"Tolong jangan sentuh saya, Pak." Ucap seorang gadis cantik berkacamata bulat dengan tubuh bergetar hebat. Gadis itu terisak pilu ketika mahkota yang selama ini dijaga, direnggut paksa oleh seorang dosen.
Azura Saskirana seorang mahasiswi tingkat akhir yang sedang mengerjakan skripsi di ruang perpustakaan di malam hari yang sepi ditengah hujan badai. Zura hari itu memang sengaja ingin menyelesaikan skripsinya yang tinggal sedikit lagi selesai. Disaat bersamaan hujan turun dengan lebat disertai angin, membuat dia enggan beranjak. Karena tempat kostnya terletak lumayan jauh dari kampus, jadi dia memutuskan untuk menunggu hujan reda baru akan pulang itupun dia masih harus berjalan kaki.
Garvin Reviano Agler, seorang dosen yang sudah lama menduda dan berhati dingin setelah pernikahan dengan wanita yang dicintainya gagal karena wanita itu lebih memilih pergi untuk mengejar karir. Malam itu Garvin dijebak oleh dosen wanita yang terobsesi dengannya dengan minuman yang sudah dicampur obat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erchapram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Karma Untuk Daffa
Setelah mengisi waktu libur selama tiga hari di rumah kedua orang tuanya, kini Zura berencana akan kembali ke kota. Karena masih ada rangkaian kegiatan di kampus yang harus Zura selesaikan.
Tidak bertemu hanya beberapa hari membuat Zura rindu dengan dosennya. Mereka sepasang kekasih, tapi tidak punya kontak yang bisa dihubungi.
Selepas subuh, Zura beranjak ke dapur untuk memasak. Ayah dan ibu tirinya masih berada di kamarnya. Sedangkan Daffa sejak hari lamaran tidak terlihat sama sekali.
Sebenarnya Zura takut berhadapan dengan kakak tirinya yang mesum itu. Tapi dia tidak berani melaporkan pada ayah dan ibunya. Pasti mereka lebih percaya dengan Daffa.
Saat sedang fokus dengan masakannya, tiba-tiba Daffa memeluk erat Zura dari belakang. Bahkan Daffa mengecup leher jenjang Zura penuh nafsu.
"Abang, hentikan atau aku teriak." Ancam Zura dengan tubuh bergetar.
Daffa pun membekap mulut Zura, kemudian menyeret tubuh lemah itu menuju ke belakang. Di sana ada gudang yang lama kosong.
Setelah menutup pintu gudang, Daffa mengkungkung tubuh adik tirinya di tembok. Lalu meraup habis bibir Zura dengan rakus. Bahkan tidak segan Daffa menggigit bibir itu, supaya terbuka dan dengan liar lidah Daffa berkelana di dalamnya.
Tidak sampai disitu, tangan Daffa masuk menelusup celana dalam Zura dan meraba mencari lembah basah.
Satu jari berhasil masuk di goa Zura, mengobrak abrik dalamnya yang penuh kehangatan. Sedangkan bibir Zura masih dibungkam dengan kuat.
Zura menangis merasakan sakit yang luar biasa pada hati dan tubuhnya. Tidak ingin memberi akses lebih jauh lagi. Dengan kekuatan penuh, Zura mengangkat kakinya dan dug. Senjata Daffa berhasil ditendangnya.
Dengan langkah tertatih-tatih, Zura masuk rumah menuju kamarnya. Kemudian mengambil tas dan pergi dari rumah sebelum Daffa berhasil kembali menemukannya.
"Ayah, maaf aku harus pergi sekarang." Gumam Zura, setelah merapikan hasil masakannya. Dia tahu, ayahnya akan lemah jika berhadapan dengan istri keduanya. Dia sadar jika, bukan lagi prioritas bagi ayahnya.
Dengan derai air mata, Zura berhasil keluar dari rumah yang lebih cocok disebut dengan neraka dunia. Zura berlari menuju halte terdekat untuk menunggu bus yang akan membawanya kembali ke kota.
Tidak menunggu lama, bus pertama tiba. Memang jadwalnya bus datang pukul 6 pagi dan keberuntungan bagi Zura, dia tidak tertinggal.
Sementara itu, Daffa mengumpat kasar karena lagi-lagi dia gagal meng gagah i sang adik tiri. Sedangkan kini, senjatanya terkulai lemas setelah mendapatkan tendangan dari Zura.
"Sialan Zura itu, bisa-bisanya dia hampir merusak masa depanku. Aku harus ke rumah Lestari. Siapa tahu sentuhan dia bisa menyembuhkan asetku yang terasa sangat ngilu."
Daffa pun beranjak dengan menahan rasa sakit menuju rumah Lestari yang jaraknya hanya beberapa ratus meter dari rumah orang tuanya.
Tok tok tok
"Tari, segera buka kan pintunya." Ucap Daffa.
Kriet...
"Daffa, bukannya kamu baru pamit beberapa jam yang lalu. Kok kembali, lalu kenapa denganmu?" Ucap Lestari khawatir pada kekasihnya.
