SUAMIKU TAKDIRKU

Aliya yang tengah merasa bersalah itu terdiam dan membuat Surti seolah sedang berbicara sendiri, Surti pun memanggilnya, "Al!"

"Ah... iya, Bu. Alya mau menyampaikan sesuatu, nanti, Bunda Reka akan membuat pesta pernikahan di sini, Bunda meminta Ibu dan Ayah untuk datang," kata Aliya dan Surti pun meminta alamat Aliya dan Aliya pun memberikan alamat dirinya berada pada Surti tanpa sepengetahuan Reno.

****

Di kantor, Reno yang baru saja selesai dengan meetingnya itu sudah ditunggu oleh Reka yang tidak langsung pulang ke istananya.

Reka merasa kalau Reno telah tega tidak mencarikan pengganti Lela untuk membantu Aliya di apartemen.

"Bunda, katanya mau belanja? Kenapa ada di sini?" tanya Reno seraya berjalan melewati Bundanya yang sedang duduk manis di sofa panjang yang tersedia.

Reka yang sedang memainkan ponselnya itu menyimpannya ke dalam tas tangannya, lalu menatap Reno yang juga menatapnya, Reno yang duduk di bangku kebesarannya itu berpikir kalau Reka akan membahas Aliya dan benar saja.

Reka langsung mengatakan apa yang dipikirkannya. "Kenapa kamu enggak cari pengganti?" tanya Reka dari tempatnya duduk.

"Pengganti? Pengganti siapa? Bukannya Bunda suka sama Aliya?" tanya Reno.

"Lela! Bukan Aliya! Kasian dia harus lelah dengan semua pekerjaan!"

"Itu permintaannya, dia bilang ingin mengurus ku juga apartemen, jadi... bukan salah Reno, kan?" tanya Reno seraya membuka berkasnya.

"Teganya, memangnya... kamu enggak kasihan? Malam kamu kerjain, siang ngerjain kerjaan rumah! Belum lagi dengan tugas kuliahnya, Bunda mau segera menimang cucu, kalau Aliya terlalu lelah, Bunda khawatir!" ujar Reka seraya menatap Reno yang tetap fokus pada berkasnya.

Mendengar itu, Reno pun hanya bisa membatin, "Bunda, sebentar lagi Aliya akan melahirkan, tetapi, bukan anak Reno, entah lah, apakah Reno harus memberitahu Bunda atau tidak?" tanya Reno dalam hati.

"Ren," panggil Reka dan yang dipanggil pun menoleh.

"Iya, Bun," jawab Reno.

"Bunda ngajak bicara kamu, bukan ngajak bicara dinding!" kata Reka dan Reno pun tersenyum, ia bangun dari duduk, ia berpindah ke samping Reka dan Reno menggenggam tangan Bundanya.

"Bunda, jangan khawatir, Bunda pasti akan menimang cucu!" kata Reno seraya menatap Reka.

"Baiklah, Bunda akan sabar menunggu, ingat, jangan buat Aliya terlalu lelah!" kata Reka seraya mengusap punggung tangan anaknya dan Reno pun menganggukkan kepala.

"Kalau begitu, Bunda akan carikan pengganti Lela!" kata Reka dan Reno hanya bisa tersenyum pasrah.

"Enak sekali dia, tinggal menumpang tetapi bagaikan ratu!" batin Reno.

"Ya, tentu. Bunda bisa melakukan apapun," jawab Reno.

"Ya, memang seharusnya seperti itu!" jawab Reka dan keduanya pun tertawa bersama.

"Demi menyelamatkan menantu Bunda dari kelelahan!" kata Reka dan Reno pun menganggukkan kepala, lalu, Reno pun melepaskan tangan bundanya.

"Ya, dia beruntung, memiliki Ibu Mertua seperti Bunda!" kata Reno yang kemudian bangun dari duduknya, Reno kembali ke singgasananya.

"Kalau begitu, Bunda pamit dulu!" kata Reka yang kemudian bangun dari duduk. Reka pun mulai pergi meninggalkan ruangan Reno.

Reno menarik nafas dalam dan karena kedatangan Reka, itu membuat Reno kembali teringat dengan kancilnya.

"Astaga, kenapa hari-hari ku sekarang selalu terpikirkan dia!" batin Reno, pria itu mengusap wajahnya menggunakan dua telapak tangannya.

Dan, apa yang akan Reno lakukan ketika mengetahui Aliya memberikan alamatnya tanpa sepengetahuannya?

