NovelToon NovelToon
Bangkitnya Sang Putra Ketiga

Bangkitnya Sang Putra Ketiga

Status: sedang berlangsung
Genre:Kelahiran kembali menjadi kuat
Popularitas:13.8k
Nilai: 5
Nama Author: Irawan Hadi Mm

Waren Wiratama, 25 tahun adalah seorang pencuri profesional di kehidupan modern. Dia dikhianati sahabatnya Reza, ketika mencuri berlian di sebuah museum langka. Ketika dia di habisi, ledakan itu memicu reaksi sebuah batu permata langka. Yang melemparkannya ke 1000 tahun sebelumnya. Kerajaan Suranegara. Waren berpindah ke tubuh seorang pemuda bodoh berusia 18 tahun. Bernama Wiratama, yang seluruh keluarganya dihabisi oleh kerajaan karena dituduh berkhianat.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irawan Hadi Mm, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB. 23

Warren yang sudah melanjutkan perjalanan mereka menuju ke pinggir tebing. Melihat ke arah sebuah desa yang ada di bawah tebing itu.

"Itu desa Bromocorah" katanya.

Nyonya Wulandari tampak khawatir. Dia pernah mendengar nama desa itu dari suaminya. Bahkan satu kali para prajurit yang mengantarkan perbekalan ke perbatasan. Juga tak luput dari para perampok di desa itu.

Kenapa tak bisa dimusnahkan dengan mudah? Karena tempat itu bukan berisi satu dua orang saja. Melainkan sebuah perkampungan yang memang terdapatnya ratusan orang. Sebuah desa yang jangan harap, siapapun yang tidak dikehendaki untuk masuk. Bisa keluar dari sana hidup-hidup.

Setelah banyak mendengar cerita dari suaminya yang memang sudah Malang melintang di dunia persilatan, perampokan dan peperangan. Nyonya Wulandari tentu saja merasa khawatir yang sangat besar karena putranya justru ingin datang ke desa itu.

Putranya hanya sendirian, memang ada empat prajurit yang bersamanya akan tetapi kemampuan mereka juga tidak mungkin mengalahkan para perampok itu. Itu sama saja menyerahkan nyawa. Nyonya Wulandari sangat khawatir.

Ketiga prajurit bawahan kepala prajurit Arga bahkan sudah pucat wajahnya. Mereka berpikir, jika Jenderal yang pangkatnya besar saja tidak bisa memusnahkan desa itu apalagi mereka. Tapi, kepala prajurit Arga tak menolak keinginan Warren. Dia tahu, jika tuan muda ketiga dari keluarga Kusumanegara sudah mengatakan dia yakin ingin menaklukkan desa itu, maka pastinya Wiratama punya rencana. Dia percaya pada Wiratama. Karena memang, dia sendiri menjadi saksi ketika Wiratama mengalahkan semua penjahat yang merupakan pembunuh bayaran kiriman dari istana kerajaan Suranegara.

"Tuan muda ini, apa yang dia pikirkan? memangnya kita bisa mengalahkan para perampok itu?" tanya Simin pada Santo.

Santo langsung melihat ke arah Simin dengan tatapan bingung.

"Kamu tanya aku? lalu aku tanya siapa?" tanya Santo balik.

Sementara Ratna sejak tadi terus menghela nafasnya panjang. Dia sendiri tidak yakin.

Tak lama memperhatikan desa itu. Warren pun menoleh ke arah kepala prajurit Arga.

"Paman, bantu aku jaga ibuku dan yang lain ya bersama ketiga bawahanmu. Aku akan ke desa itu!"

Semua orang tercengang, apa-apaan itu. Kenapa dia malah mau pergi sendiri.

"Tuan muda..."

"Paman, aku akan baik-baik saja" kata Wira menepuk bahu kepala prajurit Arga.

Ketiga bawahan kepala prajurit Arga sampai bengong. Sebelum pergi, Warren bahkan sudah memenuhi Cikar dengan makanan dan air.

