The Path Of The Undead That I Chose

The Path Of The Undead That I Chose

Suara dari Abu Kerajaan

Jalan mayat hidup yang kupilih.

Langit berwarna darah menyelimuti tanah tandus yang dahulu dikenal sebagai Kerajaan Evenard.

Reruntuhan kastil menjulang sunyi dalam kabut pekat, membisikkan cerita-cerita tua tentang tahta, peperangan, dan pengkhianatan. Dinding-dinding hangus itu tidak lagi mengingat nama-nama yang pernah memerintahnya. Tapi di antara puing-puing itulah, berdiri satu-satunya yang tersisa dari masa lalu.

Bell Grezros.

Wajahnya pucat seperti kapur. Matanya kosong, kelam, tak memantulkan cahaya bulan. Ia tampak hidup, namun tak ada denyut nadi di lehernya. Tak ada embusan napas di udara dingin malam. Wujud manusia… tapi tidak lagi manusia.

Tubuhnya tegap dalam balutan jubah hitam, berdiri diam seperti patung batu. Di tangannya, sebilah pedang tua yang dulu digunakan untuk membela rakyatnya—kini hanya simbol kehancuran masa silam.

Bell tak lagi mengenali dirinya sendiri.

Ia telah hidup terlalu lama untuk merasa.

Kutukan keabadian menjadikannya sesuatu yang lain. Tak bisa membusuk. Tak bisa mati. Tak bisa lupa. Ia hanya bisa… berjalan, setiap malam, mengikuti suara-suara dari masa lalu yang memanggilnya lewat mimpi.

“Evenard… adalah awal dari akhir dunia ini.” Suaranya pelan, datar, nyaris seperti suara arwah.

Angin malam membelai rambut hitamnya yang panjang, dan sesekali menggoyangkan jubahnya seperti kelam kabut. Di belakangnya, reruntuhan singgasana tempat ayahnya dulu duduk, kini ditelan akar-akar iblis yang tumbuh dari tanah neraka.

Ia memejamkan mata, mencoba mengingat wajah-wajah yang telah hilang—ibunya, saudara-saudaranya, para pengawal setia… semua telah terbakar, dikhianati, dan dibinasakan oleh pasukan neraka yang dipimpin Archfiend pertama: Rahlzephon.

“Jika fragmen Archelion benar-benar ada,” bisiknya pelan, “aku akan menemukannya. Dan akhirnya, tidur untuk selamanya.”

Ia membuka matanya.

Sinar keunguan menyala lembut dari irisnya—tanda bahwa kutukan itu masih aktif, masih menggenggam jiwanya dalam kematian yang tak kunjung tiba.

Langkah pertamanya telah ditentukan: Perpustakaan Helmsgrave, reruntuhan suci di negeri utara. Di sanalah fragmen pertama diyakini tersembunyi. Dan di sanalah, suara-suara dari masa silam akan kembali menguji niatnya:

Apakah seorang "pahlawan mati" masih pantas disebut manusia?

Atau hanya boneka kutukan… yang berjalan karena belum diizinkan jatuh?

Langkah Bell menghantam jalanan berbatu yang retak. Di antara reruntuhan desa tua, bayang-bayang iblis merayap di balik bangunan hancur. Suara api berkedip di kejauhan, namun tidak ada angin. Tidak ada suara burung. Hanya diam yang menggantung di dunia yang telah lama mati.

Saat itulah, udara berubah.

Langit berdenyut merah tua.

Tanah mengerang seperti makhluk terluka.

Dan dari retakan bumi yang menghitam, muncul sosok tinggi bersayap hitam, bertanduk melengkung, dan kulit serupa obsidian yang menyala dari dalam—seperti bara yang hidup. Matanya dua obor api, memandang Bell seolah memandangi ciptaannya sendiri.

“Akhirnya kau datang juga, anak kecil.” Suara itu dalam, seperti ribuan lidah bercampur menjadi satu. Nada itu membawa nostalgia dan kehancuran sekaligus.

Bell tak bergerak. Wajahnya tetap datar. Tapi mata keunguan itu berkedip sekali—dingin, namun tajam.

“Rahlzephon,” katanya, menyebut nama iblis itu seperti menyayat luka yang belum sembuh.

