Alistair, seorang pemuda desa yang sederhana, mendapati dirinya dihantui oleh mimpi-mimpi aneh tentang pertempuran dan pengkhianatan. Tanpa disadarinya, ia adalah reinkarnasi dari seorang ksatria terhebat yang pernah ada, namun dikutuk karena dosa-dosa masa lalunya. Ketika kekuatan jahat bangkit kembali, Alistair harus menerima takdirnya dan menghadapi masa lalunya yang kelam. Dengan pedang di tangan dan jiwa yang terkoyak, ia akan berjuang untuk menebus dosa-dosa masa lalu dan menyelamatkan dunia dari kegelapan abadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhimas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 Jejak Dihutan Kegelapan
Perjalanan menuju Silverwood membawa Alistair, Merlin, dan Lyra memasuki jantung Hutan Kegelapan, sebuah wilayah yang terkenal karena keangkeran dan bahaya yang mengintai di setiap sudutnya. Pepohonan menjulang tinggi, menghalangi sinar matahari dan menciptakan suasana remang-remang yang membuat bulu kuduk merinding. Udara terasa berat dan lembap, diwarnai aroma tanah basah dan tumbuhan yang membusuk.
"Hutan ini dikenal sebagai tempat berkumpulnya makhluk-makhluk jahat," bisik Merlin, matanya awas mengamati sekeliling. "Kita harus berhati-hati, setiap langkah bisa menjadi langkah terakhir kita."
Lyra, dengan pengalaman bertahun-tahun berburu di alam liar, memimpin di depan. Busur peraknya terangkat, siap untuk menembakkan panah mematikan jika ada ancaman yang muncul. Alistair mengikuti di belakang, Lightbringer terhunus, cahaya keemasannya membelah kegelapan dan memberikan sedikit rasa aman.
"Aku merasakan sesuatu yang aneh di sini," kata Alistair, mengerutkan kening. "Seolah-olah ada mata yang mengawasi kita."
"Instingmu benar, Alistair," jawab Lyra. "Hutan ini dipenuhi oleh mata-mata Valerius. Mereka mengawasi setiap gerakan kita, menunggu kesempatan untuk menyerang."
Mereka melanjutkan perjalanan dengan hati-hati, menghindari jalan setapak yang jelas dan memilih jalur yang lebih tersembunyi. Mereka tahu bahwa semakin dalam mereka memasuki hutan, semakin besar pula bahaya yang akan mereka hadapi.
Saat senja tiba, mereka menemukan sebuah gua kecil yang tersembunyi di balik air terjun. Mereka memutuskan untuk bermalam di sana, merasa bahwa gua itu akan memberikan perlindungan yang lebih baik daripada tidur di alam terbuka.
Merlin menggunakan sihirnya untuk membuat perapian kecil di dalam gua, memberikan cahaya dan kehangatan. Lyra pergi berburu, kembali dengan seekor kelinci yang cukup untuk mengisi perut mereka yang keroncongan.
Saat mereka makan, mereka membahas rencana mereka untuk mencapai Silverwood.
"Kita harus melewati Jembatan Kerangka," kata Lyra. "Itu adalah satu-satunya jalan yang aman untuk menyeberangi jurang yang dalam yang membelah hutan ini."
"Jembatan Kerangka?" tanya Alistair, mengerutkan kening. "Mengapa namanya seperti itu?"
"Karena jembatan itu terbuat dari tulang-tulang makhluk hidup yang mati di hutan ini," jawab Lyra dengan nada dingin. "Jembatan itu dijaga oleh makhluk-makhluk mengerikan yang tidak akan membiarkan siapa pun melewatinya."
"Kita tidak punya pilihan lain," kata Alistair. "Kita harus melewati jembatan itu."
Setelah makan, mereka bersiap untuk tidur. Merlin membuat perisai sihir di sekitar gua, melindungi mereka dari gangguan makhluk-makhluk jahat. Lyra berjaga di pintu masuk gua, memastikan bahwa tidak ada yang bisa menyelinap masuk.
Alistair berbaring di tanah, mencoba untuk tidur, tetapi pikirannya terus berkecamuk. Ia memikirkan kehancuran Willow Creek, ibunya yang selamat, dan tanggung jawab yang ia emban sebagai reinkarnasi Sir Gideon.
Ia juga memikirkan Valerius, musuh bebuyutannya yang selalu mengintai di kegelapan. Ia tahu bahwa Valerius akan melakukan apa saja untuk menghancurkannya, dan ia harus siap untuk menghadapinya.
Akhirnya, ia tertidur, tetapi mimpinya dipenuhi oleh bayangan-bayangan mengerikan dan suara-suara yang menakutkan.
