NovelToon NovelToon
KAIL AMARASANA

KAIL AMARASANA

Status: sedang berlangsung
Genre:Sistem
Popularitas:408
Nilai: 5
Nama Author: Yusup Nurhamid

Di negeri Amarasana, tempat keajaiban kuno disembunyikan di balik kehidupan sederhana, Ghoki (17), seorang anak pemancing yatim piatu dari Lembah Seruni, hanya memiliki satu tujuan: mencari ikan untuk menghidupi neneknya.
Kehidupan Ghoki yang tenang dan miskin tiba-tiba berubah total ketika Langit Tinggi merobek dirinya. Sebuah benda asing jatuh tepat di hadapannya: Aether-Kail, sebuah kail pancing yang terbuat dari cahaya bintang, memancarkan energi petir biru, dan ditenun dengan senar perak yang disebut Benang Takdir.
Ghoki segera mengetahui bahwa Aether-Kail bukanlah alat memancing biasa. Ia adalah salah satu dari Tujuh Alat Surgawi milik para Deva, dan kekuatannya mampu menarik Esensi murni dari segala sesuatu—mulai dari ikan yang bersembunyi di sungai, kayu bakar ya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yusup Nurhamid, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Misi Pertama: Duri Cahaya di Menara Sunyi

​Setelah merencanakan rute singkat, tim kecil Ghoki bergerak. Perguruan Tinggi Elara menyediakan bekal dan peta rahasia. Elara sendiri tidak bisa ikut; tugasnya adalah menjadi pusat komando dan menganalisis pergerakan pasukan Varun dari Nexus.

​Tim inti terdiri dari tiga orang: Ghoki, sang Pemancing Takdir; Lysandra, sang Shadow-Seer; dan Kaelen, sang Ahli Tempur.

​Ghoki membawa Aether-Kail dan Aegis-Manta di punggungnya, terbungkus kain tebal. Ia masih merasa canggung dengan Aegis-Manta, tetapi Kaelen memberinya pelajaran singkat tentang cara memegang gada perisai itu untuk menangkis.

​Lysandra adalah seorang wanita yang cekatan, Esensi Shadow-Seer-nya memungkinkan dia untuk melihat perubahan halus pada bayangan—indikator takdir atau kehadiran musuh tersembunyi. Kaelen, dengan ototnya yang padat dan Esensi Kesetiaan Murni, adalah perisai hidup bagi tim.

​Perjalanan ke Pegunungan Kasta Utara memakan waktu empat hari. Perjalanan kali ini terasa berbeda bagi Ghoki. Ia tidak lagi mengikuti Benang Takdir secara membabi buta, melainkan menggunakan Visio-Sonar untuk memverifikasi jalur yang disarankan Lysandra.

​"Jalur yang kau ambil terlalu lurus, Lysandra. Kailku merasakan ada Esensi Kecemasan di balik Bukit Perunggu," ujar Ghoki pada hari kedua.

​Lysandra menyipitkan matanya, mengamati bayangan. "Bayangannya tenang. Tapi baiklah. Aku percaya kail langitmu."

​Mereka berbelok, dan benar saja, mereka menemukan tenda Penjaga Kota Varun yang tersembunyi di balik bukit. Ghoki telah menyelamatkan mereka dari penyergapan.

​"Kailmu ini tidak hanya memancing benda, Ghoki. Ia memancing Niat," kata Kaelen takjub.

​Mereka tiba di kaki Pegunungan Kasta Utara pada pagi hari keempat. Pegunungan itu diselimuti kabut tebal dan terasa jauh lebih dingin daripada Gahara. Di puncaknya, samar-samar terlihat sebuah struktur batu yang menjulang tinggi: Menara Sunyi.

​"Menara itu ditinggalkan ribuan tahun yang lalu. Legenda mengatakan, tidak ada yang bisa mencapainya tanpa tersesat dalam kabut atau didorong oleh angin," bisik Lysandra.

​Ghoki mengaktifkan Aether-Kail. Kabut di sekitarnya langsung terlihat sebagai Esensi Kebingungan dan Ilusi yang tebal, berputar-putar seperti kapas abu-abu.

​"Aku bisa memancing jalan kita," kata Ghoki, tangannya meremas gagang kail. "Aku akan menarik Esensi Kejelasan dari kabut."

​"Tunggu, Ghoki," kata Kaelen, meraih lengannya. "Itu akan memakan banyak energimu, dan kita mungkin bertemu musuh di atas."

​"Ada cara lain," sela Lysandra, menunjuk ke udara. "Kabut itu juga memiliki Esensi Angin Lembah yang alami. Jika kita bisa menggunakan kailmu untuk menarik Esensi Angin itu dan mengarahkannya, kita bisa menyapu jalan kita."

​Ghoki menyadari kejeniusan rencana itu. Menggunakan Aether-Kail untuk memanipulasi Esensi yang sudah ada jauh lebih hemat energi daripada memancing konsep murni.

