Amirul, yang dikira anak kandung ternyata hanyalah anak angkat yang tak sengaja tertukar pada saat bayi.
Setelah mengetahui jika ia anak angkat, Amirul di perlakukan dengan kasar oleh ibu angkat dan saudaranya yang lain. Apa lagi semenjak kepulangan Aris ke rumah, barang yang dulunya miliknya yang di beli oleh ibunya kini di rampas dan di ambil kembali.
Jadilah ia tinggal di rumah sama seperti pembantu, dan itu telah berlalu 2 tahun lalu.
Hingga akhirnya, Aris melakukan kesalahan, karena takut di salahka oleh ibunya, ia pun memfitnah Amirul dan Amirul pun di usir dari rumah.
Kini Amirul terluntang lantung pergi entah kemana, tempat tinggal orang tuanya dulu pun tidak ada yang mengenalinya juga, ia pun singgah di sebuah bangunan terbengkalai.
Di sana ada sebuah biji yang jatuh entah dari mana, karena kasihan, Amirul pun menanam di sampingnya, ia merasa ia dan biji itu senasib, tak di inginkan.
Tapi siapa sangka jika pohon itu tumbuh dalam semalam, dan hidupnya berubah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon less22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22
...🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️...
...happy reading...
...⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️...
Amirul duduk di kursi yang dingin, tangan keringnya menggenggam ujung celana. Di depannya, meja kecil menampung selembar dokumen yang tercetak rapi, surat pemutusan hubungan keluarga.
Rita, wanita yang telah ia panggil "Ibu" dengan wajah yang dingin seperti batu es. Ayahnya, Pak Dinata, dengan rahang tegang, tidak berbicara apa-apa.
Amirul mengangkat kepala, matanya yang merah akibat menangis tadi melihat dokumen itu. Ia mengangguk pelan, napasnya terengah-engah. "Baiklah... aku akan menandatangani," ujarnya dengan suara yang lemah, seperti tercekik.
Ia menggenggam pena yang disediakan oleh kepala sekolah. Ujung pena itu menyentuh kertas, tapi tangannya terasa gemetar. Ia belum siap, belum siap untuk kehilangan yang satu-satunya "keluarga" yang pernah ia miliki enak bayi.
Tiba-tiba, Rita membuka mulut dengan nada yang kasar dan ketus, seolah tidak sabar menunggu. "Asal kau tahu, jika aku tau duluan kau bukan anak kandung kami, sudah lama aku kubuang ke panti asuhan!" Suaranya memecah keheningan, terdengar lebih keras.
"Selama dua tahun kau di rumah ini, aku pikir kau bisa membalas budi, membantu pekerjaan rumah. Rupanya malah jadi beban! Membayar sekolahmu, makanmu, semuanya butuh uang. Maka dari itu, kami harus memutuskan hubungan denganmu dan anggap kita tidak pernah kenal."
Kata-kata itu seperti peluru yang menembus hati Amirul. Tangannya yang menggenggam pena semakin kaku.
Meja kecil di tengah ruangan tampak seolah akan hancur karena tekanan tangan Amirul yang menggenggam surat pemutusan hubungan itu. Matanya yang tadinya sedih sekarang menyala dengan api kemarahan, api yang sudah menumpuk selama dua tahun.
Tanpa ragu lagi, Amirul menggenggam pena dengan erat dan menandatangani namanya dengan tulisan yang tebal dan kasar. Setiap goresan pena seolah-olah melepaskan semua penderitaan yang telah ia tanggung. "Sekarang aku sudah yakin, aku memang harus pergi dari hidup Keluarga Dinata!" ujarnya dengan suara yang berat, penuh amarah yang tidak tertahankan.
Ia menatap Rita dan Pak Dinata (ayah yang telah ia panggil selama ini) dengan pandangan yang tajam. "Aku sudah berusaha menjadi anak yang baik! Selama dua tahun, aku menjadi pembantu tanpa gaji, memasak, mencuci, membersihkan rumah, bahkan menjadi pengasuh Aris! Aku kelelahan, kecapekan, dan sakit kesedihan yang mendalam yang tidak pernah hilang!"
Suaranya semakin tinggi, melewati bunyi jantung yang berdebar kencang. "Dan kalian? Kalian tidak menganggap aku bahkan seperti manusia, hanya alat yang bisa dipakai dan dibuang kapan saja! Aku tahu, selama bayi kalian mengurusku, aku mungkin tidak sanggup membayarnya. Tapi selama dua tahun itu, kalian seperti menyiksaku tanpa merasa bersalah sedikit pun!"
Ia mengangkat surat itu dan menggoyangkan di depan wajah Rita. "Jika selama ini kalian lelah mengurusku, dan bayarannya adalah dua tahun penderitaan ku... maka aku iklas! Segala utang yang kalian katakan sudah lunas!"
Rita melompat dari kursinya, wajahnya memerah karena emosi. "Hey! Penderitaan apaan yang kau omongin?!" suaranya memekik, membuat guru-guru di ruang sebelah menyembul keluar. "Kamu di rumah enak-enakan makan, enakan tidur, tidak perlu kerja keras seperti kita! Terus kamu bilang kami menyiksamu?! Apa kau sengaja memfitnah kami yang telah merawatmu dengan baik?!"
...⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️...
thanks teh 💪💪💪