NovelToon NovelToon
DI UJUNG DOA DAN SALIB : RENDIFA

DI UJUNG DOA DAN SALIB : RENDIFA

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Cinta pada Pandangan Pertama / Keluarga / Romansa / Office Romance
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Marsshella

“Sakitnya masih kerasa?”
“Sedikit. Tapi bisa ditahan.”
“Kalau kamu bilang ‘bisa ditahan’ sambil geser duduk tiga kali … itu artinya nggak bisa, Dhifa.”
“Kamu terlalu kasar tadi pagi,” batin Nadhifa.
***
Renzo Alverio dan Nadhifa Azzahra saling mencintai, tapi cinta mereka dibatasi banyak hal.
Renzo, CMO Alvera Corp yang setia pada gereja.
Nadhifa, CFO yang selalu membawa sajadah dan mukena ke mushola kantornya.
Hubungan mereka tak hanya ditolak karena beda keyakinan, tapi juga karena Nadhifa adalah anak simpanan kakek Renzo.
Nadhifa meski merasa itu salah, dia sangat menginginkan Renzo meski selalu berdoa agar dijauhkan dari pria itu jika bukan jodohnya
Sampai akhirnya suatu hari Renzo mualaf.
Apakah ada jalan agar mereka bisa bersatu?
*
*
*
SEKUEL BILLIORAIRE’S DEAL : ALUNALA, BISA DIBACA TERPISAH

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marsshella, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

12. NASI GORENG NADHIFA DIREBUT

Ruangan kerja Renzo yang dulu selalu terlihat seperti kapal pecah, kini rapi dan tertata. Dokumen tersusun rapi di rak, papan whiteboard penuh dengan timeline kampanye yang jelas, dan udara ruangan tidak lagi pengap oleh aroma kopi.

Lima pegawai wanita dari divisi Keuangan ternyata bukan hanya cantik dan stylish, tapi juga sangat kompeten. Keahlian mereka dalam mengelola media sosial dan berkolaborasi dengan selebgram serta tiktokers telah membawa angin segar bagi tim.

Saat ini, mereka sedang berkumpul di pantry yang luas, menikmati kopi dan burger mewah yang ditraktir Renzo sebagai bentuk apresiasi. Suasana riang dan cair. 

Renzo masuk dan dengan santai mengambil tempat duduk terakhir yang tersisa di meja mereka, ikut menikmati burger yang dipesannya sendiri.

“Terima kasih lagi, tim. Performa kita minggu ini luar biasa,” puji Renzo sambil meneguk kopinya.

“Ah, itu berkat strategi Mas Renzo juga,” balas Ciara, tersenyum. 

Obrolan pun mengalir, dari urusan kerja hingga hal-hal ringan.

Lalu, Devi dengan santai berkata, “ngomong-ngomong, gimana kabar Mbak Nadhifa di lantai 7? Ditinggal lima anak buahnya, pasti kewalahan.”

“Tapi menurut gue, Mbak Nadhifa itu lebih cocok jadi ibu rumah tangga aja,” sela Lita dengan nada polos, namun terdengar sedikit merendahkan. “Dia tipe wanita yang harus disimpan baik-baik oleh suaminya, bukan dipapar di dunia kerja yang keras begini. Apalagi dia sangat rajin ibadah, pasti lebih nyaman di lingkungan yang tenang.”

Maya menambahkan, “iya, tapi jangan salah. Di balik kesan alimnya, dia pekerja keras banget. Suka lembur dan paling suka bantu-bantu. Gue aja sering ditegur baik-baik sama dia kalau ada laporan yang salah.”

Senyum Renzo, yang sejak tadi mengembang, tidak pudar. Justru, matanya berbinar penuh minat. “Oh? Kalo Nadhifa marah, kelihatannya kaya apa?”

Kelima wanita itu serempak tertawa kecil. 

“Marahnya itu lucu, Mas!” jawab Sari. “Cuma pas dia lagi mens aja sih. Biasanya kalau disenggol dikit, auto nge-gas. Tapi langsung deh, beberapa detik kemudian dia istighfar dan minta maaf. Kayak kesetrum!”