​Ghoki melepaskan Aegis-Manta (yang langsung membuat Lysandra dan Kaelen bersiaga) dan mengayunkan Aether-Kail ke langit.

​Aku memancing... Esensi Angin Lembah yang kuat untuk menyapu ilusi.

​Ia menarik dengan ritme yang stabil. Perlahan, kabut ilusi mulai berputar. Ghoki mengendalikan Benang Takdir untuk mengarahkan pusaran angin itu ke arah Menara Sunyi. Dalam beberapa menit, sebuah jalur sempit yang bebas kabut terbuka, mengarah lurus ke menara.

​Mereka mendaki dengan cepat melalui jalur yang terbuka itu. Di tengah perjalanan, Ghoki merasakan Visio-Sonar-nya berteriak—bukan ancaman fisik, melainkan Esensi Keputusasaan yang kuat datang dari atas.

​"Hati-hati, ada yang menunggu di atas. Tapi dia... dia sangat sedih," bisik Ghoki.

​Mereka mencapai puncak dan memasuki Menara Sunyi yang gelap dan berdebu. Di tengah ruangan bundar yang sunyi itu, duduklah seorang wanita tua, badannya kurus dan matanya kosong. Ia tidak menyerang, hanya menatap ke depan dengan kehampaan. Wanita itu adalah Penjaga Menara yang tersisa.

​"Kami datang untuk Duri Cahaya," kata Kaelen dengan hati-hati.

​Wanita itu perlahan menoleh. "Duri itu tidak bisa diambil. Ia menampung Esensi Cahaya Murni Amarasana. Jika kalian mengambilnya, kegelapan akan menelan negeri ini."

​Ghoki maju. Ia melihat Esensi Kesetiaan yang Kuat di sekitar wanita itu, tetapi juga Esensi Pengorbanan Diri yang mendalam.

​"Kami harus mencegah Varun mendapatkannya," kata Ghoki. "Dia akan menggunakannya untuk menindas Amarasana."

​"Varun tidak peduli pada Duri ini. Yang ia cari adalah Cermin Kebenaran yang akan ia gunakan untuk memotong takdir. Duri ini... Duri ini adalah harapan terakhir orang yang ingin menghentikan Varun," jawab wanita itu dengan suara parau.

​"Siapa?" tanya Lysandra.

​"Ayahmu, Ghoki Limana," jawab wanita itu, menunjuk ke sebuah pedestal kristal di tengah ruangan, tempat sebilah duri kristal setinggi lutut bersinar dengan cahaya keemasan.

​Wanita itu menjelaskan, "Ayahmu adalah murid terakhirku. Dia datang ke sini bertahun-tahun yang lalu untuk mengamankan Duri ini, tahu bahwa Varun akan mencarinya. Dia kemudian pergi... untuk mencari artefak lain. Dia meninggalkan Duri ini di sini, memancing Esensi harapannya, dan mengaitkannya ke takdirmu. Hanya kau, yang memiliki kailnya, yang bisa mengambilnya."

​Ghoki tertegun. Ayahnya tidak hilang; dia adalah seorang agen rahasia yang melawan Varun, dan dia yang mengatur agar Ghoki menerima kail itu.

​"Apa yang terjadi padanya?" tanya Ghoki, suaranya tercekat.

​"Dia tahu dia tidak punya banyak waktu. Dia meninggalkan sebuah pesan," kata wanita itu, menunjuk ke belakang pedestal.

​Ghoki berjalan ke sana. Sebuah ukiran di batu berbunyi:

​Anakku, Ghoki.

Jika kau telah menerima Kail, carilah sekutu. Varun akan mencari Lonceng Gema di Danau Sembilan Arus. Itu adalah alat yang menampung Esensi Waktu. Kita harus mengamankannya sebelum dia memanipulasi waktu. Kail itu adalah kunci, Nak. Jaga ibumu (Nenek Mina) dan selamatkan takdir.

Ayah.

​Ghoki merasakan air mata di matanya. Ia meremas kailnya, kini dengan pemahaman baru.

​Ia menoleh ke wanita itu. "Kami akan mengamankannya."

​Ghoki meletakkan Aether-Kail di pedestal, tepat di sebelah Duri Cahaya. Kail itu dan Duri itu beresonansi, menghasilkan cahaya putih yang lembut. Ghoki menggunakan Aether-Kail untuk memancing Esensi Transferensi dari Duri Cahaya.

​Aku memancing... Esensi Duri Cahaya ke dalam Aegis-Manta!

​Dengan tarikan lembut, Duri Cahaya itu menyusut. Duri itu tidak menghilang; ia masuk ke dalam kepala perisai Aegis-Manta, yang kini bersinar terang dengan cahaya keemasan. Ghoki kini memiliki dua Alat Surgawi dalam satu tangan.

​"Sekarang," kata Ghoki, menatap Lysandra dan Kaelen. "Varun akan menuju Danau Sembilan Arus. Kita harus lebih cepat."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!