NovelToon NovelToon
Simpul Yang Terurai

Simpul Yang Terurai

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Perjodohan / Diam-Diam Cinta / Mengubah Takdir / Persahabatan / Pihak Ketiga
Popularitas:802
Nilai: 5
Nama Author: Simun Elthaf

Haisya, gadis cerdas berhati teguh, meraih beasiswa ke Negeri Fir'aun, namun hatinya telah terpaut cinta pertama dari pesantren. Di Inggris, ia bertemu seseorang yang awalnya membencinya karena perbedaan, namun berubah menjadi cinta mendalam. Kembali ke tanah air, Haisya dijodohkan. Betapa terkejutnya ia, lelaki itu adalah sosok yang diam-diam dicintainya. Kini, masa lalu kembali menghantuinya, menguji keteguhan hati dan imannya. Ikuti perjalanan Haisya menyingkap simpul-simpul takdir, dalam kisah tentang cinta, pengorbanan, dan kekuatan iman yang akan memikat hatimu hingga akhir.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Simun Elthaf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kehilangan dan Kebangkitan

Hari ini Haisya berjalan penuh keyakinan. Ia tak sabar ingin menunjukkan kondisinya kepada Ridwan. Kini wajahnya berseri-seri. Selama dua bulan terakhir, ia tak pernah menemui Ridwan untuk bercakap-cakap. Sekarang, ia siap menceritakan semuanya. Ia ingin jujur tentang apa yang membuatnya murung dan bersedih. Ia ingin mencurahkan seluruh isi hatinya kepadanya.

Namun, semuanya telah terlambat. Haisya tak menemukan sosok Ridwan di mana pun. Ia sudah menelusuri koridor lantai 3. Ia juga sudah menanyakan keberadaan orang yang selalu menolongnya bak pahlawan itu.

Tak ada satupun yang tahu keberadaannya. Haisya kembali ke kelasnya. Saat ia hendak meletakkan tasnya, secarik kertas dan sebuah gelang kokka tergeletak di mejanya. Kertas itu terlipat rapi dan ditindih dengan setangkai bunga mawar putih. Dibukanya kertas itu perlahan dan mulai membacanya.

Teruntuk Haisya Ardiyanti,

Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh,

Haisya, maaf sebelumnya aku tidak mengatakannya secara langsung kepadamu. Aku takkan mampu untuk mengatakannya.

Jujur, aku telah mengetahui semuanya. Ustazah Aisyah telah menceritakannya. Maaf, aku tidak bisa membantumu. Bahkan saat ini aku pamit untuk meninggalkanmu. Bukan mauku untuk pindah dari pondok ini, tapi orang tuaku memintaku untuk pindah ke Jawa Timur. Dan aku sebagai anak, mau tidak mau harus patuh pada orang tuaku, kan?

Baik-baiklah kau di sana, jaga diri, jaga kesehatan, dan mulai sekarang jangan mudah percaya kepada orang. Jangan terlalu baik terhadap teman, karena biasanya teman kalau dibaikin malah menyakiti. Sudah diberi hati masih meminta jantung. Jadikanlah semua itu sebagai pelajaran untukmu. Cukup ambil hikmahnya dan jangan sampai ada rasa dendam dalam hatimu. Biarkan yang telah berlalu, biarlah berlalu. Jangan disesali. Aku salut dengan keteguhan hatimu. Aku bangga dengan kesabaranmu. Aku benar-benar kagum dengan caramu menyembunyikan segala masalah dan kesedihanmu dengan sangat rapi hingga tak seorang pun yang mengetahui kesedihanmu.

Terima kasih telah mengajariku banyak hal, aku banyak belajar darimu selama ini. Aku belajar tegar dan ikhlas karena melihat dirimu. Terima kasih telah mengajariku untuk selalu bersyukur dengan apapun yang terjadi.

Aku menyayangi mu, Haisya, aku mencintaimu… أَنَا أُحِبُّكِ فِي اللَّهِ (Aku mencintaimu karena Allah).

