Beberapa tahun lalu, Sora dikhianati oleh kekasih dan sahabatnya. Mengetahui hal itu, bukannya permintaan maaf yang Ia dapatkan, Sora justru menjadi korban kesalah pahaman hingga sebuah ‘kutukan’ dilontarkan kepadanya.
Mulanya Sora tak ambil pusing dengan sumpah serapah yang menurutnya salah sasaran itu. Hingga cukup lama setelahnya, Sora merasa lelah dengan perjalanan cintanya yang terus menemui kebuntuan. Hingga suatu hari, Sora memutuskan untuk ‘mengistirahatkan’ hatinya sejenak.
Tanpa diduga, pada momen itulah Sora justru menemukan alasan lain dibalik serangkaian kegagalan kisah cintanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rin Arunika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#9
Taburan bintang di langit malam berkilauan dengan indahnya, memanjakan mata siapapun yang melihatnya. Tak terkecuali Rayn. Pria itu kembali dengan penampilan ajaibnya seperti tempo hari ketika di hutan.
Duduk tegak di tumpangan Bintang dan terbang menembus awan menghadirkan kesenangan yang tak bisa Rayn jelaskan dengan kata-kata. Garis senyum yang muncul dari bibir Rayn sudah cukup untuk menjelaskan perasaannya saat itu.
Namun, kesenangan itu rupanya tak berlangsung lama untuk dinikmati Rayn. Ketika Ia teringat kembali kilatan cahaya berwarna emas pada iris mata Sora, saat itu juga Rayn teringat akan tujuannya memanggil Bintang.
Bintang bergerak mengikuti perintah Rayn dengan kekuatan telepati yang dimiliki pria berambut putih nan panjang itu. Bintang bisa selalu dengan mudah mengerti apa yang Rayn maksudkan. Namun hal itu bukan berarti Rayn bisa berbicara dengan binatang.
Setelah cukup lama mengudara, Bintang akhirnya mendarat di halaman sebuh gedung yang sangat megah. Gedung itu terlihat memiliki bentuk yang luar biasa dan akan memanjakan mata siapapun yang melihatnya.
“Anak pinter…” kata Rayn sambil mengusap sayap Bintang sesaat sebelum meninggalkannya.
Dua puluh lantai pertama gedung itu sangat luas. Berdiri megah sekitar empat ratus meter lebarnya. LED huruf yang menyala terang bertuliskan ‘ASTERIA Hotel’-pun bertengger dengan gagah di puncak lantai kedua puluh.
Selain memiliki dua puluh lantai yang luar biasa luasnya, bangunan itu juga memiliki seratus lantai yang menjulang tinggi seperti bangunan Burj Khalifa jauh di Dubai sana. Yang menarik, seratus lantai itu memiliki gaya bangunan khas abad pertengahan sehingga bangunan itu cukup berbeda dari gedung-gedung yang berada di sekitarnya. Untuk sesaat bangunan itu mirip seperti sebuah istana di negeri dongeng.
Rayn memasuki gedung itu dengan percaya diri yang menunjukkan bahwa itu bukanlah kunjungan pertamanya.
Tunggu, ada yang menarik. Beberapa orang dengan penampilan tak biasa itu, apakah mereka semacam security ? Pakaian mereka mirip seperti yang Rayn kenakan. Namun sekilas saja bisa terlihat bahwa pakaian mereka jauh lebih sederhana. Meski mereka sama-sama memakai pakaian yang mirip kimono, namun pakaian mereka seluruhnya berwarna hitam dan tak berkilau seperti milik Rayn.
Mereka bahkan tak terlihat memakai aksesoris yang berkilauan seperti yang melintang di depan dada Rayn itu.
Beberapa dari mereka ada yang berdiri di luar dekat pintu utama dan ada yang tampak berdiri di dalam lobi.
Selain bentuk bangunannya yang luar biasa, detail lain bangunan itu tak kalah mengagumkan. Pintu utamanya yang memiliki tinggi sekitar lima meter itu tampak berkilau seperti silver. Kemudian bagian lobinya pun sangat luas. Lantainya menggunakan batuan marmer yang didominasi warna putih, sangat cocok dengan dindingnya yang berwarna putih gading. Pilar-pilarnya tampak begitu kokoh.
