Di malam pertunangannya, Sahira memergoki pria yang baru saja menyematkan cincin pada jari manisnya, sedang bercumbu dengan saudara angkatnya.
Melihat fakta menyakitkan itu, tak lantas membuat Sahira meneteskan airmata apalagi menyerang dua insan yang sedang bermesraan di area basement gedung perhotelan.
Sebaliknya, senyum culas tersungging dibibir nya. Ini adalah permulaan menuju pembalasan sesungguhnya yang telah ia rancang belasan tahun lamanya.
Sebenarnya apa yang terjadi? Benarkah sosok Sahira hanyalah wanita lugu, penakut, mudah ditipu, ditindas oleh keluarga angkatnya? Atau, sifatnya itu cuma kedok semata ...?
"Aku Bersumpah! Akan menuntut balas sampai mereka bersujud memohon ampun! Lebih memilih mati daripada hidup seperti di neraka!" ~ Sahira ~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cublik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ASA : 03
Kening Thariq Alamsyah mengernyit, ia merasa tak asing dengan sosok yang belum pernah ditemui sebelumnya, hanya tahu sebatas nama saja. “Sahira ....”
“Anak yang diangkat ketika remaja?” tanyanya setelah beberapa detik terdiam.
Damar membetulkan letak kacamatanya, mereka duduk di sofa ruang tamu apartemen. “Betul, Tuan. Selama masa pendidikan, Sahira tinggal di asrama. Setelah menjadi Sarjana Seni Kuliner (Bachelor of Arts) dua tahun yang lalu, dia bekerja di restoran pusat keluarga Wiguna dan Tama, tanpa tercatat sebagai seorang karyawan.”
“Bagaimana dengan asal usul keluarganya?” Thariq menggoyang gelas berisi minuman beralkohol, menyesapnya sedikit demi sedikit.
Ketikan jari Damar terdengar nyaring pada ruangan sunyi yang hanya ditemani suara dentingan jarum jam.
“Tidak ada sama sekali,” monolognya keheranan sampai menyipitkan mata membaca ulang.
“Menarik.” Thariq meletakkan gelas diatas meja kaca, kemudian menyilangkan kakinya.
“Di sini hanya ditampilkan bila Sahira anak dari panti asuhan, sosoknya ditinggal didepan pintu gerbang. Tidak ada secuil pun informasi yang diberikan oleh orang tua kandungnya.”
Dua sosok yang hampir sebaya itu tenggelam pada pikiran masing-masing. Tentu mereka tidak bisa begitu saja percaya.
Selepas kepergian dokter wanita yang dipanggil untuk memeriksa keadaan wanita bernama Sahira, dan memastikan bila kondisinya baik-baik saja. Adapun pemicu tidak sadarkan diri disebabkan oleh kedinginan, kelaparan, rasa shock berlebihan.
Damar mulai sibuk mencari tahu tentang wanita yang masih terlelap dikamar tamu, akan tetapi tidak banyak yang didapatkannya.
.
.
Di dalam kamar bernuansa lembut, terlihat wanita yang tadi basah kuyup, tidak sadarkan diri, mulai mengerjapkan mata.
Auch.
Sahira mengurut kepalanya yang terasa berdenyut, netra sayu nya memindai sekitar, betapa terkejutnya ia kala tidak mengenali tempat asing ini.
“Di mana ini?” tanyanya pada diri sendiri, lalu pandangannya turun ke bawah, membuka selimut yang membungkus tubuhnya.
Ahhh!
Wanita yang rambutnya masih lembab itu berteriak kencang, mendapati bila dirinya hanya mengenakan kemeja kebesaran tanpa dalaman.
“Siapa yang mengganti pakaianku?!” rautnya terlihat panik, ia semakin mengeratkan selimut kala melihat dua sosok pria memasuki kamarnya.
'Thariq Alamsyah,' netranya membulat sempurna saat mengenali suami dari kakak angkatnya, Arimbi Wiguna. 'Kebetulan sekali.'
“Ke_napa saya bisa berada disini?” cicit nya, tidak berani mendongak.
Damar melangkah mendekat sampai lututnya menyentuh sisi ranjang, menatap awas pada sosok yang senantiasa menunduk. Sedangkan sang atasan berdiri di tengah-tengah kamar berukuran sedang.
“Mobil kami nyaris menabrak Anda yang berniat mengakhiri hidup, sayangnya hal tersebut tidak membuat Anda kehilangan nyawa, saya ikut menyesal atas kegagalan rencana bunuh diri itu,” sarkas Damar.
"Satu lagi, yang mengganti baju Anda, seorang dokter wanita," sambungnya.
Seketika Sahira mendongak menatap takut, ia berbisik lirih nyaris tidak terdengar. “Maaf … seharusnya jangan mengerem, langsung saja tabrak saya.”
“Ya, berakhir kami yang berurusan dengan pihak berwajib. Bila Anda ingin mati, mengapa tak memilih jalan yang mudah saja, minum racun ataupun melompat dari ketinggian, agar tidak merepotkan orang lain,” balas Damar tanpa perasaan.
Mendengar kalimat ketus itu, Sahira semakin menunduk, bahunya bergetar hebat. “Saya_ saya … sudah tidak ingin hidup lagi_”
“Baru juga diselingkuhi sudah ingin mati sia-sia, begitu murah kah harga dirimu? Mencintai dengan membabi buta, sampai rela kehilangan nyawa?” Thariq Alamsyah menatap dengan sorot mata mengejek.