Aku telah mencintaimu sejak lama, maaf aku tak berterus terang kepadamu. Aku takut bila aku mengungkapkan isi hatiku, kamu akan menjauhiku. Terlebih lagi, orang yang menyukaimu tidak hanya diriku. Maka dari itu aku ragu mengatakannya, aku merasa belum pantas mendapatkan cintamu.

Aku pergi darimu karena aku cinta kamu… Aku pergi darimu karena ingin menjagamu… Aku ingin melindungimu dari kejahatan syahwatku… Aku tidak ingin merusak dirimu… Maafkan aku!

Belajarlah dengan rajin, buatlah mereka yang membencimu tercengang dengan pencapaianmu. Aku selalu mendoakan yang terbaik untukmu.

لَا تَنْسَى وَلَوْ كَانَ بَعِيدًا (Jangan lupakan aku, meski berjauhan)

Suatu saat nanti kita akan dipertemukan kembali… Aku pamit…

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Salam manis, Ridwan sahabatmu

Usai membaca surat itu, Haisya hanya diam mematung. Entah apa yang ia rasakan saat itu; senang, bahagia, atau sedih. Semua bercampur menjadi satu. Sebenarnya ia juga menyukai Ridwan, namun ia tak mungkin menunjukkannya. Haisya telah berjanji kepada dirinya sendiri bahwa dia tidak akan mencintai ataupun menerima cinta dari seseorang sebelum menyelesaikan pendidikannya.

رَبِّ اغْفِرْ لِي (Ya Tuhanku, ampunilah aku)

Kini Ridwan sudah tidak berada disisinya lagi. Ia hanya memiliki Kak Hasnan seorang, yang akan menjadi tempatnya berkeluh kesah. Untunglah Kak Hasnan tidak kalah perhatiannya dengan Ridwan. Sebelum pergi, Ridwan sudah menitipkan Haisya pada Kak Hasnan.

Malam baru dimulai, kumandang azan baru saja terdengar dan salat Isya sudah selesai, bersamaan dengan datangnya seorang lelaki. Ia duduk di serambi masjid sambil menatap langit.

"Sudahkah ia membaca suratku? Mungkinkah ia tetap mengenang diriku? Apakah ia baik-baik saja sekarang setelah mengetahui perasaanku kepadanya?" pikirnya.

Ia kemudian mengambil ponsel dan mengetik sesuatu.

[Pesan dari Hasnan ke Ridwan] Assalamualaikum. Apa kabar, akhi? [Balasan Ridwan ke Hasnan] Waalaikumsalam. Alhamdulillah, bi khoirin. [Pesan dari Hasnan ke Ridwan] Lalu apa kabar dengan Haisya? [Balasan Ridwan ke Hasnan] Alhamdulillah Haisya baik juga. Kamu tenang saja, Haisya aman. [Pesan dari Hasnan ke Ridwan] Syukron!

Ridwan memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku. Lalu berjalan menuju rooftop untuk menikmati udara segar dan angin yang menyapa pagi.

***

"Kamu sudah keterlaluan, Nur! Tindakanmu ini benar-benar sangat tidak terpuji. Bisa-bisanya kamu tega memfitnah teman mu sendiri. Kamu tahu kan fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan?!"

"Dan kamu, Via, kamu tahu perbuatan Nur itu salah, kamu bukannya mengingatkan malah membantunya. Kamu juga tahu kan hukum membantu orang dalam hal keburukan? Kalian tahu semua itu, tapi kenapa tidak kalian pakai? Untuk apa kalian jauh-jauh kesini menuntut ilmu tapi tidak kalian pergunakan ilmu itu? Terus mau buat apa?!"

"Jangan pernah kalian ulangi perbuatan semacam ini lagi!"

Pak Kiai begitu kecewa dengan santri-santrinya itu. Ia tak tahu harus berkata apa lagi. Sedangkan Nur dan Aliva hanya diam menunduk. Butiran air mata menetes di wajah mereka. Menangis tanpa suara itulah yang tengah mereka lakukan.