Iblis itu tersenyum, menyeringai dengan taringnya yang mengerikan. “Sudah berabad-abad sejak kita terakhir bertemu. Dan lihatlah dirimu sekarang. Masih memakai kulit manusia, meski jiwamu sudah terkunci di antara hidup dan mati.”

Bell mengangkat pedangnya perlahan. “Kau yang menjadikanku seperti ini.”

“Benar.” Suara iblis itu tidak menyesal. “Kutawarkan kekekalan. Kekuatan. Takdir. Tapi kau… menolaknya.”

Kilatan amarah melintas di mata Bell. “Kau tidak menawarkan. Kau memaksa. Kau menghancurkan kerajaanku. Kau bunuh keluargaku. Dan kau pikir aku akan menjadi pelayanmu hanya karena kau memberiku tubuh yang tidak bisa mati?”

Rahlzephon melangkah mendekat, setiap jejaknya membakar tanah. “Aku tidak butuh pelayan. Aku butuh penerus. Seorang manusia istimewa yang akan menjadi jembatan antara dunia fana dan neraka. Kau adalah eksperimen pertamaku, Bell. Kau adalah pangeran kegelapan yang gagal menjadi iblis.”

“Dan itu adalah satu-satunya kegagalanmu yang membuatku bangga.” Bell menatap lurus padanya.

Seketika langit memekik. Bayangan sayap besar membentang di belakang Rahlzephon.

“Jadi kau tetap memilih berjalan seperti mayat, daripada duduk di takhta neraka sebagai penguasa?”

Bell menancapkan pedangnya ke tanah. “Aku tidak ingin takhta. Aku hanya ingin akhir. Dan jika harus kubunuh kau dulu, maka itu akan jadi permulaan yang bagus.”

Tawa iblis itu menggema di antara reruntuhan. Namun di matanya, terbersit kehati-hatian. Bell bukan lagi pangeran muda yang gemetar ketakutan. Ia adalah sosok dingin tanpa rasa, tanpa kematian, tanpa batas waktu. Dan satu hal yang paling ditakuti para iblis adalah… musuh yang tidak bisa mati namun tidak tunduk pada mereka.

Pertemuan itu tidak diakhiri dengan pertempuran.

Tidak malam ini.

Karena Rahlzephon tahu—pertarungan mereka belum mencapai klimaks. Bell belum memiliki kekuatan penuh. Tapi semangatnya… adalah ancaman nyata bagi neraka.

Saat iblis itu menghilang dalam pusaran kabut hitam, Bell berdiri sendirian. Lagi.

Namun malam itu, tekadnya mengeras:

Sebelum ia bisa mati, ia harus membunuh iblis yang mencuri kematiannya.

Dan itu hanya akan dimulai… dengan mencari fragmen pertama.

Episodes
1 Suara dari Abu Kerajaan
2 Kitab yang Tak Boleh Dibaca
3 Kuil di Bawah Darah
4 Bayangan yang Belum Pergi
5 Menuju Kerajaan Bayangan
6 Gerbang Eclipsia
7 Bayangan Masa Lalu
8 Lantai Waktu yang Retak
9 Harga dari Sebuah Kenangan
10 Nafas Abadi di Tengah Kabut
11 Pemanggilan di Jantung Menara
12 Membakar Bayangan
13 Runtuhnya Menara Umbra
14 Desa yang Tertidur dengan Mata Terbuka
15 Kabut yang Menelan
16 Bayang yang Memanggil
17 Bayangan di Atas Genting
18 Rahasia di Balik Topeng
19 Gerbang Lupa
20 Lorong Tanpa Ujung
21 Bayangan di Balik Kaca
22 Retakan di Kabut
23 Denyut Kutukan
24 Panggilan dari Sisi Lain
25 Bisikan di Dataran Luminar
26 Lembah Tirai Kelam
27 Roh Antara Dua Cahaya
28 Bayangan yang Menguntit
29 Pertemuan Misterius
30 Sekutu dari Bayangan
31 Penjaga Rantai Waktu
32 Pertarungan di Ambang Waktu
33 Api Pertarungan
34 Bayangan yang Tidak Bisa Ditebas
35 Jalan Berduri Menuju Bayangan
36 Pedang Abadi Sang Undead
37 Ilusi Jalan Iblis
38 Bayangan Penghalang
39 Gerbang yang Terbuka
40 Pertarungan Bayangan Masa Lalu
41 Banjir Bayangan
42 Nyala yang Tak Pernah Mati
43 Jejak dalam Kabut
44 Jalan yang Terselubung
45 Wajah di Balik Topeng
46 Api Gelap yang Membara
47 Lorong yang Menyempit
48 Arena Bayangan
49 Serangan Bayangan
50 Labirin Kutukan
51 Menembus Kegelapan
52 Tangan di Balik Bayangan
53 Tubrukan Bayangan dan Tulang
54 Cahaya yang Hampir Padam
55 Retakan Takdir
56 Retakan di Balik Topeng
57 Klimaks dalam Bayangan dan Cahaya
58 Bayangan yang Lenyap
59 Kerajaan di Timur
60 Luka yang Tidak Terlihat
61 Gerbang Arvendral
62 Bayangan di Balik Kota
63 Keadaan di Balik Tahta
64 Pertemuan yang Tak Terduga
65 Laporan Bayangan
66 Suara Putri, Telinga Raja
67 Jejak Malam yang Basah
68 Bisik-bisik di Balik Tirai
69 Langkah di Balik Gerbang Emas
70 Rencana Rahasia Sang Putri
Episodes

