Setting Latar 1970
Demi menebus hutang ayahnya, Asha menikah dengan putra kedua Juragan Karto, Adam. Pria yang hanya pernah sekali dua kali dia lihat.
Ia berharap cinta bisa tumbuh setelah akad, tapi harapan itu hancur saat tahu hati Adam telah dimiliki Juwita — kakak iparnya sendiri.
Di rumah itu, cinta dalam hati bersembunyi di balik sopan santun keluarga.
Asha ingin mempertahankan pernikahannya, sementara Juwita tampak seperti ingin menjadi ratu satu-satunya dikediaman itu.
Saat cinta dan harga diri dipertaruhkan, siapa yang akan tersisa tanpa luka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bodoh 09
" ... kamu menyukai Mbak Juwita, kan? Apa aku salah?"
Deeeeng
Hati Adam seperti dipukul dengan palu. Iya juga seolah mendengar suara gong yang menggema di telinganya ketika Asha mengatakan hal tersebut.
"Dari mana kamu mendengarkannya, hah!" Ada masih mencengkeram kedua bahu asal dia mengungkung Asha pada dinding.
"Dari mulutmu, dari mulut yang tidak bisa kamu jaga, sehingga orang yang tidak seharusnya tahu akhirnya tahu," sahut Asha dengan seringai. Tatapan mata mengejek ia arahkan kepada Adam. Saat ini Asha merasa benci kepada pria itu.
"Kenapa? Kenapa wajahmu menciut begitu? Kamu takut ya? Tenang saja aku tidak akan bicara dengan siapapun tentang hal itu. Dan asal kamu tahu aku tidak akan pernah berpisah darimu. Jadi nikmatilah cinta sepihak mu itu dengan wanita tersebut. Nikmatilah perasaan cinta tanpa bisa memiliki seumur hidupmu."
Slaap
Asha menepis kedua tangan Adam dengan keras. Dia tidak peduli keberadaan Adam di sana. Bahkan dengan berani, Asha mengenakan pakaian. Adam yang tidak bisa melihat tubuh Asha itu segera pergi keluar. Pria itu bahkan keluar dari kamar dengan tergesa-gesa.
"Dasar laki-laki bodoh. Dia takut melihat tubuhku, apa karena dia merasa mengkhianati wanita yang dicintainya? Kupikir dia itu seorang pemberani tapi ternyata pengecut juga. Haaaah sebenarnya diletakkan di mana otak pria itu?"
Perasaan kesal bercampur kasihan memenuhi diri Asha terhadap suaminya. Selama ini dia tidak pernah menemani pria sebodoh itu. Cintanya jelas tidak diterima karena si wanita telah memiliki suami. Tapi dia masih memendam dan berharap.
Asha jadi penasaran kenapa Juwita menanggapi Adam. Jika dia adalah memang wanita yang baik seharusnya Juwita menghentikan perasaan Adam. Tapi apa yang didengar oleh Asha tadi seolah Juwita memberikan harapan.
"Ini aneh sih. Ah tapi apa peduliku. Itu bukan urusanku. Jika dia mau melanjutkan kebodohannya, ya biarkan saja."
Asha memantapkan hati untuk tidak memedulikan apa yang terjadi di sekitarnya terutama Adam dan Juwita. Saat ini yang perlu dia lakukan hanyalah fokus untuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh sang ayah mertua.
Asha bahkan memutar niatnya. Ia menganggap dirinya di sini adalah seorang pekerja dan bukannya menantu. Pekerja yang menyelamatkan hidup keluarganya.
Setelah selesai merapikan tubuhnya asal pun melanjutkan dengan melaksanakan kewajiban ibadah tiga rakaat. Baru setelah itu dia keluar dari kamar. Ternyata semuanya sudah berkumpul.
Iya bisa merasakan wajah Adam yang dingin, tatapan tajam dari Bimo dan senyum Juwita yang sedikit tidak menyenangkan. Ya meskipun cerita tersenyum entah mengapa tidak merasa enak di hati. Itulah yang Asha rasakan.
Tapi wanita itu tidak peduli. Terlebih ketika ayah dan ibu mertuanya mempersilahkannya duduk dengan lembut.
"Maaf Pak, Bu, tadi saya sedikit telat sholat magribnya karena mandi dulu. Jadi saya telat datang ke meja makan," ucap Asha. Dia menunjukkan wajah penyesalan.
Meskipun penyebab telatnya dia datang ke meja makan itu karena Adam tapi Asha tidak ingin mengatakannya.
"Tidak apa Nak, kami juga belum lama datang kok,"sahut Sugiyanti. Pun dengan Juragan Karto. Dia tidak mempermasalahkan tentang Asha yang telat. Apalagi tadi menantunya itu bekerja dengan begitu giat.