"Tolong panggilkan Haisya!" perintah Pak Kiai kepada Kang Bahar (santri yang tinggal di ndalem Pak Kiai).

Kang Bahar langsung mencari Haisya dan membawanya untuk menghadap Pak Kiai.

"Ini Haisya, Pak Kiai." Kang Bahar langsung pergi keluar, membiarkan Pak Kiai menyelesaikan urusannya dengan para santrinya.

Haisya terduduk sambil memainkan jarinya. Dilihatnya Nur dan Aliva yang sedang menangis, ia pun merasa deg-degan… ada apakah gerangan?

"Ada apa ini, Pak Kyai? Apakah saya melakukan kesalahan sehingga saya dihadapkan dengan Pak Kiai?" Haisya mencoba memecahkan keheningan.

"Hemmm…" Pak Kiai tampak berpikir sejenak.

"Saya bingung harus memulai dari mana, Sya, namun pada intinya saya sebagai Abahmu di pondok ini, mewakili diri saya sendiri beserta dewan ustazah, ingin meminta maaf atas kesalahan kami telah menghukummu."

"Maaf, Pak Kyai, tapi tidak seharusnya Pak Kyai mengatakan ini kepada saya. Hukuman itu memang pantas bagi saya. Karena saya bersalah, Pak Kyai dan ustazah tidak bersalah karena telah menghukum saya. Kalian hanya melakukan apa yang seharusnya dilakukan."

"Masya Allah, nduk… hatimu terbuat dari apa? Kamu benar-benar memiliki hati yang mulia. Kamu tidak bersalah, merekalah yang bersalah karena sudah memfitnah kamu." Pak Kyai menunjuk Nur dan Aliva.

"Saya berjanji akan memberikan hukuman pada mereka."

"Pak Kyai, tolong jangan hukum mereka, saya ikhlas, Pak Kiai. Saya tidak menuntut mereka. Maafkanlah mereka, Pak Kyai, saya yakin mereka tidak bermaksud melakukan ini semua. Mungkin mereka khilaf, Pak Kyai. Tolong berikan kesempatan kedua untuk mereka memperbaiki kesalahan mereka."

"Tapi peraturan tetap peraturan, Haisya. Mau tidak mau, dari pihak pondok dan pengasuhan santri harus mengeluarkan mereka berdua. Karena tindakan mereka ini telah membahayakan orang lain."

"Tapi saya tak mengapa, Pak Kyai, saya justru mendapatkan banyak pelajaran dan pengalaman dari kasus ini." "Saya belajar lebih dewasa karenanya." Haisya menangis, membuat semua orang ingin menangis juga. Haisya berlutut di depan Pak Kiai. Pak Kiai mengelus ujung kepalanya dan membantunya berdiri.

"Kamu benar-benar santri saya, kamu anak saya, Haisya. Abah bangga punya santri sepertimu. Abah telah melakukan kesalahan karena telah mencabut semua fasilitas anak ndalem darimu. Mulai sekarang kamu saya angkat menjadi Lurah Pondok. Pondok dan santri sekarang menjadi tanggung jawabmu. Silahkan kamu ambil barang-barangmu dan pindahkan ke dalam kamar yang ada di ndalem! Saya percaya dengan kemampuanmu, laksanakanlah amanah ini dengan baik!"

Berbagai celaan dan hinaan yang dilontarkan kepada Haisya kini telah usai, dan berganti dengan pujian serta penghormatan kepadanya. Nama baik Haisya telah benar-benar pulih seperti sedia kala. Semua orang merasa senang karena orang yang selalu mereka idolakan telah terbukti tidak bersalah, dan nama baiknya telah kembali bersih.

Haisya menjadi pemimpin yang sangat cakap. Pesantren menjadi maju dan berkembang pesat berkat jasa-jasanya. Haisya selalu mencontohkan dan memberi teladan untuk para santri. Ia selalu menanamkan kejujuran pada setiap santri dan menekankan akhlakul karimah serta sopan santun. Ia sangat dihormati dan disegani oleh anggota dan pengurus yang lain. Semua ucapannya selalu berarti dan mengandung kebijaksanaan. Setiap perintahnya tidak satu pun anggota yang berani membantahnya. Pesantren menjadi damai dan tenteram.

