NovelToon NovelToon
The Path Of The Undead That I Chose

The Path Of The Undead That I Chose

Status: sedang berlangsung
Genre:Iblis / Epik Petualangan / Perperangan / Roh Supernatural / Kontras Takdir / Summon
Popularitas:279
Nilai: 5
Nama Author: Apin Zen

"Dalam dunia yang telah dikuasai oleh iblis, satu-satunya makhluk yang tersisa untuk melawan kegelapan… adalah seorang yang tidak bisa mati."



Bell Grezros adalah mantan pangeran kerajaan Evenard yang kini hanya tinggal mayat hidup berjalan—kutukan dari perang besar yang membinasakan bangsanya. Direnggut dari kematian yang layak dan diikat dalam tubuh undead abadi, Bell kini menjadi makhluk yang dibenci manusia dan diburu para pahlawan.

Namun Bell tidak ingin kekuasaan, tidak ingin balas dendam. Ia hanya menginginkan satu hal: mati dengan tenang.

Untuk itu, ia harus menemukan Tujuh Artefak Archelion, peninggalan kuno para dewa cahaya yang dikabarkan mampu memutuskan kutukan terkelam. Dalam perjalanannya ia menjelajah dunia yang telah berubah menjadi reruntuhan, menghadapi para Archfiend, bertemu makhluk-makhluk terkutuk, dan menghadapi kebenaran pahit tentang asal usul kekuatannya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Apin Zen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Harga dari Sebuah Kenangan

Hening menelan ruangan setelah sosok berjubah putih mengajukan syaratnya.

Elvenra dan Silvianne saling berpandangan, tapi tak ada yang berani berbicara. Mereka tahu—kenangan adalah bagian dari jiwa. Kehilangannya bukan sekadar lupa… tapi seperti kehilangan sebagian dari diri sendiri.

---

Bell melangkah maju, matanya tetap dingin seperti batu.

“Jika itu harga yang harus kubayar untuk fragmen… katakan, bagaimana caranya?”

Sosok berjubah putih mengangkat tangannya. Dari kabut di wajahnya, muncul sebuah mangkuk kristal yang berisi cairan bening berkilau—terlihat seperti air, namun berdenyut seirama dengan detak jantung.

> “Tutup matamu. Bayangkan kenangan itu… lalu lepaskan.”

---

Bell menutup mata.

Gelombang masa lalu membanjirinya: tawa di aula istana, percakapan hangat dengan ibunya di balkon, darah di tangannya saat malam invasi iblis. Tapi di antara semuanya… satu kenangan menonjol: wajah wanita berambut pirang yang pernah ia cintai, tersenyum di bawah cahaya matahari Evenard.

Jari Bell mengepal.

Itu adalah satu-satunya kenangan yang memberinya rasa hangat… dan sekaligus rasa sakit paling dalam.

---

Ia membuka mata, menatap kedua rekannya.

“Aku… akan mengorbankan ini.”

Silvianne terkejut. “Bell, itu—!”

Terlambat. Bell menaruh tangannya di atas mangkuk kristal, dan dari ujung jarinya, seberkas cahaya emas mengalir turun, berputar-putar sebelum larut dalam cairan itu. Saat cahaya terakhir menghilang, dadanya terasa kosong… seperti ada sesuatu yang pernah penting, tapi ia tak lagi tahu apa.

---

Sosok berjubah putih mengangguk.

“Kenangan telah dibayar. Fragmen ketiga kini menjadi milikmu.”

Dari dalam jubahnya, ia mengeluarkan sebuah pecahan batu berwarna biru kehijauan, yang berdenyut lembut seperti napas makhluk hidup. Begitu Bell menyentuhnya, fragmen pertama dan kedua dalam tasnya ikut bergetar, memancarkan cahaya yang saling merespon.

---

Tiba-tiba, lantai di bawah mereka retak, dan suara mekanisme kuno terdengar bergema.

Sosok berjubah putih mulai memudar.

“Kau telah memilih jalanmu, Pengembara Abadi… tapi ingat, setiap harga yang dibayar akan ditagih kembali—dengan cara yang tak pernah kau bayangkan.”

---

Cahaya menyilaukan menelan mereka, membawa rombongan Bell keluar dari Lantai Waktu yang Retak… namun di dalam hatinya, ia merasa sesuatu yang tak terlihat sedang mengawasinya—mungkin dari masa lalunya yang kini telah ia lepaskan.

Langit di luar Menara Umbra seakan retak—cahaya bulan pucat dipisahkan oleh guratan hitam seperti pecahan kaca di angkasa.

Bell, Eryndra, dan Lythienne berdiri di bawah gerbang batu purba, napas mereka terlihat jelas di udara dingin yang menusuk.

Tidak ada angin.

Tidak ada suara.

Hanya kesunyian yang terlalu sempurna… dan itu membuatnya mengancam.

---

Lythienne, dengan jubah ungu yang robek di ujungnya, menyipitkan mata ke arah kabut yang menyelimuti tanah.

> “Ada sesuatu di sini… sesuatu yang bukan bagian dari menara.”

Eryndra menggenggam busurnya, anak panah bersinar tipis oleh cahaya sihirnya.

> “Bukan ‘sesuatu’, tapi banyak. Mereka sudah menunggu.”

---

Dari balik kabut, muncullah bayangan-bayangan tak berbentuk yang bergerak seperti asap pekat. Mereka tak bersuara, namun setiap gerakan terasa seperti sentuhan dingin di tulang belakang. Saat kabut menipis, bentuk mereka menjadi jelas—makhluk humanoid berkulit abu-abu, bermata kosong, dan mulut yang merekah lebar hingga telinga.

Salah satu dari mereka maju, dan suaranya terdengar seperti bisikan dari dalam peti mati:

> “Pangeran Evenard… kau tidak diundang untuk pulang.”

---

Bell menatap mereka dengan mata dingin—mata manusia yang seolah telah lama mati.

> “Kalau kalian menghalangi jalanku… kalian akan berakhir di tanah.”

Bayangan itu tertawa kecil, lalu dunia seakan berguncang. Tanah retak, dan dari dalamnya merayap makhluk raksasa berkepala tiga dengan tanduk retak dan sayap robek—penjaga gerbang yang lahir dari mimpi buruk.

---

Eryndra menembakkan panah yang meledak menjadi cahaya biru, sementara Lythienne mulai merapalkan mantra dengan suara rendah, seperti nyanyian kematian.

Kabut menjadi semakin tebal, menelan warna dari dunia, menyisakan hanya cahaya redup di mata Bell.

Di tengah semua itu, Bell melangkah maju, suaranya tenang namun membawa ancaman:

> “Jika ini ujian… maka aku akan memastikan kalian menyesal memberikannya padaku.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!