Keesokan paginya, mereka bangun dengan perasaan segar dan siap untuk menghadapi tantangan baru. Mereka meninggalkan gua dan melanjutkan perjalanan menuju Jembatan Kerangka.
Setelah berjalan selama beberapa jam, mereka akhirnya tiba di tepi jurang yang dalam. Di seberang jurang, mereka melihat Jembatan Kerangka, sebuah struktur yang terbuat dari tulang-tulang yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk jembatan yang rapuh dan mengerikan.
Jembatan itu dijaga oleh makhluk-makhluk mengerikan yang tampak seperti kerangka hidup yang mengenakan baju zirah berkarat. Mata mereka menyala merah, dan mereka memegang pedang dan perisai yang tampak usang.
"Itu mereka," bisik Lyra. "Penjaga Jembatan Kerangka. Kita harus mengalahkan mereka jika kita ingin melewatinya."
Merlin melangkah maju dan mengangkat tongkatnya. "Aku akan mencoba untuk mengalihkan perhatian mereka," kata Merlin. "Kalian berdua harus melewati jembatan secepat mungkin."
Merlin melancarkan serangan sihir ke arah para penjaga. Bola-bola api dan petir menyambar mereka, membuat mereka terhuyung mundur dan mengalihkan perhatian mereka.
Alistair dan Lyra memanfaatkan kesempatan itu dan berlari menuju jembatan. Mereka melangkah dengan hati-hati di atas tulang-tulang yang rapuh, berusaha untuk tidak membuat suara apa pun.
Namun, para penjaga segera menyadari bahwa mereka sedang diserang. Mereka berbalik dan mengejar Alistair dan Lyra.
Alistair dan Lyra berlari secepat mungkin, tetapi para penjaga semakin mendekat. Mereka tahu bahwa mereka harus bertempur jika mereka ingin selamat.
Alistair berhenti dan berbalik menghadap para penjaga. Ia mengangkat Lightbringer dan bersiap untuk bertempur.
"Lyra, teruslah berlari!" teriak Alistair. "Aku akan menahan mereka!"
Lyra ragu-ragu sejenak, tetapi ia tahu bahwa Alistair benar. Ia harus terus berlari dan mencari bantuan di Silverwood.
"Hati-hati, Alistair!" teriak Lyra sebelum ia melanjutkan larinya menyeberangi jembatan.
Alistair menghadapi para penjaga sendirian. Ia menyerang mereka dengan Lightbringer, menebas dan menusuk mereka dengan pedang sucinya.
Para penjaga melawan dengan sengit, tetapi mereka tidak bisa menandingi kekuatan Lightbringer. Pedang itu membakar tulang-tulang mereka dan menghancurkan jiwa mereka.
Alistair bertempur dengan gagah berani, melindungi Lyra dan memberikan waktu baginya untuk melarikan diri. Ia mengalahkan para penjaga satu per satu, sampai akhirnya hanya tersisa satu penjaga yang berdiri di hadapannya.
Penjaga terakhir itu adalah yang terkuat dari semuanya. Ia mengenakan baju zirah yang lebih baik dan memegang pedang yang lebih tajam. Matanya menyala merah dengan amarah dan kebencian.
"Kau tidak akan lolos," geram penjaga itu. "Aku akan membunuhmu dan membawamu ke hadapan Valerius."
Penjaga itu menyerang Alistair dengan kekuatan penuh. Alistair menangkis serangan itu dengan Lightbringer, tetapi ia terhuyung mundur karena kekuatan serangan itu.
Mereka berdua bertempur dengan sengit, saling menyerang dan bertahan dengan sekuat tenaga. Alistair menggunakan semua keterampilan yang telah ia pelajari dari Merlin, tetapi penjaga itu terlalu kuat.
Tiba-tiba, penjaga itu berhasil memukul Alistair dengan pedangnya. Pedang itu menembus baju zirah Alistair dan melukai lengannya.
Alistair berteriak kesakitan dan terjatuh ke tanah. Penjaga itu mengangkat pedangnya, siap untuk menghabisi Alistair.
Namun, sebelum penjaga itu bisa menyerang, sebuah panah perak melesat dan menembus kepalanya. Penjaga itu menjerit dan jatuh ke tanah, hancur menjadi debu.
Alistair menoleh dan melihat Lyra berdiri di ujung jembatan, busurnya masih terangkat.
"Aku tidak akan meninggalkanmu," kata Lyra dengan senyum tipis.
Alistair tersenyum lega. Ia tahu bahwa ia tidak sendirian. Ia memiliki teman-teman yang akan selalu mendukungnya.
Bersama-sama, Alistair dan Lyra menyeberangi Jembatan Kerangka dan melanjutkan perjalanan mereka menuju Silverwood. Mereka tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang dan berbahaya, tetapi mereka siap untuk menghadapi apa pun yang akan terjadi.