Kehadiran Rayn seperti disambut baik di sana. Sebab sejak Rayn melangkahkan kaki di tempat itu, orang-orang yang berpapasan dengannya tampak begitu menghormatinya. Mereka tak ragu untuk membungkukkan badan mereka pada Rayn.
Rayn terus berjalan melewati lobi yang luas itu dan menghentikan langkahnya di depan sebuah pintu kayu yang berada di ujung sana. Rayn memasuki pintu itu dan sampailah Ia di ruangan yang sepi dengan lampu temaram. Sekilas, ruangan itu terlihat hanya seperti ruangan kosong biasa yang masih terawat dengan cukup baik.
Lalu, Rayn memindai area itu hingga pandangannya berhenti pada satu pintu yang berada di sisi lain ruangan. Aneh. Pintu itu tak memiliki gagang atau sejenis handle untuk membukanya.
Namun tampaknya pintu itu bukan pintu yang bisa dibuka oleh sembarang orang. Sebab Rayn saja harus menyalurkan energinya ke sekeliling daun pintu dan itu memakan waktu sekitar satu menit lamanya. Baru setelahnya, pintu kayu itu sedikit bergetar kemudian bergeser dengan sendirinya seperti mempersilakan Rayn mendekati entitas yang dilindunginya.
Benar saja. Pintu kayu itu memang bukan pintu biasa. Tepat di balik pintu itu terdapat sebuah portal ajaib yang membawa Rayn ke sebuah tempat yang sangat luar biasa mengagumkan.
Tempat di balik pintu atau portal itu terlihat seperti sebuah taman yang cukup luas dan dilingkupi oleh kubah raksasa. Satu hal yang menarik perhatian adalah taman itu didominasi oleh warna hijau. Dari banyaknya tanaman rambat dan pepohonan lain, tak terlihat satu tangkai bunga pun yang tumbuh di sana.
Sejumlah pilar beton yang menopang tempat itu tampak ditumbuhi tanaman menjalar. Berbeda dengan lobi bangunan mewah tadi, lantai di tempat itu berupa batuan yang teksturnya terasa kasar.
Jika mengambil sudut pandang dari dalam ruangan itu, Rayn tampak keluar diantara dua buah pilar yang berdiri kokoh.
Beberapa meter di depan portal itu, terdapat sebuah kolam yang ditumbuhi tanaman air dan teratai, beberapa bunganya tampak bermekaran dengan sangat cantiknya.
Sudah lama sekali Rayn tak menginjakkan kaki ke tempat itu.
Saat ini, Ia berdiri di tepi kolam menatap sesuatu yang berada di tengah kolam.
Kedua netra berwarna biru terang Rayn terus memandangi sebuah patung berbentuk ular naga yang amat sangat besar. Tampak sekitar setengah bagian patung itu terendam air kolam, seolah patung ular naga itu merasa nyaman merendam tubuhnya.
“Katakan. Apa dia adalah Yisha?” Tatapan Rayn meredup tak lama setelah pertanyaan itu Ia ucapkan.
Pandangannya berpusat pada wajah patung naga itu. Jelas sekali Rayn begitu mengharapkan jawaban dari pertanyaan yang baru saja Ia ucapkan.
Tak terasa, bulir air mata Rayn jatuh menuju pipinya. Bersamaan dengan itu, senyum getir Ia terbitkan dari sudut bibirnya.
“Sudah berapa lama sejak Eonas dan Lenvia mengurus keturunan-keturunan Wyn? Beri tahu Aku, kapan Yisha akan muncul kembali?” Kali ini tatapan Rayn menjadi kosong, Ia terlihat seperti hilang arah.
“Ck. Percuma saja Aku terus bertanya pada naga yang membatu itu,” lirihnya, “Yisha! Kau mendengarkanku, kan?! Jawab Aku, bagaimana caranya untukku bertemu denganmu kembali? Aku merindukanmu!” Suara lantang Rayn menggema di ruangan yang luas namun sepi itu.