"Selain sering berbicara kaku seperti Google translate, kamu juga tidak peka, Peony. Mengertilah, Aku menyukaimu sejak awal!!" — Van Jeffdan Admaja.
"Maaf, Saya hanya berusaha bersikap profesional, Tuan.” — Peony Thamyta Sedjatie.
***
Peony adalah tuan putri manja yang segala sesuatunya selalu di siapkan oleh para pelayan.
Makan dari sendok emas. Kehidupan layaknya tuan putri yang keinginannya selalu di turuti sang raja. Itulah Peony Thamyta.
Hidupnya serba mewah, apa yang dia inginkan hanya perlu dia katakan dan beberapa menit setelahnya akan menjadi kenyataan.
Setidaknya, hal itu terus berlanjut sebelum Ayahnya —Darius Sedjatie, tiba-tiba menjodohkan Peony dengan anak teman bisnisnya.
Peony yang merasa belum siap menikah pun menolak! Berharap keinginannya kali ini akan terkabulkan, tapi sayangnya kali ini keberuntungan Peony seolah hilang. Darius tak mau menurutinya lagi, sehingga lelaki paruh baya itu menawarkan sebuah perjanjian gila.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nitapijaan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketiduran
Jeffdan mengangguk santai, memang benar foto yang terpajang besar di atas ranjang kamar itu adalah milik Peony. Foto tersebut Jeffdan dapatkan dari Tani. Entah kapan waktu pengambilannya, atau bisa di bilang jika Jeffdan mengambil foto Peony secara diam-diam. Lucu sekali. Satunya tidak peka, satunya lagi gengsian! Bagaimana mau menikah kalau hubungannya saja tidak jelas.
Eh!?
“Kak kau dapat dari siapa foto itu? Sepertinya tidak banyak yang memilikinya, hanya Ayah dan Bunda ku saja yang punya, sepertinya.” Ujar Peony keheranan. Pasalnya foto itu sangat langka di dunia, alias Peony juga tidak memilikinya. Hanya sang ayah dan bundanya saja yang menyimpan.
Jika begitu Tani dapat dari siapa dong? Oh tentu saja, Tani kan suka membuka-buka ponsel yang tergeletak! Jadi besar kemungkinan dia dapat dari hasil bluetooth secara diam-diam.
“Tani yang mengirimkannya, dia juga yang mengatakan jika kamu suka dengan suasana seperti ini!” Jawab Jeffdan memfitnah Tani yang sama sekali tidak ada sangkut-pautnya.
Gadis itu berdecak sebal, “Wah! Bisa-bisanya kak tani membocorkan keinginan ku padamu!” Tuh kan, bukannya terharu karena sudah dibuatkan rumah impiannya. Peony malah kesal dengan Tani yang ceroboh!
Padahal semua itu hanya akal bulus Jeffdan.
Nyatanya, anak lelaki Jun Yunho itu memang tidak mendapatkan informasi seperti itu dari Tani! Beberapa hari setelah Peony bekerja menjadi asistennya, Jeffdan tidak sengaja menemukan Peony dan Winie tengah mengobrolkan keinginannya di halaman belakang, sembari memberi makan kedua anjing Jeffdan —Luccy dan dubby.
Karena sudah menyukai Peony sejak awal, jadi dia berinisiatif untuk mewujudkan keinginan sang pujaan hatinya itu. Dan segera merancang arsitektur bangunan rumah dua tingkat yang sekarang tengah di pijaki nya.
Sejujurnya, ketika di tanya sejak kapan perasaan itu hadir. Jeffdan tak bisa memastikannya secara jelas, sebab, dia awal pertemuan mereka di minimarket waktu itu. Jeffdan sudah sangat tertarik dengan sosok mungil itu.
Sayangnya mereka harus berpisah sebelum Jeffdan mengetahui siapa namanya. Dan, seolah keberuntungan berpihak padanya. Ternyata Peony adalah gadis yang ...
“Aku akan menelepon Kak Tani! Bisa-bisanya dia membicarakan aku pada orang asing!”
Mendengar kata terakhir Peony, Jantung Jeffdan bagai tertombak. Seperti mimpi terjatuh di atas rumah, Jeffdan lagi-lagi tersadar.
'Peony hanya menganggapnya orang asing? What the—' Jerit Jeffdan dalam hati. Sungguh dia kesal. Tanpa sadar lelaki itu sudah meremat jas di bagian dadanya keras-keras.
“Kak kenapa?” Peony terdistraksi ketika dia melihat mata Jeffdan memegangi dadanya, dengan mata memancarkan aura permusuhan. Peonya jadi mengurungkan niatnya untuk menelepon Tani.