Bayangan itu—Nadhifa dengan kerudungnya, wajahnya yang biasanya kalem berubah merah karena kesal, lalu langsung beristighfar dengan malu—menghasilkan tawa lepas dari Renzo. Dia membayangkannya dengan jelas, dan gambaran itu justru membuat Nadhifa terasa semakin nyata dan menggemaskan di matanya.

Tawa mereka pecah bersama. Tapi di balik tawa itu, hati Renzo justru berdebar kencang. Mendengar cerita-cerita kecil tentang Nadhifa dari orang lain, tentang kesalehan, keteguhan, dan bahkan ‘kelemahan’ manusiawinya saat menstruasi, justru semakin mengukuhkan perasaannya.

“Mereka bilang dia cocoknya disimpan. Tapi gue justru ingin dunia tahu betapa berharganya dia. Gue ingin dia bersinar dengan caranya sendiri. Denger cerita mereka, gue sadar. Hati gue ini sudah nggak bisa lagi berpaling. Dulu, gue pernah tersesat dan bingung sama perasaan gue sendiri. Tapi Nadhifa, tanpa dia sadari, bikin gue kembali ke jalan yang benar. Kini, yang gue inginkan cuman dia. Cuman Nadhifa. Gue nggak boleh tergoda oleh siapapun, atau goyah oleh strategi Alaric sekalipun,” batin Renzo.

Perasaan itu mendesaknya untuk segera bertindak. Dengan tiba-tiba, Renzo berdiri, menyisakan setengah burgernya.

“Maaf, gue ada urusan mendadak. Kalian lanjutin aja,” katanya dengan senyum yang tiba-tiba terburu-buru.

Lima wanita itu saling pandang, sedikit bingung dengan kepergiannya yang mendadak.

Renzo berjalan cepat meninggalkan pantry, menuju lift. Lift turun menuju lantai 7. Di dalam hati Renzo, kini hanya ada satu nama. Nadhifa. Sebuah nama yang telah menjadi penuntunnya kembali ke cahaya, dan yang kini menjadi alasan terkuatnya untuk bertahan dan berjuang di tengah segala kekacauan keluarganya. 

Dia siap menghadapi penolakan, karena baginya, harapan untuk memenangi hati Nadhifa sepadan dengan segala risikonya.

...***...

Renzo berdiri di pintu divisi Keuangan, menyaksikan pemandangan yang jauh berbeda dari divisinya sendiri. Lima orang bapak-bapak baru saja beranjak dari kursi mereka dengan obrolan yang riuh tentang menu kafetaria.

“Gue mau ambil mujaer goreng, sambal terasi, plus tumis kangkung!”

“Wah, geboy mujaer nih, Bang!”

“Ikan lele juga enak, tapi hari ini mujaer dulu lah!”

Mereka melewati Renzo dengan anggukan hormat sebelum hilang menuju lift. Suasana di ruangan itu tiba-tiba menjadi hening. Dari balik dinding kaca yang memamerkan pemandangan kota dengan gedung pencakar langit bercap “AG” milik Alverio Group yang menjulang di kejauhan, simbol kekuasaan Alaric, Renzo melihat Nadhifa masih duduk di mejanya.

Gadis itu sedang membuka kotak bekalnya, satu tangan memegang sendok, satu lagi masih asyik menggerakkan mouse, matanya tertuju pada spreadsheet di layar komputernya. 

Renzo mendekat, langkahnya pelan. Dia menarik kursi di meja sebelah Nadhifa dan duduk.

“Masih belum sholat?” tanya Renzo akhirnya, memecah kesunyian.

Nadhifa menoleh, sedikit terkejut. “Loh, Mas Renzo. Iya, aku lagi halangan. Biasanya sholat di lantai dua puluh, mushola yang sepi.”

Renzo mengangguk. “Gue tau. Pernah sekali gue ke sana. Cuman lihat-lihat.”

