Luna Evelyn, gadis malang yang tidak diinginkan ayah kandungnya sendiri karena sang ayah memiliki anak dari wanita lain selain ibunya, membuat Luna menjadi gadis broken home.
Sejak memutuskan pergi dari rumah keluarga Sucipto, Luna harus mencari uang sendiri demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Hingga suatu malam ia bertemu dengan Arkana Wijaya, seorang pengusaha muda terkaya, pemilik perusahaan Arkanata Dinasty Corp.
Bukannya membaik, Arkana justru membuat Luna semakin terjatuh dalam jurang kegelapan. Tidak hanya menginjak harga dirinya, pria itu bahkan menjerat Luna dalam ikatan rumit yang ia ciptakan, sehingga membuat hidup Luna semakin kelam dan menyedihkan.
"Dua puluh milyar! Jumlah itu adalah hargamu yang terakhir kalinya, Luna."
-Arkana Wijaya-
Bagaimana Luna melewati kehidupan kelamnya? Dan apakah ia akan berhasil membalas dendam kepada keluarga Sucipto atau semakin tenggelam dalam kegelapan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melia Andari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengancam
"Jadi begitulah hubungan kami Dika, aku anak yang terbuang dan tidak lagi diinginkan ayahku," ucap Luna seraya menghela nafas panjang.
Radika pun merasa kasihan mendengar cerita Luna. Wanita muda yang cantik dan pintar, ternyata menyimpan begitu banyak luka di hatinya. Ia bahkan harus menjalani kerasnya kehidupan seorang diri tanpa ada yang menjaga atau bahkan menginginkan kehadirannya.
"Jangan sedih, kau punya aku sekarang. Aku akan menemanimu, Luna."
Luna menoleh dan tersenyum. "Terima kasih ya, kau seperti Selin , perhatian padaku dan baik sekali terhadapku."
Radika mengangguk dan mengusap kepala Luna dengan lembut.
"Nah itu kamu masih memiliki sahabat seperti Selin, jangan lupa dia begitu menyayangimu."
Luna pun mengangguk. Rasanya hatinya begitu lega kala menceritakan semua nasib buruknya selama menjadi keluarga Sucipto.
"Kau masih ingin disini atau ingin pulang?" tanya Radika.
"Pulang saja Dik, kepalaku masih pusing."
"Oke, pakai sabuk pengaman mu, aku akan mengantarkan mu sampai ke apartemen," ucap Radika seraya menjalankan mobilnya.
...----------------...
Luna baru saja tiba di apartemennya. Radika mengantarnya hingga di depan pintu unit agar dapat menjaga Luna, karena khawatir wanita itu akan terjatuh pingsan.
"Terima kasih ya," ucap Luna.
"Iya, sana masuk. Selamat istirahat," sahut Radika lalu pria itu pun pergi meninggalkan Luna.
Setelah kepergian Radika, Luna pun membuka pintu unit apartment nya dengan malas lalu menutupnya kembali. Namun ia terkejut ketika tiba-tiba saja lampu apartemennya menyala, seperti ada seseorang yang menyalakannya dengan sengaja.
"Kau baru pulang?" suara itu menyadarkan Luna.
Suara yang sebulan ini tidak pernah lagi didengarnya. Suara yang begitu dingin dari seorang pria angkuh yang memperlakukannya dengan buruk sore ini.
"Arkana?"
Arkana duduk di sofa dengan dingin, lalu ia menoleh ke arah Luna yang masih berdiri di ambang pintu.
"Darimana kamu jam segini baru sampai di apartment?" tanya nya seraya beranjak.
Luna mendengus, pria ini benar-benar berhasil memporak-porandakan hatinya. Ia pun berjalan melewati sofa tanpa menatap Arkana.
"Bukan urusanmu, Tuan," sahut Luna tak peduli.
Arkana geram, ia pun melangkah mendekati Luna dan menarik pergelangan tangannya.
"Lepas!"
"Jawab pertanyaan ku Luna."
"Aku malas. Dan kenapa kamu disini? Kenapa kamu masih datang ke rumahku hah?" tanya Luna mulai jengah.
Arkana tersenyum tipis lalu melepaskan tangan Luna.
"Jangan besar kepala, Luna. Aku hanya memastikan apakah kau masih tinggal di sini atau tidak," sahut Arkana.
"Lalu kenapa jika aku masih tinggal di sini?"
"Bukankah aku sudah mengatakan untuk menghilang dari kehidupanku dan jangan pernah muncul lagi?"
Luna hanya tersenyum sinis.