“A-ku, aku baik!” Jawab Jeffdan ketus. Peony sempat heran, tetapi kembali menelan ucapannya ketika iba-tiba saja Jeffdan meluruh ke bawah.
Gadis itu seketika panik.
“Kak! Ayo aku bantu. Kakak istirahat lah dulu, sepertinya kelelahan.” Titah Peony sembari memapah tubuh bongsor Bosnya ke atas ranjang untuk beristirahat. Setelahnya, gadis itu juga membantu Jeffdan untuk merebahkan diri dan membenarkan selimut agar nyaman saat berbaring.
Entah kenapa, tiba-tiba saja badannya menjadi hangat dan itu semakin membuat Peony merasa khawatir. Pasalnya Peony sendiri tidak pernah mengurus orang sakit selama dua puluh satu tahun hidupnya.
“Aku akan menelepon bibi Sora, agar bisa menjemput kita. Kakak tidurlah." Peony menginstruksi. Sedangkan Jeffdan menggeleng lemah, dia malah menarik tangan Peony hingga tubuh kecil gadis manis-nya itu terjatuh di atasnya.
“Disini saja, temani aku.” ujarnya menyamankan posisi tidur Peony. Lalu memeluknya erat.
*
*
Sementara itu, di sisi lain. Tani sudah mondar-mandir seperti setrikaan ketika tak menemukan Peony maupun Jeffdan di mansion. Perempuan itu khawatir.
“Haishh, mereka berdua kemana sih! Lupa waktu mereka tuh kalo udah berdua-duaan!” Dengusnya, dia di temani sang kekasih tengah berkunjung untuk memanggil Peony.
Namun saat Tani datang ke mansion Jeffdan malah tidak mendapat apa-apa. Kata Sora, mereka berdua pergi untuk makan siang. Dan sudah sesore ini mereka belum juga kembali!
“Sudahlah sayang, tidak apa-apa. Bukannya itu bagus karena mereka bisa lebih dekat.” Ujar Jerry menenangkan Tani.
Jerry memang sudah tau semuanya, tentang siapa Peony dan kepura-puraannya. Tapi Jerry juga di minta untuk ikut merahasiakan semuanya pada orang-orang.
Lelaki itu paham, apalagi dengan status Darius yang seorang pembisnis besar. Tak jarang beberapa orang sengaja melakukan hal kotor di dunia mereka, jadi, opsi untuk menyembunyikan memang menjadi pilihan yang tepat.
“Iya tapi~ Angkel Darius tadi menelepon, katanya Onti sakit dan ingin cepat bertemu si nona manja itu!” Ucapnya masih misuh-misuh.
“Iya iya, sudah ya. Coba kamu hubungi Peony, biar aku yang menghubungi jeffdan.” Saran Jerry. Selain keren dan berwibawa, lelaki itu paling sabar.
“Sebentar!” Katanya sembari membuka aplikasi Line dan segera mencari nama Peony untuk di hubungi nya.
“YAAAK! Kamu dimana?!!” Teriaknya kala sambungan tersebut di angkat oleh Peony. Sedangkan yang di sebrang sana sudah memekik kesal karena kaget.
“Apa?! Jangan teriak-teriak, aku masih bisa denger ya!” balas Peony dengan wajah kesal yang tidak bisa di lihat oleh Tani. Bodo, mau bagaimana pun Tani masih kesal pada Adiknya!
“Lagi dimana?! Cepat pulang. Kebiasaan deh kalau pergi tuh nggak lihat waktu, nggak sadar apa sudah hampir malem begini?" Tani mendesak. "Cepat pulang! Dan, kalau mau pulang kamu izin sekalian ke apartemen ku, Onti sakit, beliau ingin bertemu dengan anak manjanya yang sekarang sudah bisa mandiri!” Ucapnya panjang kali lebar kali tinggi.
Sedangkan Peony yang baru saja bangun tidur mana bisa fokus sama ucapan Tani yang panjangnya ngalahin kereta. “Bentar apa? Satu-satu kalo ngomong ya Kakak Tua, aku susah ngertinya.” Omel Peony balik.
“Memangnya kamu habis ngapain, hah?!” Peony menguap, jangan tanya Tani tau dari mana, karena Peony menguap sembari masih menempelkan ponsel miliknya. Sudah pasti tani bisa mendengar jelas.
“Tidur!”
“KAMU TIDUR BERDUA BARENG VAN SIALAN JEFFDAN ITU?!!” teriaknya menggebu-gebu. Aduh Peony sudah tidak suci lagi ini mah, pikirnya.
“Iya, Tuan Jeffdan sakit, terus dia minta aku buat menemani dia eh — nggak taunya aku ikutan tidur juga.” jawab Peony jujur. Memang awalnya dia hanya sekedar menemani, tapi karena dia bosen sendirian jadinya ikutan tidur siang deh.