Kecelakaan yang merenggut istrinya menjadikan Arkana Hendrawan Kusuma tenggelam dalam perasaan kehilangan. Cinta yang besar membuat Arkan tak bisa menghilangkan Charissa Anindya—istrinya—dari hidupnya. Sebagian jiwanya terkubur bersama Charissa, dan sisanya ia jalani untuk putranya, Kean—pria kecil yang Charissa tinggalkan untuk menemaninya.
Dalam larut kenangan yang tak berkesudahan tentang Charissa selama bertahun-tahun, Arkan malah dipertemukan oleh takdir dengan seorang wanita bernama Anin, wanita yang memiliki paras menyerupai Charissa.
Rasa penasaran membawa Arkan menyelidiki Anin. Sebuah kenyataan mengejutkan terkuak. Anin dan Charissa adalah orang yang sama. Arkan bertekad membawa kembali Charissa ke dalam kehidupannya dan Kean. Namun, apakah Arkan mampu saat Charissa sedang dalam keadaan kehilangan semua memori tentang keluarga mereka?
Akankah Arkan berhasil membawa Anin masuk ke kehidupannya untuk kedua kalinya? Semua akan terjawab di novel Bring You Back.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aquilaliza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menghabiskan Waktu Bersama
.... ...
.... ...
.... ...
Sesuai permintaan Kean, Anin pun mengikuti kemana saja arah yang dituju Arkan dan Kean. Perempuan itu berjalan beriringan bersama Kean dan Arkan, dengan Kean berada ditengah keduanya. Anin menggandeng tangan kanan dan Arkan menggandeng tangan kiri Kean. Pasangan sempurna—menurut pengunjung mall yang memperhatikan mereka.
"Papa, Kean mau ke Timezone," celetuk anak itu saat melihat seorang anak merengek pada orang tuanya. Dia sempat lupa tujuannya datang ke mall karena terlalu sibuk dengan Anin. Sejak tadi, dia tidak mau jauh dari Anin, dan lebih sibuk berbicara dengan Anin dibandingkan dengan Papanya.
Arkan tentu saja tak menolak permintaan putranya. Tujuannya kemari adalah untuk menyenangkan putranya, sekaligus menghabiskan waktu bersama setelah hampir seminggu waktunya terbagi dengan kerjaan.
Anin? Perempuan itu hanya ikut saja. Kemana Arkan dan Kean berada, dia juga akan berada di tempat yang sama.
"Aku mau mandi bola. Tante cantik sama Papa ikut ya?" Anin tersenyum dan langsung mengangguk. Dia tidak bisa menolak permintaan anak manis itu. Dia senang ikut bermain bersama Kean. Ada perasaan hangat ketika anak itu melibatkannya.
Di sisi lain, Arkan sejak tadi tak benar-benar fokus. Semuanya terbagi pada sosok Anin yang terlihat begitu semangat dan tak pernah menolak permintaan Kean. Ada pancaran kasih sayang dari perempuan itu untuk putranya.
Arkan tak berhenti melirik Anin dari awal mereka jalan bersama. Sesekali ia menatap dengan jelas wajah Anin. Ada perasaan aneh yang memenuhi dirinya.
"Papa?" Arkan tersadar saat merasakan ujung kaos yang ia kenakan ditarik. Saat menunduk, ia menemukan Kean mendongak menatapnya.
"Papa kenapa? Papa tidak mau main mandi bola bersama Kean? Tante cantik sudah setuju ikut bermain."
"Tidak. Papa tidak kenapa. Ayo, main."
Arkan langsung menggendong Kean dan membawanya masuk kedalam kolam yang semuanya berisi bola berukuran kecil berwarna-warni. Anak itu sangat senang. Anin pun turut senang dan ikut masuk.
Ketiganya bermain dengan penuh kegembiraan dan canda tawa. Anin dan Arkan juga bergantian menangkap Kean yang bermain seluncur sebelum tubuh mungil itu jatuh ke dalam kolam bola.
Terkadang, Arkan juga ikut jatuh dalam keadaan Kean berada di pelukannya. Ketiganya bahkan bermain lempar lemparan bersama. Orang-orang yang tak tahu seperti apa hubungan mereka akan menganggap bahwa mereka sangat beruntung memiliki keluarga kecil yang bahagia.
"Tante cantik, Kean mau main bumper car," ujar Kean setelah mereka cukup beristirahat di sisi kolam bola.
"Boleh. Tapi, Kean harus minta izin Papa dulu."
Anak itu mengangguk. Dia langsung menghampiri Papanya saat sang Papa kembali dari toilet. Dan tak butuh waktu lama untuk membujuk, Kean langsung mendapat persetujuan beberapa detik setelah mengatakannya.
Akhirnya mereka lanjut bermain bumper car. Anin dan Kean, mereka berada di satu mobil yang sama. Sementara Arkan sendiri. Pria itu mulai tersenyum saat Kean meminta Anin menabrak mobilnya.
Lelaki jangkung itu hanya diam dan sesekali menghindar ketika mobil Kean dan Anin menabrak mobilnya. Bahkan ia tersenyum lebar ketika dua orang itu terkekeh bersama.
