Setelah sang pahlawan mengalahkan Raja Iblis, dunia kembali damai. Tapi justru... para petualang, penyihir, guild, bahkan monster jadi nganggur.
Aku punya teman wanita, yang mana dia adalah wanita yang paling aku taksir sejak lama, tiba-tiba saja aku keceplosan untuk melamarnya, dan setelah itu...
Yang penting saksikan saja petualangan diriku yang seru dan santai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syah raman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Bergabung Dengan Tim Pembasmi
Aku menyeduh kopi dan makan kue, dan istriku Ani membersihkan rumah seperti biasanya.
“Sayang… Apa kamu mau makan kue?” (Tanyaku)
Istriku menggelengkan kepala. “Aku makan bagianku subuh tadi.”
….
Aku mendengar ketukan pintu (tok-tok-tok) dari luar setelah beberapa saat minum. “Tolong buka pintu, mungkin ada tamu.”
“Sepagi ini?” Ani terheran dengan itu.
….
Ani membuka pintu secara perlahan.
“Selamat pagi nona Ani.” (Kata seorang lelaki)
“Iya komandan Saipul.” (Jawab istriku)
“Saya ingin bertemu dengan suami anda.” (Pinta komandan Saipul)
Aku beranjak dari ruang tamu, merasa heran orang ini ada di sini.
Dia urusannya apa denganku?
“Hai komandan perwira kerajaan Altarus, lama kita tidak bertemu.” Aku bersalaman dengannya.
“Pendekar jenius Khairul Anwar, memang sangat bisa untuk memuji, padahal dia juga hebat.” (Dia berbalik memujiku)
Kami berdua tertawa.
…..
Aku membaca laporan dari komandan Saipul yang tertera di meja secara satu persatu.
Ini menunjukkan beberapa monster di seluruh dunia ini mulai menemukan titik terang kebangkitan.
“Mengapa wabah ini tidak sampai ke kita?” Tanyaku.
“Saya yakin, beberapa pasukan dari perbatasan Altarus telah menghindari suplai pembangkit Qi yang masuk ke daerah kita… Namun, kita terlambat untuk mengatakan wabah penyalahgunaan Qi pada kerajaan lain.”
Saipul menyimpulkan itu dengan sangat mudah, dan sungguh membuat diriku merinding.
“Anda menceritakan ini untuk apa?” (Tanyaku)
“Aku mengajakmu untuk bergabung dengan tim pembasmi.” (komandan Saipul terlihat yakin)
Aku melihat istriku yang sedang hamil, ini pilihan sulit untuk meninggalkannya sendirian.
“Aku tidak akan pergi, ada sesuatu yang tidak harus banyak orang ketahui dengan alasanku.” (Itu pilihan diriku)
“Begitukah… “ Komandan Saipul segera berdiri.
“Sebenarnya, saya ingin lebih banyak berbincang dengan anda tentang hal lain, tetapi, saya saat ini tidak diperbolehkan untuk mengulur waktu, jadi saya mohon pamit.”
“Silahkan.” (Ucapku)
“Tapi, jika anda berubah pikiran, datanglah, dan beri kejutan kami.” (Saipul memancing keinginan diriku)
“Saya tahu bahwa diri anda bukan seorang pengecut.” Dia menutup pintu untuk keluar dari rumah ini.
……
Aku berdagang sayur.
Mungkin mereka sudah familiar denganku, dan banyak sekali para pelanggan yang membeli sayur di tempat lain.
Aku merasa persaingan dagang akhir-akhir ini semakin marak terjadi, bahkan sangat sedikit pelanggan yang mau singgah untuk membeli dagangan yang aku sediakan.
Pada akhirnya, hari ini aku tidak begitu banyak mendapat keuntungan.
…..
Kerugian terjadi berhari-hari.
Aku tidak bisa terus begini.
Ketika aku memasuki rumah, ada istriku yang sedang duduk sambil menenun sebuah kain.
“Sayang, apa hari ini libur untukmu?” Aku bertanya itu dengan santai.