"Bantu aku..." Suara Daffa mengiba.
"Masuklah, dan duduk dulu di sofa. Aku akan ambilkan air hangat untukmu." Lestari penuh perhatian.
Lestari tinggal seorang diri, karena kedua orang tuanya sudah meninggal. Dan dia tidak punya saudara. Makanya, Daffa bebas berhubungan dengan wanita yatim piatu ini kapan saja dia ingin ber cinta.
"Kenapa bisa sampai seperti ini Daffa?" Tanya Lestari yang saat ini sedang mengompres senjata milik kekasihnya dengan air hangat. Bahkan ketika Lestari sengaja memijat dan mengurut, burung perkutut itu seolah sedang mati suri. Biasanya hanya dengan sentuhan kecil darinya, burung perkutut berubah menjadi burung gagak. Sekarang dia tidak bangun lagi.
"Ah... Apa yang terjadi dengan aset masa depanku." Daffa meraung.
"Coba aku kulum ya sayang." Tawar Lestari, kemudian memasukkan teripang lemas itu ke dalam mulutnya. Melumat, menjilat bagaikan es krim. Hingga beberapa menit berlalu, tidak ada perubahan pada benda itu.
"Sepertinya kamu harus pergi berobat ke dokter Daffa." Ucap Lestari.
Sedangkan di sebuah ruang kerja, seorang pria tampan berkacamata bening nampak fokus menatap layar laptopnya. Sesekali kesepuluh jarinya menari-nari di atas keyboard serta kepalanya menoleh pada lembaran kertas. Seolah sedang mencocokkan data di kertas dan di layar apakah sudah sinkron.
Tiba-tiba bayangan tubuh polos nan sexy itu terlintas dalam pikirannya.
"Setelah tiga hari tidak bertemu, ada rasa yang tak biasa di hatiku. Tidak bisa aku pungkiri, jika aku mulai merindu."
"Aku juga rindu dengan kelegitannya, Ah... Kenapa aku menjadi kecanduan begini. Sepuluh tahun menduda, bahkan aku tidak pernah berfikir bermain wanita. Kini hanya karena teringat Zura, milikku sudah berdiri tegak."
Garvin bergumam sendiri, sambil mengelus sesuatu di bawah sana yang kini mulai mengeras minta segera dilepaskan dari sangkar yang mengurungnya.
"Bodoh memang aku, kenapa tidak minta nomer ponselnya. Terpaksa harus menunggu besok baru bisa bertemu."
Sambil mendesah kasar, Garvin menuju kamar mandi karena dia harus bersolo karir demi menjinakkan senjatanya.
Di sebuah Rumah Sakit, Daffa dan Lestari sedang menunggu panggilan. Dengan setia Lestari menemani sang kekasih, tanpa tahu jika apa yang dialaminya adalah buah dari perbuatannya terhadap Zura adik tirinya.
"Tuan Daffa, silahkan masuk." Ucap seorang perawat. Daffa berjalan sambil dituntun oleh Lestari, karena rasa sakit itu menjalar hingga pahanya.
Setelah dilakukan berbagai pemeriksaan, dokter menyimpulkan jika Daffa mengalami disfungsi pada alat produksinya. Hal ini dipicu karena adanya kerusakan saraf.
"Apakah sebelumnya Anda telah mengalami kecelakaan atau kekerasan?" Tanya Dokter.
Daffa bungkam, karena dia tidak mungkin jujur di depan Lestari.
"Ya sudah, ini resep obat bisa Anda tebus." Ucap Dokter.
Dengan wajah yang menahan amarah, Daffa melangkah tertatih-tatih keluar dari ruang pemeriksaan. Sedangkan Lestari menatap bingung pada sang kekasih, dia yakin jika Daffa menyembunyikan sesuatu.
"Jujur Daffa, apa yang sudah terjadi sebenarnya. Kenapa tiba-tiba kamu seperti ini. Padahal sebelum kamu pulang ker rumahmu, kita baru saja ber cinta." Ucap Lestari.
"Sudahlah Lestari, aku ingin pulang."
"Aku antarkan sampai ke rumah."
"Tidak perlu, bisa-bisa ibu akan marah jika melihat ada kamu."
"Kenapa sih, ibu kamu tidak menyukai aku. Padahal kita pacaran sudah lama Daffa." Sedih Lestari.
Daffa juga tidak bisa berterus terang, pasalnya Lestari bukan menantu idaman ibunya yang matre itu.
"Daffa, kapan kamu menikahi aku?"
"Disaat aku sakit, seperti ini kamu masih menuntut aku Tari."
"Bukan menuntut, tapi aku butuh kepastian. Aku butuh kamu tanggung jawab terhadap kehamilanku." Jujur Lestari.
Ya, Lestari sudah hamil dua bulan. Karena dia lupa melakukan suntik K*B. Sedangkan setiap hari Daffa selalu menye tubuhinya.