"Cantik ...." Arkan bergumam lirih ketika tawa Anin terurai. Untuk pertama kalinya setelah Charissa meninggal, ia memberi pujian pada wanita lain.
Permainan itu tidak hanya berhenti pada bumper car. Kean juga meminta memainkan permainan lain. Anak itu menginginkan permainan pump it up, namun ia tak ikut bermain. Dia hanya ingin menonton. Menonton Papanya dan Anin bermain.
Anin awalnya menolak karena canggung harus melakukan permainan bersama Arkan. Tapi, setelah Kean memohon, Arkan juga yang meminta, Anin pun bersedia.
Awalnya ia sedikit kaku. Tapi setelah sekali mencoba, dia pun mulai bisa melakukan permainan tersebut. Dia dan Arkan sama-sama bersemangat. Mereka bahkan tertawa bersama, seolah melupakan jika mereka adalah seorang bawahan dan atasan.
"Hah, ternyata menyenangkan juga," celetuk Anin setelah mereka berjalan bersama keluar dari Timezone.
"Ya, sangat menyenangkan," sahut Arkan sambil menunduk menatap putranya yang tersenyum.
"Kapan-kapan kita main lagi ya, Pa? Tante cantik juga harus ikut."
"Ya, kapan-kapan kita main lagi. Tapi, Tante Anin belum tentu bisa. Dia punya keluarga yang juga butuh waktu untuk berkumpul bersama."
Kean mengangguk dengan wajah sedikit cemberut. Tapi, saat langkah mereka dekat pada sebuah restoran di mall tersebut, senyum Kean langsung mengembang. Dia sudah sangat lapar.
"Papa, gendong Kean dan jalan lebih cepat. Kean sudah sangat lapar." Celetukan anak itu berhasil membuat Arkan dan Anin terkekeh. Dengan segera Arkan menggendongnya, lantas melangkah sedikit lebih cepat sesuai permintaan Kean.
***
Perjalanan pulang terasa begitu hening saat Kean tertidur. Tidak ada celotehan anak yang membuat suasana mobil menjadi lebih hidup. Anin yang ikut bersama Arkan dan Kean dalam mobil pun hanya diam. Arkan juga melakukan hal yang sama. Bibirnya terkatup rapat dan hanya fokus pada lintasan yang hendak ia lewati.
Di pertengahan jalan, mobil Arkan berhenti mengikuti barisan mobil di depannya. Lampu merah lalu lintas membuat semua orang harus sabar menunggu.
Ekor mata Arkan sedikit melirik ke arah Anin yang duduk di sebelahnya, lalu menoleh ke jok belakang dimana Kean sedang tertidur pulas.
"Terima kasih sudah mau memenuhi permintaan Kean."
Anin yang semula menatap ke luar jendela, menoleh ke arah Arkan. Tatapan keduanya saling bertubruk, namun Anin lekas memutuskan dan memilih menatap ke arah depan, memperhatikan barisan mobil dan motor.
"Saya senang bisa menemani Kean, Pak. Dia anak yang manis dan ceria."
Arkan mengangguk pelan, lalu melaju perlahan mobilnya mengikuti barisan kendaraan di depannya yang mulai bergerak pelan.
"Wanita tadi, itu kakak iparmu kan? Kalian tinggal bersama?" Arkan kembali membuka obrolan, tak ingin percakapannya dengan Anin usai begitu saja.
"Iya, kami tinggal bersama. Mereka masih tinggal satu rumah dengan saya dan Ibu. Dan saya rasa, itu lebih baik karena kami bisa berkumpul bersama kapan pun."
"Ya, itu memang lebih baik," ujar Arkan. Lelaki itu membelokkan mobil ke arah sesuai dengan alamat yang Anin katakan. Dia akan mengantar Anin terlebih dahulu lalu kembali ke rumah.
Kembali suasana hening menyelimuti. Hingga tiba di depan gerbang rumah Anin, Arkan menghentikan mobilnya. Netra tajam nan gelap Arkan seutuhnya tertuju pada Anin yang mulai melepaskan seatbelt.
"Sekali lagi terima kasih," ungkap Arkan tanpa memutus pandangannya.
Anin tersenyum tipis dan mengangkat pandangannya. Sekali lagi, matanya dan Arkan saling bertemu. Dan Anin juga orang pertama yang memutuskan kontak mata tersebut.
"Sama-sama, Pak. Saya senang bisa ikut bermain. Dan terima kasih juga sudah mentraktir saya makan."
Arkan bergumam pelan, masih dengan tatapan yang sama menatap Anin. Sementara Anin, perasaan aneh mulai menyelimutinya. Asing, namun terasa begitu nyaman. Tak ingin berlama-lama, Anin segera meraih tasnya dan berpamitan pada Arkan.
Perempuan itu segera turun dari mobil, berdiri sejenak lantas sedikit menundukkan kepalanya sebagai sikap sopannya pada atasan. Setelahnya dia langsung berbalik, memasuki gerbang rumah.
Arkan hanya diam menyaksikan tanpa mengalihkan tatapan. Sudut bibirnya tertarik membentuk segaris senyum tipis. Dia tahu, Anin salah tingkah. Dan itulah yang membuatnya terlihat menggemaskan.
.... ...
.... ...
.... ...