"Pertama, keluarga Sucipto itu keluargaku. Mereka yang mengundangku datang. Kedua, apartemen ini milikku. Dan kau? Kau yang datang sendiri kesini Tuan. Kau juga yang datang ke kediaman keluargaku, bukankah aku tidak melanggar kesepakatan?"
"Keluarga itu adalah keluarga calon tunanganku!"
"Hahaha tidak perlu kau perjelas. Aku tahu. Tapi kenyataannya mereka adalah keluargaku, meskipun aku sangat ingin membuangnya!"
Arkana menoleh dan menyipitkan matanya menatap Luna.
"Aku peringatkan, jangan berbuat sesuatu yang macam-macam, Luna. Maya adalah tunanganku. Jadi sebaiknya kau tidak lagi datang ke keluarga itu."
"Dengan senang hati, Tuan Arkana. Aku bahkan ingin melepaskan diri dari mereka, kau puas?"
Arkana menautkan alisnya.
"Sekarang lebih baik kau keluar dari unit apartment ku, karena aku ingin istirahat."
"Istirahat saja," sahut Arkana lalu kembali duduk di sofa.
"Apa??" Luna tercekat.
"Apa maksudnya?" tanya Luna.
"Kalau kau ingin istirahat, ya istirahat saja."
"Kau tidak pergi?"
Arkana menoleh dan menatapnya tajam.
"Kau berani mengusirku?"
"Tentu saja, ini tempat tinggal ku. Meskipun aku beli dengan uang darimu, tetapi ini sudah menjadi hakku! Milikku!"
Arkana hanya tersenyum tipis.
"Aku akan pergi, Luna. Aku juga tidak ingin berlama-lama di sini. Aku hanya datang untuk mengingatkan mu kalau Maya adalah tunanganku. Jadi hati-hati dalam bersikap dan berucap."
"Kau sedang mengancam ku?" tanya Luna
"Ya, aku mengancam mu. Anggap kita tidak pernah kenal, dan jangan pernah katakan apapun mengenai semua yang pernah kita lakukan bersama. Karena itu semua tidak ada artinya lagi."
Luna mengepalkan kedua tangan di sisi tubuhnya. Beberapa detik berikutnya, ia pun tersenyum tipis.
"Kau pikir kau begitu penting untukku hingga aku harus mengatakan semua itu kepada Maya?"
Arkana pun tercekat. Tatapannya berubah menjadi muram mendengar ucapan Luna.
"Kau tidak cukup berarti untukku, Tuan Arkana. Aku tidak akan mengatakan apapun kepada tunanganmu itu karena bagiku, kemarin-kemarin itu hanyalah tugas yang harus aku selesaikan untuk mendapatkan semua kenyamanan ini."
"Apa??" Arkana beranjak dari duduknya.
"Apa kau begitu menyukai uang dan harta Luna??"
"Ya, aku menyukai uang dan kemewahan. Kenapa? Apa kau pikir aku menyukaimu?"
Arkana menatap geram pada Luna. Ia mengeratkan rahangnya dengan keras. Luna benar-benar membuatnya sangat marah. Semua ucapan dan sikapnya, membuat Arkana ingin menyiksa wanita di hadapannya ini dengan kedua tangannya.
Luna merasa tatapan Arkana penuh nyala api. Tubuhnya telah gemetar, tapi ia berusaha tidak menunjukkan itu. Ia tetap berdiri tegak dengan sikap angkuh yang ia pelajari dari Arkana.
Hingga tiba-tiba ponsel Luna berbunyi. Ia segera melihat siapa yang mengiriminya chat malam-malam begini.
[Luna, aku membelikan mu obat penurun demam. Maaf tadi aku lupa. Bolehkah aku datang?]
Radika. Pria itu ingin datang ke apartemen, sementara di dalam unitnya masih terdapat pria brengsek bernama Arkana.
Arkana pun mengernyitkan dahinya memperhatikan Luna.
"Tuan Arkana, aku tidak akan kembali pada keluarga Sucipto dan aku tidak akan mengatakan apapun pada wanitamu. Jadi, bisakah kau pergi dari rumahku?" tutur Luna dengan suara rendah.
Arkana terhenyak. Tatapannya intens tertuju pada Luna.
Mengapa setelah melihat ponsel itu, Luna jadi terlihat lebih tenang dan mengusirku?
tekan kan juga sama arka kalau dia tidak boleh menikahkan maya selama kamu di sisi nya atau sampai kamu lulus kuliah...
dan buat Arkana mengejarmu sampe tergila2.