Nadhifa memandangnya tajam. “Melihat-lihat apa?”

“Mungkin … mencari petunjuk,” jawab Renzo samar.

Nadhifa menarik nafas pelan. Dia bisa menebak ke arah mana pembicaraan ini akan berlabuh. Dalam hatinya, dia berdoa, “Ya Allah, jangan biarkan dia mengubah keyakinannya hanya demi diriku. Itu tidak akan pernah benar.”

“Keyakinan itu harus datang dari hati, Mas,” ucap Nadhifa lembut, tapi tegas. “Demi Tuhan, bukan demi siapapun. Bukan untuk menyenangkan seseorang.”

Renzo mendengar pesan tersirat itu. Dia mengangguk pelan, memahami kekhawatirannya. Tiba-tiba, dia berdiri, lalu berbalik menghadap Nadhifa dengan sikap yang sedikit dramatis.

“Gue boleh minta nasi gorengnya,” pinta Renzo, menunjuk ke kotak bekal Nadhifa yang berisi nasi goreng spesial dengan telur mata sapi.

Nadhifa terkejut, lalu tersenyum tipis. “Silakan, Mas. Aku nggak terlalu lapar.”

“Semuanya?” tanya Renzo.

“Semuanya. Untuk Mas Renzo.”

Wajah Renzo berseri. Dengan gesit, dia menarik kursi dan duduk persis di sebelah Nadhifa, bahunya hampir bersentuhan. Dia mulai menyantap nasi goreng itu dengan lahap.

“Ini enak banget,” gumannya di antara suapan. “Beneran, nih. Kalah sama semua menu di kafetaria. Lo masak sendiri?”

Nadhifa mengangguk, lalu tawa ringannya pecah. Sebuah suara yang, bagi Renzo, seperti melodi—lembut, jernih, dan membuatnya ketagihan. 

Tapi bagi Nadhifa, tawa itu terdengar lemah. Hari ini tubuhnya tidak mendukung. Rasanya ingin marah pada Renzo yang datang tiba-tiba dan mengambil makan siangnya, tapi energi untuk kesal pun tidak ada. 

Dia hanya bisa terduduk, menahan sedikit kram di perutnya, dan membiarkan Renzo menikmati nasi gorengnya dengan wajah yang begitu bahagia, sementara hatinya sendiri bergejolak bingung akan sebuah harapan kecil yang tak boleh diakui.

1
Esti Purwanti Sajidin
syemangat kaka,sdh aq vote👍
Marsshella: Makasi semangatnya Kaka, makasi udah mampir ya. Selamat datang di kisah Renzo dan Nadhifa 🥰
total 1 replies
kalea rizuky
najis bgt tau mual q thor/Puke/ kok bs alarik suka ma cwok pdhl dia bersistri apakah dia lavender marrige
Marsshella: di Alunala Alaric dia udah tobat kok dan punya anak kesayangan. Ini giliran ceritanya si Renzo 😭😭😭😭😭
total 1 replies
kalea rizuky
njirr kayak g ada perempuan aja lubang ta.... *** di sukain jijik bgt
kalea rizuky
gay kah
Wina Yuliani
tah ge ing ketahuan jg brp umur.mu nak
Marsshella: dah jadi pria matang ya 😭
total 1 replies
Wina Yuliani
emangnya mereeka beda berapa tahun ya thor?
Marsshella: seumuran mereka 😄. Kakeknya Renzo tuh punya simpanan muda dan itu Nadhifa anaknya Kakek Renzo ... ikutin terus ceritanya, ya, ada plot twist besar-besaran 🥰
total 1 replies
Wina Yuliani
ternyata ada kisah cinta terlarang yg nambahin kerumitan hidup nih
Marsshella: ada plot twist ntar 🔥
total 1 replies
Wina Yuliani
baru baca tapi udah seru, keren
Marsshella: Welcome to kisah Renzo dan Nadhifa, Kak. Ikutin terus ceritanya ya 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!