- 𝗨𝗽𝗱𝗮𝘁𝗲 𝗦𝗲𝘁𝗶𝗮𝗽 𝗛𝗮𝗿𝗶 -
Ria merupakan seorang mahasiswi yang dulunya pernah memiliki kedekatan dengan seorang pria bernama Ryan di dunia maya. Hubungan mereka awalnya mulus dan baik-baik saja, tapi tanpa ada tanda-tanda keretakan berakhir dengan menghilang satu sama lain. Sampai Ryan menghubungi kembali dan ingin memulai hubungan yang nyata.
Akankah Ria menerima atau menolaknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nelki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Baikan Rasa Kencan 3
Aku dan Ryan memasuki pusat perbelanjaan. Aku bertanya-tanya apa sebenarnya tujuan dia membawaku ke tempat ini. Kami berjalan beriringan sambil melihat-lihat sekitar. Dia memegang pergelangan tanganku dan menariknya. Dia menghentikan langkahnya di kedai makanan. Namun, tangannya masih memegang tanganku. Entahlah mungkin merepotkan baginya jika dilepaskan. Kalau-kalau aku tersesat.
Ryan menatap wajahku dan bertanya dengan lembut, "Kamu pasti laper kan?"
"Pilih deh mau makan apa aja boleh!"
"Serius?" kataku memastikan.
Ryan hanya menanggapi dengan anggukan kepalanya. Lapar pengen makan nasi aja.
"Aku mau nasi sama ayam goreng aja deh," kataku kepada Ryan.
Ryan mengerti dan segera memesan ke kedai yang sesuai dengan keinginanku. Untung saja ga terlalu ramai di sana jadi ga perlu antri. Setelah mendapatkan apa yang kami mau, dia membawaku ke tempat yang ada untuk makan. Di sinilah dia baru mau melepaskan tanganku. Huh digandeng sih romantis tapi kalo kelamaan kan pegel juga.
Aku menggerakkan pergelangan tanganku yang sedikit pegal. Ryan memperhatikan diriku dan menyadari kesalahannya.
"Eh... maaf kelamaan tadi. Perlu aku pijitin ga?" tawarnya.
"Enggak ah ga perlu. Udah enakan kok," balasku.
Kami pun mulai makan. Setelah selesai kami membeli minuman. Kali ini dia menawarkan lagi padaku.
"Mau minum apa?"
"Lemon tea aja," jawabku.
"Oke tunggu di sini bentar!" katanya sambil berlalu pergi membeli minuman.
Kurang lebih sepuluh menit aku menunggu, dia kembali dengan dua cup lemon tea. Dia menyodorkan salah satunya padaku. Aku menerimanya. Dingin sensasi es batu yang mengembun di cup.
"Ayo aku ajak kamu belanja apa pun deh di sini!"
"Beneran apa pun boleh?" tanyaku.
"Iya, mau sampe dompetku kering pun gapapa yang penting kamu seneng."
"Ih... kok serem sih. Aku jadi ngerasa punya sugar dady," kataku sedikit mengejek kelakuannya.
"Apaan sih kamu. Lagian kita aslinya cuma beda dua tahun aja. Masa aku mirip kek om-om sugar dady sih," protesnya tak terima.
"Iya kan kamu masuk SD aja umur lima tahun. Jadi seumuran sama om-om itu."
"Eh... ternyata kamu masih inget kalo aku masuk SD umur lima tahun. Terus apa lagi yang kamu inget dari percakapan kita dulu sebelum saling ngeghosting?
Aku ga mungkin ngaku kalo masih inget semuanya. Lagian dia deketin dengan cara yang berbeda. Jadi entah bagaimana tersimpan dalam memoriku. Bahkan aku masih inget kombinasi tanggal lahir kami yang cocok satu sama lain. Karena tak mau mengaku aku melarikan diri ke toko boneka terdekat dan berpura-pura mau membelinya.
Ryan hanya menggelengkan kepalanya. Dia tahu aku ga mau ngaku karena takut kalah. Padahal diam-diam dalam hati Ryan dipenuhi bunga-bunga kebahagiaan. Bagaimana tidak? Meski kami saling menghilang sementara waktu dan dipertemukan kembali dengan bentuk yang utuh. Baik di antara aku dan dia tidak saling melupakan. Jujur saja kenangan singkat itu membekas di hati kami.
"Biarkan aku yang mengalah kali ini," kata Ryan dengan penuh tekad.
Aku yang tidak suka boneka malah masuk ke sini. Betapa kacaunya aku harus memilih salah satunya. Mereka semua terlihat imut jika dipandang. Jadi untuk apa beli cuma buat dilihat dipajangan. Ryan memilih boneka kelinci berwarna putih dengan pita merah di lehernya. Ukuran boneka ini sedang dan bulunya halus. Dia pun mengambilnya untuk diperlihatkan padaku.
Ryan memiliki tubuh tinggi sehingga mudah menemukanku yang tertutupi rak. Dia bergegas menghampiriku. Sebuah boneka kelinci tiba-tiba ada di depaku. Ya, siapa lagi kalau bukan Ryan yang melakukan itu.
"Gimana ini imut kan? Aku tau kamu pasti bakalan suka," ucapnya sombong seolah tau seleraku.
"Maaf aku ga suka boneka. Aku mau ke tempat lain aja," kataku sambil berjalan melewatinya.