Makan malam dimulai. Mereka makan dengan hikmat dan sesekali diselingi dengan pembicaraan. Salah satunya adalah terkait laporan Bimo tentang panen kali ini.
" Bagus Bim, kedepannya terus lah seperti itu,"puji Juragan Karto kepada anak pertamanya.
"Baik, Pak. Aku akan melakukan lebih baik lagi kedepannya," jawab Bimo bangga. Senyum terukir di bibir pria berusia 25 tahun itu.
Di bawah meja tangan Juwita menggenggam erat tangan Bimo. Ia seolah menyalurkan rasa bangga pada sang suami.
Dua sejoli itu tampak sangat harmonis. Asha yang tidak sengaja atau bisa dibilang mau tidak mau memerhatikan karena ada di depannya, bahkan bisa tahu kalau dua orang itu saling mencintai dan hubungan pernikahan mereka sungguh sangat baik.
Tapi sayang pria yang duduk di sampingnya tidak menyadari hal tersebut. Mungkin Adam tidak tahu atau lebih parahnya lagi adalah pura-pura tidak tahu.
"Cih kasihan!" gumam Asha lirih.
"Apa kau bilang?" sahut Adam. Meski berbisik di telinga Asha tapi Asha bisa merasakan kemarahan dari pria itu.
Asha lalu tersenyum sambil menoleh ke arah Adam. Netra kedua orang itu saling bertemu. Asha menunjukkan tatapan mengejek, sedangkan Adam menunjukkan tatapan marah.
Bibir Asha terangkat, seringai tipis terbit di sana.
"Kasihan!" ucap Asha tanpa suara.
"K-kau!" Adam menahan suaranya. Ingin sekali dia memekik tepat di depan wajah Asha. Namun dia jelas tidak bisa melakukan itu.
Asha sangat puas melihat wajah Adam yang penuh amarah namun tidak bisa diungkapkan langsung. Ya dia menikmatinya dan sepertinya Asha memiliki kesenangan baru, yakni meledek Adam.
Rasa cinta yang dimiliki Adam kepada Juwita tidak membuatnya merasa sakit hati yang berlarut, malah sebaliknya, Asha akan menjadikan itu sebagai senjata untuk meledek Adam habis-habisan.
"Bodoh," ucap Asha. Lagi-lagi dia bicara tanpa suara. Dan tentunya sangat puas.
"Aku selesai, aku keluar dulu sebentar ada janji mau ketemu teman."
Adam yang tidak bisa menahan amarahnya, akhirnya memutuskan untuk menyudahi acara makan malamnya. Ia lalu melenggang pergi dari rumah.
"Dasar anak itu," geram Juragan Karto.
"Sha, tolong maafin Adam ya, Nak. Dia memang belum dewasa," sahut Sugiyanti. Dia sungguh merasa tidak enak dengan menantu keduanya itu. Rasa bersalah dalam diri Sugi semakin kuat.
Asha lalu tersenyum, ia sebenarnya tidak masalah dengan sikap Adam yang seperti itu karena Adam berperilaku demikian karena provokasinya.
"Tidak apa, Bu. Ibu tidak perlu khawatir. Hubungan kami tidak bisa langsung baik, butuh waktu bagi kami saling mengenal."
Jawaban tenang dari Asha membuat Sugi merasa senang. Dia lalu bernafas lega karena Asha benar-benar bisa bersikap dewasa.
"Iya Sha, kamu harap maklum ya. Adam ini benar-benar, deh. Masa pergi begitu saja, tidak menghargai istrinya sama sekali. Kamu jangan berkecil hati ya, Sha. Pasti nanti lambat laun Adam akan memandangmu. Kalian kan baru kenal juga meski sudah menikah."
"Iya Mbak Juwita. Aku paham. Aku akan menunggu Mas Adam berapa lama pun, aku akan memberi waktu dia sebanyak mungkin untuk bisa menerima pernikahan ini. Terimakasih ya Mbak untuk dukungannya."
Eh?
Ekspresi wajah Juwita sedikit terkejut dengan jawaban Asha. Tapi dia dengan cepat menguasai ekspresinya. Juwita kemudian menampilkan ekspresi ceria dan senyum yang lebar.
"Iya sama-sama. Sesama ipar kita harus saling mendukung," sahut Juwita.
Meskipun dia bicara seperti itu dengan tersenyum, tapi ketahuilah di bawah meja tangannya mengepal dengan erat.
TBC
Dam.. Asha ingin kamu menyadari rasamu dulu ya...
Goda terus Sha, kalian kan sudah sah suami istri