***

POV Aliva

Haisya memang pantas mendapatkan itu semua. Dia berhak atas itu semua. Aku telah salah karena pernah membenci dirinya. Padahal ia adalah sosok teman yang baik untuk semuanya, dia juga sangat baik denganku. Sekarang aku ikhlas bila harus angkat kaki dari sini. Semoga setelah kepergianku dan Nur, Haisya bisa tenang dan hidup bahagia tanpa ada yang terus menghalang-halanginya lagi.

Teruslah berprestasi, kawan, raihlah impianmu, semangat dan sukses selalu! Aku merasa beruntung karena pernah menjadi temanmu.

POV Aliva off

***

Sekarang Via telah benar-benar meninggalkan kota Cilacap dan telah menjalani kehidupan barunya di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Provinsi Lampung.

Haisya sekarang bukan lagi gadis cupu ataupun gadis polos. Ia kini telah menjadi dirinya sendiri. Ia sudah tidak takut lagi dengan santri putra. Ia hanya menghindari hal-hal yang dapat mengundang kemaksiatan. Mas Hasnan, sepupunya itu, telah lulus dari pondok ini satu tahun yang lalu. Dan satu pekan lagi tibalah giliran Haisya yang lulus dan akan meninggalkan pondok pesantren tercintanya.

Haisya sedang dilanda kebimbangan. Ia bimbang antara melanjutkan ke perguruan tinggi atau bekerja membantu orang tuanya. Dan jika lanjut, mau ke universitas mana. Ia juga berpikir bagaimana orang tuanya akan membiayai kuliahnya. Mereka sudah sangat berumur dan bukan dari golongan orang mampu, sementara biaya kuliah itu tidaklah murah.

Besok adalah hari perpisahan untuk Haisya dan teman-temannya. Pukul 03.15, usai melaksanakan shalat tahajud, Pak Kyai mengagetkannya dengan membawa map dan berkas-berkas yang terlihat sangat penting. Pak Kiai menyerahkannya ke tangan Haisya.

"Terimalah, nduk. Berkat kuasa Ilahi dan kerja kerasmu serta doa-doa yang selalu kamu panjatkan, hari ini Abah serahkan semua ini kepadamu. Kamu mendapatkan beasiswa kuliah di Universitas Al-Azhar. Selamat ya, nduk… semangat belajar semoga ilmumu bermanfaat dunia akhirat. Abah rida kepadamu, nduk…"

Haisya hanya diam tanpa membalas ucapan Pak Kiai… ia masih belum sadar sepenuhnya. Ia sedang mencerna maksud ucapan Pak Kiai. Ucapan Pak Kiai menyadarkan Haisya dari lamunan.

"Ini tiketnya. Tiga hari lagi kamu harus berangkat ke sana. Jangan lupa untuk selalu berdoa dan berikhtiar. Jaga sholatmu dan bawalah Al-Quran kemanapun kamu pergi."

Haisya hanya bisa menganggukkan kepalanya. Mukena putih yang ia kenakan telah dibasahi oleh air mata yang mengalir di pipinya. Tak disangka ia akan mendapatkan kejutan sebesar ini. Ia sangat bersyukur kepada Allah SWT. Ia berjanji akan menggunakan beasiswa ini dengan sebaik-baiknya. Ia akan giat belajar dan berusaha tidak mengecewakan.

وَمَا اللَّذَّةُ إِلاَّ بَعْدَ التَّعَبِ (Tiada suatu kenikmatan kecuali setelah kepayahan)

1
Jaku jj
Baper abis!
Simun Elthaf: nanti di akhir" part akan banyak yg bikin salting lagi kak😊
total 1 replies
Fiqri Skuy Skuy
Jelas banget ceritanya!
Simun Elthaf: Terimakasih sudah mampir kak, saya baru belajar menukis☺🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!