Oh Ryan yang malang ditolak lagi. Dia benar-benar kecewa kali ini. Dia mengembalikan boneka itu ke tempat semua dan berjalan keluar toko. Di depan pintu toko, dia melihatku menunggunya. Dia merasa senang dan berlari ke arahku.
"Kamu nungguin aku?" tanyanya begitu sampai di depanku.
"Iya, kan kamu yang bayarin," kataku terus terang.
Jika dipikirkan kembali itu cukup menyakiti perasaan Ryan yang sudah dipenuhi harapan. Sebenernya aku juga bingung mau beli apa jadi cuma muter-muter di tempat ini. Aku melirik ke belakang, terlihat Ryan yang sudah letih mengikutiku. Bisa dilihat keringat bermunculan di sekitar pelipisnya. Cewek tuh kalo belanja muter sepuluh kali pun ga bakal capek. Dia yang dengan sabarnya mengikutiku tanpa protes memang patut diacungi jempol.
Aku merasa sedikit kasihan akan tampilannya yang udah ga fresh lagi seperti pagi tadi. Ku dekati dirinya dan hanya disambut dengan senyuman yang menahan capeknya. Aku memintanya ke kamar mandi buat lap keringat sekalian cuci muka. Dia terlihat patuh menuruti perintahku. Saat dia masuk ke kamar mandi pria untuk menyegarkan diri, aku sengaja menunggunya di sekitar pintu keluar.
Ku keluarkan ponselku untuk melihat-lihat apa ada yang menghubungiku. Yah, aku cukup beruntung itu ada dari Fina. Siapa yang bakal nyangka kalo habis kerja kelompok dia maen ke pusat perbelanjaan yang sama denganku. Apalagi dia diam-diam mengirimiku foto aku dan Ryan di sana. Ah... malunya aku ketauan temen sendiri. Karena udah ketauan aku jujur padanya kalo lagi fase PDKT.
✉️
Fina: Baguslah Ri, akhirnya ada yang berani ngejar kamu.
Ria: Apa sih, emang dia aja yang ngejar.
Fina: Lho banyak tho? Tapi yang kamu kasih kesempatan cuma dia sih.
Ria: Berisik ih kamu mah, Fin. Nanti aja di kostan aku ceritanya.
Fina: Ga perlu cerita ke aku lah, Ri. Aku tunggu kabar baik kalian jadian aja terus minta PJ nya. 😁
Beberapa orang pria memperhatikan diriku yang asyik sendiri bermain ponsel. Mereka mendekatiku entah apa tujuannya. Salah satu dari mereka memulai percakapan. Pria dewasa yang kelihatan cukup tampan dan stylish itu bertanya, "Hai cewek! Lagi nunggu siapa di sini?"
"Temen."
"Oh, temen."
"Udah punya pacar belum?"
"Krek..." suara pintu terbuka.
Setelah pintu kamar mandi terbuka lebar, Ryan melangkah keluar dan langsung mendekatiku. Dia sengaja memegang pergelangan tanganku. Dia terlihat cemburu dengan beberapa pria di depanku.
"Siapa?" tanya Ryan memandangku dengan serius.
"Cuma orang lewat tanya jalan," jawabku asal.
Aku segera menyeretnya pergi menjauh dari beberapa pria tadi. Meski sudah berjarak, Ryan tetap menoleh ke arah mereka. Dia mengisyaratkan pada mereka bahwa wanita di sampingnya adalah pacarnya. Mereka mengerti dan meminta maaf. Aku yang tak sadar akan komunikasi itu hanya fokus membawa Ryan menjauh.
Setelah merasa tempat cukup aman aku berhenti dan melepaskan tangannya. Aku menatapnya lekat. Dia malah menyeringai penuh kemenangan. "Aneh apa yang dia lakuin?" pikirku.
"Lanjut aja ke tempat laen yuk. Aku lagi ga pengen beli sesuatu," kataku dengan jujur.
Ryan tampak kaget sampai mulutnya menganga.
"Apa? Kamu muter-muter beberapa kali tapi ga ada yang mau dibeli?" katanya dengan nada sedikit tinggi bercampur rasa frustasi.
"Iya maaf," kataku merasa bersalah.
Ryan mengambil napas dalam-dalam dan menghembuskannya. Dia melihat toko sekitar sambil berpikir. Akhirnya dia memutuskan membawaku ke toko perhiasan. Agak aneh juga sih ini. Dia memilih model gelang yang sederhana dan meminta petugas toko mengeluarkannya untuk dicoba olehku. Gelang itu emang bagus sih, tapi ini dia beli emas lho. Apa ga kemahalan?
"Bagus cocok buat kamu," komentarnya.
"Mbak saya mau yang ini atas nama Ria yah," katanya ke petugas toko.
"Eh... kamu ngapain beliin aku emas segala?" tanyaku mencoba mencegahnya.
"Buat simpenan kamu aja sih. Lagian jatah buat belanja hari ini ga kepake kan. Mending dijadiin perhiasan aja," terang Ryan.
Beberapa menit kemudian petugas toko menyerahkan kartu perhiasan dan tertera nominalnya dua juta. Ryan mengeluarkan kartunya untuk membayar. Oke transaksi selesai. Kami meninggalkan pusat perbelanjaan menuju tempat selanjutnya. Kira-kira ke mana ya? Ryan terlihat misterius ga mau bilang ke aku sih.