“Iya, akhir-akhir ini, dinas pertanian sering libur, karena begitu pemasukan kita tidak terlalu banyak.”
Aku menghela nafas, lalu duduk bersebelahan dengan istriku pada masing-masing bangku.
“Ini krisis.” Kataku.
“Aku mengerti sayang, mungkin persaingan dagang yang terjadi di pasar, sudah menimpa dirimu bukan?” Istriku cukup mengerti apa yang telah terjadi.
“Kau mengerti apa yang aku rasakan, sekarang, semoga pemasukan kita ke depan akan semaki baik.” Itu doaku.
“Aku juga berharap hal itu sayang, tetapi… adakalanya kita harus berusaha selain berdoa… kita harus memikirkan cara yang lebih nyata.” Kata Ani.
“Mengapa begitu, sayang, tolong jelaskan.” Tanyaku.
“Mungkin ada baiknya, kau menerima permintaan komandan Saipul.”
Aku memikirkan istriku yang telah memberi saran.
“Aku akan jauh darimu, mungkin dalam waktu yang lama.” Ujarku.
(Ani menggelengkan kepalanya) “Tidak apa… jika demi keselamatan orang banyak, apa boleh buat.”
“Aku bagaikan lelaki yang tidak bertanggung jawab, membiarkan istriku mengandung sendirian, ini tidak manusiawi.” (Itulah kesimpulan diriku)
“Tenang, masih ada bebeapa pelayan, mungkin gajihmu dalam menjadi tim penyelamat akan cukup untuk mengurus pelayananku nanti, dan juga… mungkin kau harus lebih fokus pada tugas saja.” (Ani menyimpulkan itu dengan raut sedih)
…..
Komandan Saipul memintaku untuk bergabung dengan tim penyelamat kota Altarus yang sudah lewat satu hari, apa aku masih sempat masuk?
Aku membuka pintu istana dengan perlahan dan ada beberapa orang menunggu.
Mereka menatapku dengan senyum.
“Aku bilang Arul bukan orang pengecut.” Kata komandan Saipul.
“Anda sangat benar.” Nicki tersenyum padaku setelah mengucapkan itu.
Roy mengambil pedang bersampul, lalu dia menuju ke arahku dan memberikan pedang itu.
Aku menggaruk belakang kepalaku.
“Aku yakin kita akan berguna untuk generasi kita di masa depan.”
3 orang bertepuk tangan, bukan hanya itu, tapi seluruh orang di ruangan aula pasukan telah melakukan hal yang sama.
…..
Semua orang bersorak sambil meminum bir ketika kapal layar telah berada di atas air
“Kau tidak minum lagi?” (Tanya Zirobo)
Dia adalah temanku yang selalu mengajak untuk pesta pora.
“Aku sedang fokus.” Ujarku.
Aku menuju komandan Saipul yang berdiri di kabin kapal.
“Kita akan menuju ke mana?” Tanyaku.
“Kita menuju sebuah pulau terpencil, dan itu pulau yang banyak di tumbuhi tanaman bahan pembuat pil kultivasi.”
…..
Komandan Saipul melihat beberapa tentakel di tengah lautan.
Dia menggunakan teropong untuk melihat objek itu.
“Sepertinya di sana ada bahan makanan.”
Semua orang menatap arah di mana komandan Saipul menunjuk gurita raksasa itu.
Gurita itu akan menuju ke sini.
“Gawat, kita dalam bahaya.”
Semua pasukan mulai siaga, menghentikan minum-minum dan segera mengambil senjata.
“Apa yang terjadi?” Ucapku.
Aku juga mulai mencabut pedang.
Gurita raksasa mulai mengangkat tentakelnya, membuat sebuah gelombang yang dahsyat, dan kapal ini mulai menjauh.
Tentakel melilit bagian depan kapal.
Aku berlari menuju dapur, dan melihat ada sebuah minyak pembangkit api.
Aku menumpahkan minyak itu pada sebuah makhluk lunak ini.
…..
Tentakel terbakar oleh api.
