"Siapa nama lo?." Suara lelaki itu yang dalam bergema di telinga seorang gadis yang menatapnya dengan penuh minat.
"A-abila!." Jawabnya tergagap
"Apa cewek itu ngeliatin kita?." Lelaki itu melirik ke arah gadis lain yang tengah memperhatikan mereka dengan mengepalkan tangannya.
Abila yang mengerti maksud lelaki tampan yang berdiri di hadapannya itu langsung mengangguk pelan. "I-iya."
"Good!."
Tanpa berkata apa pun lagi, lelaki itu langsung mencium bibir Abila
Dan, tidak ada yang menyangka bahwa ciuman itu yang akan menentukan nasib mereka.
Satu ciuman dari bad boy tampan dan semua berakhir bagi Abila
Sejak orang tuanya meninggal, Abila Beyza Auliandra lebih suka menjalani kehidupannya dengan tenang. Pemalu dan pendiam, Abila hanya bisa bersikap bebas ketika berada di dekat sahabatnya, Rafka Shankara Arsala pemain basket yang sedang naik daun di sekolah mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta Gloretha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9
Abila berjalan melewati koridor hingga ia melewati salah satu ruang kelas. Dan saat sengaja menoleh, ia mendapati Zerga tengah duduk dilantai, di bawah papan tulis dan terlihat kelelahan. Meski merasa ragu, Abila tetap berjalan mendekat.
Zerga marah dan frustrasi saat ia mencoba membalut ibu jarinya, tetapi pikirannya justru terus memikirkan obsesinya yang sudah kehilangan saat ingin mendapatkan skor terakhir.
"Fuck!." Zerga mengumpat keras, membuat Abila terkejut.
Desahannya menarik perhatian Zerga dan membuatnya berbalik badan.
"Ngapain lo ke sini?." Zerga mengernyitkan dahinya.
Abila hendak mengatakan sesuatu, tetapi dia tanpa sengaja melihat kearah ibu jari Zerga yang terluka, terlihat memar. Abila langsung membuka tasnya dan mengeluarkan perban. "Ini." Kata Abila, sembari mengulurkan perban itu kepada Zerga.
Zerga, lelaki itu tertawa mengejek. "Lo kasian sama gua?." Zerga mencibir. "Gua ngga butuh." Zerga menepis tangan Abila, tidak ingin menerima bantuan dari gadis lemah seperti Abila.
Abila menelan salivanya, Zerga saat ini terlihat kesal.
"Lo sebenarnya mau apa sih?." Bentak Zerga, saat Abila tidak segera pergi.
"A-aku cuma... aku cuma mau ngembaliin ini." Gadis itu mengeluarkan kaos Zerga dan memberikannya pada lelaki itu.
Zerga mengangkat sebelah alisnya. "Lo seriusan nyuci ini?." Tanya nya. "Gua pikir lo ngga bakalan balikin nih baju."
'Aku cuma mau ngucapin terima kasih karena kamu udah nyelamatin aku dari danau.' Batin Abila, tetapi ia tidak berani mengatakannya dengan lantang. Abila tahu bahwa Zerga akan selalu mengabaikan apa yang ia katakan.
"B-boleh aku minta kaosnya Rafka yang pernah kamu pinjem?." Tanya Abila tergagap. "Dia, dia nyari kaos itu."
"Gua ngga tau ada dimana." Jawab Zerga sembari mengangkat bahunya. "Mungkin ke buang ke tong sampah."
Kedua mata Abila mengedip karena terkejut. 'Zerga benar-benar ngeselin banget! Aku ngga mau lagi berurusan sama dia!.'
Tanpa Zerga dan Abila sadari, Rafka berdiri didekat pintu masuk ruangan itu dan tengah memperhatikan kedua orang itu. Rafka tidak terlalu jelas mendengar pembicaraan keduanya, tetapi dia bisa melihat Abila mengeluarkan kaos Zerga dari dalam tasnya.
"Berarti cewe yang dikasih kaos kesayangannya Zerga itu, Abila?." Monolog Rafka.
"Selamat karena tim kamu menang." Kata Abila lirih. Ia berbalik hendak pergi, tetapi berhenti sejenak dan meletakkan plester miliknya di lantai, didekat Zerga sebelum akhirnya kembali berjalan pergi.
Rafka menunduk dan bersembunyi di balik tiang saat Abila lewat. Rafka mempertimbangkan apakah akan bertanya tentang apa yang terjadi, tetapi dia memutuskan untuk menunggu. Abila bukanlah tipe orang yang mudah jatuh cinta, apalagi dengan lelaki seperti Zerga.
"Pasti ada penjelasannya." Kata Rafka pada dirinya sendiri.
Setelah pertandingan selesai para siswa dan siswi tentu nya perlahan pulang kerumah mereka masing-masing. Hanya tinggal Zerga yang masih tinggal didalam kelas itu, sendirian.
Setelah beberapa saat, ia mulai beranjak berdiri, tetapi pandangan matanya tertuju pada plester yang Abila tinggalkan untuknya.
"Gambar kelinci?." Zerga tersenyum mengejek. "Nyebelin banget!." Zerga membungkuk untuk meraihnya dan membuka plester itu, lalu melilitkannya di ibu jarinya.