'Ternyata benar yang dikatakan mereka, Thariq Alamsyah memiliki lidah beracun, insting tajam. Aku harus berhati-hati!' dalam hati, ia memperingati dirinya sendiri.
Sahira mengangkat sedikit wajahnya, menatap netra tegas itu, turun ke bawah memindai sosok nyaris sempurna bertubuh atletis. “Anda tidak mengerti, dia berselingkuh dengan _”
“Dengan Jenny Mandala, saudara angkat mu. Bukan dia wanita perebut kekasih orang lain, tapi kau lah yang menjadi pihak ketiga dalam hubungan mereka. Tunangan mu itu sudah lama menjadi teman ranjangnya sebelum menerima perjodohan kalian,” sela Thariq.
Tetesan air mata membasahi pipi Sahira, suara isak tangisnya terdengar pilu, ia meremas tepi selimut. “Tapi, mengapa dia mau bertunangan dengan saya bila sudah memiliki teman tidur?”
“Saya kira Anda bukan orang yang bodoh, Nona Sahira. Jelas disebabkan karena Anda seorang chef handal, berkat keahlian yang Anda miliki, restoran milik Wiguna dan Tama berkembang pesat. Apapun hidangan yang berasal dari olahan tangan Anda begitu diminati,” Damar yang menjawab.
Betapa terkejutnya Sahira, rahasia besar yang ditutup rapat oleh keluarga Wiguna dan juga Tama, begitu mudah diakses oleh orang lain.
Sedetik kemudian, kembali Sahira memberanikan diri menatap pria yang dikenal memiliki sifat dingin. Kini dia paham, bahwa tak ada yang sulit bagi seorang Thariq Alamsyah.
Pria berumur 30 tahun yang menjalankan bisnis keluarga, mengelola pabrik eksport kulit kayu manis terbesar di Indonesia, dan penanam modal di perusahaan yang berpotensi mendatangkan keuntungan.
“Apa boleh saya meminta tolong, Tuan Thariq?” tanyanya takut-takut dengan air mata membasahi pipi.
Thariq terlihat enggan, tatapannya datar. “Saya tidak tertarik ikut campur urusan orang asing.”
"Saya akan melakukan apapun, asal Anda bersedia membantu saya, Tuan.” Tangannya tertangkup, tatapannya begitu memohon mengharapkan belas kasihan.
Namun sayang, Thariq tidak merespon sesuai keinginan Sahira. Dia berbalik badan hendak keluar dari kamar. “Besok pagi, pergilah dari sini!”
Sahira tidak begitu saja menerima penolakan, dia membuka selimut, tidak peduli lagi akan tubuh tanpa mengenakan dalaman, melompat dari ranjang dan duduk berlutut.
“Tuan, sayalah wanita yang dua tahun lalu Anda tiduri di Cambridge Hotel Medan, nomor kamar 505, pada pukul 11 malam.” Ia menunduk dalam, nada suaranya lirih tapi masih terdengar jelas.
Damar terkesiap, sangat terkejut sampai bokongnya terhempas di kasur, mulutnya menganga. “Tidak mungkin!”
Thariq Alamsyah kembali berbalik badan, menatap sosok yang bersimpuh, dengan belahan kancing kemeja memperlihatkan separuh paha berkulit putih mulus.
“Ya, saya wanita itu. Bila Tuan tetap tidak percaya, saya bisa membuktikannya … di atas kulit tulang panggul Anda, terdapat tato bertuliskan ‘Pangestu’.” Dengan berani dia memandang lekat pada bola mata yang terlihat bergetar samar.
Bila tadi Damar melongo, kali ini lebih dari itu. Kejutan ini sungguh luar biasa, bahkan dirinya yang sudah bekerja selama 6 tahun lamanya sama sekali tidak tahu menahu tentang tato tersebut.
Thariq meraih handuk kimono yang tergantung pada tiang di sebelah lemari pakaian.
“Kenakan itu! Saya tunggu di ruang tamu.” Ia menyampirkan handuk di bahu Sahira, tanpa menyentuh si empunya.
Damar mengikuti sang tuan, keluar dari kamar tanpa melihat Sahira.
.
.
“Tuan, nona Sahira sudah ditemukan!” ucap Wahyu, asisten Sigit Wiguna.
“Di mana dia? Ayo kita jemput!” Sigit beranjak dari duduknya, terlihat jelas kalau dia sangat antusias.
‘Mengapa dia harus kembali lagi! Bukankah lebih baik mati saja. Agar aku bisa sepenuhnya bersama Wira Tama,’ Jenny menatap tak suka pada sosok asisten pamannya.
“Mengapa kau tak beranjak? Cepat jemput Sahira! Dia harus klarifikasi atas kekacauan yang disebabkan olehnya!” Widya berseru lantang, meneriaki Wahyu yang enggan bergerak.
“Nona Sahira memang telah ditemukan, tapi keberadaannya ada di kamar jenazah rumah sakit swasta.”
“Apa?!”
.
.
Bersambung.
Kamu bermain di mana ty???
kaya bunglon 🤓
kaya ada clue
Thoriq sebenarnya sudah tau niat awal Sahira 😃🤔