****

Sementara itu, di apartemen, Aliya yang masih bersantai itu pun memikirkan kehamilannya, entah apa yang sedang Aliya pikirkan.

Setelah bersantai, Aliya pun melanjutkan pekerjaannya, ia tak mau singanya mengaum saat pulang nanti.

Aliya yang melihat jam di dinding itu pun harus segera menyelesaikan pekerjaannya agar bisa pergi kuliah dengan tenang.

Tetapi, Aliya yang tengah hamil muda itu merasa sakit di perutnya.

"Aduh... perutku sakit. Apa karena aku terlalu lelah?" tanya Aliya pada dirinya sendiri.

Lalu, Aliya mengambil segelas air minum, Aliya pun duduk di kursi meja makan. Ia meminum habis air itu tanpa sisa dan itu membuat Aliya merasa mual.

Aliya pun segera bangun untuk memuntahkan air tersebut.

"Aaakh!" pekik Aliya seraya mengusap perutnya. Dan karena dirinya masih menyembunyikan kehamilannya itu, Aliya merasa harus kuat.

Sebelumnya, Aliya beristirahat lebih dulu dan setelah itu, Aliya pun harus bangun, gadis mungil itu harus segera pergi ke kampus.

Di kampus, Aliya sudah ditunggu oleh sahabat dan teman-temannya yang lain.

Zulfa menyikut lengan Aliya meminta penjelasan dan Aliya mengatakan akan menjelaskan itu setelah jam pelajaran dan sekarang semuanya pergi ke kelas.

Selesai dengan pelajarannya, Aliya tidak ingin langsung kembali ke apartemen, ia akan merasa sepi sehingga, sekarang, Aliya memilih untuk bersama teman-temannya dulu, untuk mengisi waktu luangnya.

Aliya dan gengnya sedang berada di bawah pohon, letaknya tidak jauh dari parkiran. Aliya yang nampak ceria saat bersama dengan teman-temannya itu sampai tidak menyadari kalau ada Gilang yang memperhatikan.

Gilang menatap kesal pada Aliya yang sama sekali tak mau menurutinya untuk menggugurkan kandungannya.

Dan bukan hanya Gilang, ternyata ada Reno yang juga memperhatikan Aliya.

Reno sedang berjalan ditemani oleh Arman yang selalu berada di dekatnya. Reno menatap Aliya dan Aliya pun diberitahu oleh Zulfa kalau Reno sedang memperhatikan ke arahnya.

Aliya pun melihat ke arah Reno dan keduanya saling menatap.

Aliya menatap datar, dalam hati, ia bertanya-tanya apa yang sedang dilakukan oleh Reno di kampus.

Begitu juga dengan Reno, ia yang sangat perduli dengan pendidikan itu menjadi donatur tetap kampus tersebut.

"Kenapa aku baru liat dia sekarang?" tanya Reno dalam hati.

Ya, sudah berkali-kali Reno berkunjung ke kampus itu, tetapi, mengapa setelah menikah, Reno baru melihat keberadaan Aliya di kampus tersebut.

Dan karena keduanya saling menatap, itu membuat teman-teman Aliya bertanya.

"Kalian saling kenal?" tanya Zulfa yang berdiri di samping Aliya.

Aliya menjawab, "Iya, dia suamiku!"

Sontak, jawaban Aliya terdengar sangat menggelitik di telinga teman-temannya.

"Al... Al. Mending kamu bangun, mimpi kok di siang bolong!" sahut temannya yang lain.

"Serius, aku enggak bohong! Lelaki tampan yang dingin dan sombong barusan lewat itu suami ku!" kata Aliya yang sekali lagi meyakinkan teman-temannya.

Dan semua semakin menertawakan Aliya dan Zulfa mengatainya kalau Aliya sedang berhalusinasi.

Aliya hanya bisa menarik nafas dalam.

Sedangkan bagi teman Aliya, itu tidaklah mungkin, mengingat siapa Reno dan Aliya, perbedaan keduanya sangat jauh.

Dan Reno yang sudah berada di dalam mobil itu masih memperhatikan istrinya yang ternyata sangat ceria.

Setelah itu, Reno pun memerintahkan Arman untuk segera meninggalkan kampus.

"Al, kalau dia suami kamu, kok dia diam aja liat kamu? Tolong, kalau menghalu itu dikondisikan!" kata teman Aliya yang lainnya lagi.

"Lagian, Gilang mau kamu kemanain?" tanya yang lain.

Bersambung.

Apakah Aliya akan menceritakan yang sebenarnya?"