Kapal selamat dari genggaman monster itu.
Aku melihat mata dari tentakel itu, segera menusuk mata itu dengan cepat.
…..
Semua orang bersorak riang gembira, karena hari ini kami memasak tentakel dari gurita raksasa.
Tentakel ini rasanya sangat keras.
Aku mencoba api di depan ini membakar benda ini, tapi rasanya tetap sama saja.
Aku pikir lagi, “ini lumayan untuk menghemat perbekalan.”
Komandan Saipul menepuk pundakku selagi duduk bersama.
“Kau benar, tapi keahlianmu dengan nekat menyerang monster tentakel ini dari dekat adalah hal yang tidak bisa di lakukan semua orang, nyatanya, kami ketakutan tanpa sebuah kekuatan.”
Pujian panjang terdengar olehku dari seorang komandan perang.
“Ah, mungkin anda terlalu berlebihan memuji saya, karena mungkin saya sudah terbiasa berlatih tanpa Qi.” (Itu adalah kesimpulanku yang mahal)
Semua orang mungkin tertegun.
“Kau luar biasa.” (Zirobo memujiku)
……
Kami sampai di sebuah tempat pulau Koara.
Daun-daun memang terlihat hijau.
Mereka memilik tempatnya di sini.
Jika seseorang masuk untuk mengambil Koara, maka sama saja dengan pelanggaran hukum.
(Jika di dunia manusia Koara adalah ganja.)
Daun ini sangat malang, dilarang di setiap negara.
Kehadiarannya dianggap berkah, namun sebagian lagi menganggapnya sebagai bisnis yang tidak ternilai harganya.
Untungnya di sini ada beberapa penjaga.
Komandan Saipul turun dari kapal.
Dia bicara dengan beberapa orang penjaga, bahkan bisa dibilang, bahwa mereka adalah penduduk asli pulau ini.
Tapi kehadiran kami tidaklah mulus, bagi anggapan sebagian orang yang tinggal di sini.
Karena kami, dianggap sebagai penjajah.
Mungkin saja.
Aku tidak membiarkan komandan Saipul ditodong senjata dengan kasar.
Aku melesat untuk mencabut sesuatu di samping pinggangku.
Pedangku berseberangan dengan tombak dari penduduk pulau Koara.
“Arul… hentikan…” Komandan Saipul lalu memberi hormat, “Kami dari kerajaan Altarus... Kedatangan kami di sini, yaitu untuk berkunjung dan menikmati alam pulau Koara.”
“Kami tidak akan percaya, pasti kalian dari penjajah yang sama, akan merampas daun Koara dari pulau ini secara brutal.” (Itu jawaban penduduk Koara)
Pertempuran tidak terelakkan.
Senjata demi senjata telah berhantaman.
Aku melakukan bagianku untuk melindungi diri sendiri.
Seketika anak panah mulai menyerang.
Aku segera berlari.
Banyak para pasukan tim penyelamat Altarus telah terkena anak panah, terutama dua juniorku.
Komandan Saipul terkena anak panah di lengannya.
Meski itu tidak terlalu dalam, aku yakin sangat menyakitkan.
Aku memukul beberapa penduduk atau penjaga pulau Koara.
Seketika ada seseorang dengan perut yang besar, meniup terompet, jelas itu memekikkan pendengaranku.
Semua penjaga pulau Koara berhenti.
Aku kelelahan, dan mengobati beberapa orang yang terluka.
“Ajak mereka ke inti pengobatan.” Ucap lelaki berperut besar itu.
Dia mungkin adalah pemimpin dari pulau ini.
“Akhir-akhir ini kami meningkatkan penjagaan, karena panen Koara milik kami telah dirampas oleh beberapa orang, dan kami menganggap mereka sebagai penjajah.” Itulah katanya.
Kesalahpahaman ini berujung dengan luka.
“Ya, ini kesalahanku... karena tidak... menghubungi anda sebelum berkunjung ke sini.” (Komandan Saipul kemudian pingsan, karena mungkin anak panah itu mengandung bius)