebih lebar.

“Dia di dalam. Tapi kamu harus tahu sesuatu sebelum kamu jatuh terlalu jauh… Fahri pernah punya tunangan. Dan dia meninggal karena bunuh diri.”

Alya tertegun.

Fahri duduk di lantai ruang tengah. Menatap bingkai foto.

Ia mendongak saat Alya masuk, matanya merah.

“Maaf. Aku nggak cerita dari awal. Aku takut kamu pergi.”

“Siapa dia?” bisik Alya.

Fahri menunjuk foto perempuan muda, tersenyum lebar.

“Namanya Kirana. Tunanganku. Kami hampir menikah. Tapi… aku terlalu sibuk waktu itu. Dia depresi. Aku nggak tahu.”

Alya duduk perlahan di hadapannya.

“Kamu menyalahkan dirimu sendiri?”

“Setiap hari. Sampai aku bertemu kamu. Kamu punya luka, Alya. Tapi kamu tetap bertahan. Dan… aku mulai belajar lagi, mencintai bukan dengan takut kehilangan, tapi dengan menjaga.”

Alya menatapnya lama.

Ada ketulusan yang tak bisa dibohongi. Dan untuk pertama kalinya… ia tak merasa sebagai perempuan yang diperebutkan, tapi sebagai perempuan yang dihargai.

“Kita sama-sama patah, Fahri. Tapi aku nggak mau hidup dalam luka lagi.”

Fahri tersenyum, pahit tapi jujur.

“Kalau kamu izinkan, aku ingin ikut menyembuhkan-mu. Bukan jadi pahlawan… tapi jadi teman yang berjalan pelan bersamamu.”

Rey mulai memanipulasi media, membuat hidup Alya makin tertekan. Tapi di sisi lain, kejujuran masa lalu Fahri membuka pintu pemahaman yang lebih dalam. Alya sadar: cinta sejati bukan soal siapa yang paling keras mengejar, tapi siapa yang paling sabar menunggu.

*

Pagi itu hujan turun seperti air mata yang ditumpahkan langit. Alya duduk di meja kerjanya, tangannya gemetar menahan amarah sekaligus luka lama yang terkoyak kembali.

Satu video menyebar cepat. Di media sosial, di grup alumni, bahkan di lingkungan kampus. Sebuah video lama… saat Alya dan Rey masih menikah. Momen-momen pribadi yang seharusnya hanya milik mereka berdua—disebar tanpa izin.

“Dia sudah gila,” ucap Fahri lirih, setelah menyaksikan tayangan itu.

“Dia ingin menghancurkan aku sepenuhnya,” balas Alya, dengan suara nyaris patah.

Telepon dari kampus masuk.

Rektorat meminta Alya untuk "cuti sementara waktu" demi menjaga nama baik institusi.

“Aku tidak malu karena aku pernah mencintai Rey. Aku malu karena aku tidak cukup berani melawan ini dari awal,” gumam Alya pada dirinya sendiri di depan cermin.

Air matanya tak bisa lagi ditahan. Tapi kali ini bukan air mata kelemahan. Ini air mata kelelahan… dan kesiapan untuk bertarung.

Hari itu juga, Alya membuat konferensi pers. Dengan bantuan pengacara dan Fahri, ia menyampaikan pernyataan terbuka:

“Saya, Alya Ramadhani, menyatakan bahwa saya adalah korban pelecehan digital dan kekerasan rumah tangga dari mantan suami saya. Video yang beredar adalah bagian dari masa lalu saya yang digunakan untuk mengintimidasi dan mempermalukan saya. Tapi saya tidak akan diam.”

“Saya berdiri di sini bukan sebagai korban. Tapi sebagai perempuan yang memilih untuk melawan.”

Netizen gempar.

Dukungan berdatangan. Banyak yang mulai membuka suara—mahasiswa, dosen lain, bahkan perempuan-perempuan yang pernah mengalami hal serupa.

Rey dipanggil polisi untuk pemeriksaan lanjutan. Ia tampak bingung, marah, dan kehilangan kendali.

“Alya dulu milikku! Dia nggak boleh bahagia dengan orang lain!” teriaknya saat di kantor polisi.

Malam itu, Fahri menemani Alya di balkon apartemen.

Mereka duduk berdampingan, memandangi langit Jakarta yang masih diguyur hujan ringan.

“Aku kehilangan semuanya dalam waktu tiga hari, Fahri. Citra, pekerjaan, privasi…”

“Tapi kamu mendapatkan kembali sesuatu yang lebih besar,” kata Fahri lembut.

“Apa?”

“Dirimu sendiri.”

Alya tersenyum tipis. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasa benar-benar bebas.

Beberapa minggu kemudian.

Alya memutuskan untuk pindah sementara ke luar kota, membuka kelas daring untuk mahasiswa, dan mulai menulis buku: “Patah, Tapi Tak Hancur.”

Fahri mengantarnya ke stasiun. Tak ada janji-janji manis, tak ada paksaan untuk tetap bersama.

“Aku nggak minta kamu menungguku, Fahri.”

“Aku nggak akan menunggu. Aku akan terus berjalan. Tapi aku akan selalu menoleh ke belakang… untuk memastikan kamu masih bisa mengejar-ku kapan pun kamu siap.”

Alya mengambil kembali kendalinya atas hidup. Rey kini menghadapi hukum atas perbuatannya. Dan Fahri? Ia tetap berdiri sebagai seseorang yang tak ingin memiliki, hanya ingin menemani. Dengan cinta yang tenang, bukan ambisi.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!