Updated 70 Episodes

1
Suara dari Abu Kerajaan
2
Kitab yang Tak Boleh Dibaca
3
Kuil di Bawah Darah
4
Bayangan yang Belum Pergi
5
Menuju Kerajaan Bayangan
6
Gerbang Eclipsia
7
Bayangan Masa Lalu
8
Lantai Waktu yang Retak
9
Harga dari Sebuah Kenangan
10
Nafas Abadi di Tengah Kabut
11
Pemanggilan di Jantung Menara
12
Membakar Bayangan
13
Runtuhnya Menara Umbra
14
Desa yang Tertidur dengan Mata Terbuka
15
Kabut yang Menelan
16
Bayang yang Memanggil
17
Bayangan di Atas Genting
18
Rahasia di Balik Topeng
19
Gerbang Lupa
20
Lorong Tanpa Ujung
21
Bayangan di Balik Kaca
22
Retakan di Kabut
23
Denyut Kutukan
24
Panggilan dari Sisi Lain
25
Bisikan di Dataran Luminar
26
Lembah Tirai Kelam
27
Roh Antara Dua Cahaya
28
Bayangan yang Menguntit
29
Pertemuan Misterius
30
Sekutu dari Bayangan
31
Penjaga Rantai Waktu
32
Pertarungan di Ambang Waktu
33
Api Pertarungan
34
Bayangan yang Tidak Bisa Ditebas
35
Jalan Berduri Menuju Bayangan
36
Pedang Abadi Sang Undead
37
Ilusi Jalan Iblis
38
Bayangan Penghalang
39
Gerbang yang Terbuka
40
Pertarungan Bayangan Masa Lalu
41
Banjir Bayangan
42
Nyala yang Tak Pernah Mati
43
Jejak dalam Kabut
44
Jalan yang Terselubung
45
Wajah di Balik Topeng
46
Api Gelap yang Membara
47
Lorong yang Menyempit
48
Arena Bayangan
49
Serangan Bayangan
50
Labirin Kutukan
51
Menembus Kegelapan
52
Tangan di Balik Bayangan
53
Tubrukan Bayangan dan Tulang
54
Cahaya yang Hampir Padam
55
Retakan Takdir
56
Retakan di Balik Topeng
57
Klimaks dalam Bayangan dan Cahaya
58
Bayangan yang Lenyap
59
Kerajaan di Timur
60
Luka yang Tidak Terlihat
61
Gerbang Arvendral
62
Bayangan di Balik Kota
63
Keadaan di Balik Tahta
64
Pertemuan yang Tak Terduga
65
Laporan Bayangan
66
Suara Putri, Telinga Raja
67
Jejak Malam yang Basah
68
Bisik-bisik di Balik Tirai
69
Langkah di Balik Gerbang Emas
70
Rencana Rahasia Sang Putri

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!