"Kalau bukan karena luka ini, gua pasti menang hari ini." Zerga menatap lukanya lama sekali. Luka itu berasal salah satu dari banyak kenangan tentang monster yang menyebut dirinya sebagai ayahnya. Jika ada kesalahan yang dilakukan ibunya, itu adalah ketika dia jatuh cinta pada monster itu.
Itu membuatnya lemah dan menyedihkan di hadapan pria itu.
"Gua ngga akan pernah keliatan lemah." Zerga bersumpah pada dirinya sendiri. "Ngga akan pernah!."
~
"Door, Abila!." Abila terkejut ketika tiba-tiba Ida mengangetinya.
Mereka saat ini sedang duduk bersama di sebuah restoran, menunggu pesanan mereka tiba. Rafka duduk disebarang Abila, sama sekali tidak buka suara sejak mereka sampai di restoran ini.
"Kamu kenapa sih kok ngelamun aja?." Tanya Ida.
"Bunda nih, Abila cuma lagi mikirin buat ujian matematika besok." Jawab Abila sengaja berbohong.
"Belajar, belajar dan belajar!." Kata Ida. "Cuma itu aja yang kamu pikirin. Kamu harus istirahat sebentar, tenangkan pikiran kamu dan rileks." Ida mencubit pipi Abila dengan gemas untuk mencairkan suasana.
Sementara itu, Rafka masih terdiam dan tidak mengatakan apa pun, tetapi dia melirik kearah Abila seolah dia ingin menanyakan sesuatu, namun dia pikir lebih baik tidak usah.
"Aku cuma khawatir kalo sampe ga lolos." Kata Abila malu-malu. Abila tidak suka berbohong pada Ida, tetapi didepan Rafka, ia juga belum bisa mengatakan yang sebenarnya. Bagaimana jika Rafka menanggapinya dengan berlebihan? Atau hal yang lebih buruk lagi, berkelahi dengan Zerga?
Makanan pesanan mereka pun tiba, tak lama kemudian. Ida menyuruh anak-anaknya makan.
Abila mencoba fokus pada makan malam mereka, tetapi pikirannya masih dipenuhi oleh bayangan Zerga. Bagaimana jika dia memberitahu orang-orang tentang ciuman mereka?
Abila menghabiskan makanannya dengan segera. Dan Ida yang mengamati Abila, mengernyitkan dahinya, tetapi tidak mengatakan apa pun.
Rafka menghindari tatapan mata Abila, tetapi masih memikirkan percakapan Abila dan Zerga tadi sore.
Makan malam berlangsung dengan tenang, sehingga meningkatkan kecurigaan Ida, biasanya Rafka dan Abila akan sedikit bertengkar karena Rafka menjahilinya. Kali ini benar-benar beda dari biasanya, padahal malam ini perayaan atas kemenangan Rafka.
Setelah selesai, Ida membayar tagihan dan mereka pun mulai pergi. Rafka dan Abila menunggu didepan pintu keluar, sementara Ida mengambil mobil lawasnya dari parkiran.
"Rafka, kapan pertandingan selanjutnya diadakan?." Tanya Ida membuka pembicaraan sembari fokus menyetir.
"Bulan depan, Bun." Jawab Rafka singkat.
"Di pertandingan kedua kamu, Bunda akan usahain dateng dan nonton kamu main." Janji Ida. "Kalo toko Bunda ngga penuh hari ini, Bunda pasti bisa dateng." Ida kemudian menatap spion tengah mobil. Menatap Abila dari kaca spion itu. "Abila, ayo ceritain ke Bunda gimana permainan Rafka tadi? Kamu ngerekam semuanya di kamera kamu ngga?."
"I-iya, Bunda tau ngga? Rafka hebat banget tadi." Abila tersenyum, "Dia cepet banget dan bisa cetak banyak poin juga..."
Kemudian, Abila terus membicarakan tentang permainan Rafka, membuat Rafka yang mendengar hal itu tersenyum tipis.
"Dan kemudian dimenit terakhir, dia sama Zerga melompat buat cetak skor terakhir!." Kata Abila. "Dan... Rafka yang berhasil."
"Wah keren banget anak cowok Bunda." Seru Ida.
Abila dan Ida terus mengobrol, sementara Rafka asyik membuka ponselnya dan memeriksa media sosialnya. Rafka tanpa sadar menggulir layar hingga pandangannya tertuju pada satu foto. Itu adalah foto rekan setimnya bernama Rizal dan Zerga di sebuah mall. Yang membuat Rafka terkejut, ia sepertinya mengenali kaos biru yang Zerga pakai di foto itu, itu seperti kaos miliknya yang dari kemarin ia cari-cari, tetapi belum juga ketemu sampai sekarang.
Rafka benar-benar terkejut. Kaos itu adalah edisi terbatas yang ia beli setelah menabung dari uang hasil kerjanya. Bagaimana Zerga bisa mendapatkan kaos itu?
'Mungkin aja ini cuma kebetulan.' Batin Rafka, mencoba menenangkan dirinya dan melirik kearah Abila yang sedang berbicara dengan ibunya. Kemudian Rafka menyingkirkan pikirannya. 'Ngga mungkin Abila yang ngasih kaos gue ke Zerga. Mereka aja ngga saling kenal kok.' Batin Rafka lagi.