"Kalian tunggu disini. Jangan pergi melewati garis hitam yang aku buat itu!" kata Warren yang memang sudah menyiapkan pelindung tak terlihat untuk keluarganya.

"Tuan muda, apa itu?" tanya kepala prajurit Arga.

Warren berdiri dengan tangan di belakang.

"Itu akan melindungi kalian semua dari binatang buas, dan juga orang jahat. Tidak ada yang bisa melihat kalian. Tapi kalian bisa melihat mereka. Ingat! apapun yang terjadi, jangan ada yang keluar dari garis hitam itu. Karena satu orang keluar, pelindung yang aku buat akan hancur!"

Ratna dan yang lain langsung mengangguk patuh. Apalagi ketika prajurit bawahan kepala prajurit Arga. Mereka mengangguk dengan sangat cepat.

Warren segera pergi dari sana. Dia menukar seluruh barang antik di ruangnya. Untuk menciptakan pelindung bagi keluarganya.

Sementara dia berjalan menuju ke bawah tebing.

Matahari siang menyengat, menimpa tanah gersang Desa Bromocorah. Udara terasa berat, penuh debu, dan aroma keringat bercampur dengan bau asap kayu bakar dari dapur-dapur bambu. Desa ini tidak hidup seperti desa biasa, melainkan seperti sebuah markas besar yang siap menebar teror.

Rumah-rumah bambu berdiri berderet seadanya, sebagian rapuh dimakan usia, sebagian lagi tampak lebih kokoh karena milik para kepala rampok. Dari arah jalan tanah yang memanjang ke tengah desa, terdengar derap langkah puluhan lelaki bertubuh kekar. Mereka adalah perampok desa itu, punggawa Bromocorah, sedang berlatih di tanah lapang yang dipenuhi debu.

Ada yang mengayunkan pedang panjang hingga berkilat terkena cahaya matahari, ada pula yang berlatih tombak dengan gerakan menusuk cepat. Suara cambuk yang menderu sesekali memecah udara, meninggalkan bau gosong ketika ujungnya menyentuh batang pohon yang dijadikan sasaran. Teriakan keras pemimpin latihan menggema, membakar semangat para perampok itu untuk menjadi semakin ganas.

Tak jauh dari mereka, di sisi lapangan, tampak belasan remaja laki-laki dengan tubuh kurus, wajah penuh keringat, dan mata yang dipenuhi ambisi. Mereka dilatih keras sejak kecil agar kelak menjadi penerus para bromocorah tua. Ada yang berlatih menyelinap, merayap di tanah dengan cepat, ada yang memanjat pohon hanya dengan seutas tali, dan ada pula yang dipaksa mengangkat karung pasir sebagai uji kekuatan. Suara cambuk pengawas siap menghantam punggung siapa saja yang lengah atau malas.

Perempuan desa sibuk menumbuk padi dan menyiapkan makanan, namun tatapan mereka sesekali terarah ke lapangan itu, penuh campuran antara bangga dan ngeri. Mereka tahu, anak-anak mereka sedang dibentuk untuk menjadi perampok masa depan, jalan hidup yang hampir mustahil ditolak bila lahir di Desa Bromocorah.

Di tengah lapangan, Bekel Bromocorah duduk di kursi kayu usang, mengamati latihan dengan mata tajam. Luka panjang di pipinya memantulkan aura mengerikan. Di sampingnya, Jagabaya berdiri dengan cambuk besar di tangan, memastikan tidak ada satupun yang berani bermalas-malasan. Sementara Carik desa duduk bersila, menulis di atas lontar bukan daftar hasil panen, melainkan daftar siapa saja yang berhasil menunjukkan bakat merampok paling cemerlang hari itu.

Sorak, teriakan, dan deru senjata membuat suasana siang hari di Desa Bromocorah seperti sebuah perkemahan perang. Anak-anak kecil menonton dari jauh, bersembunyi di balik pagar bambu, wajah mereka bercampur kagum dan takut.

Dari jauh, Warren mendengar semua itu.

"Sistem"

[Ting]

"Lakukan penukaran, tapi simpan di dalam ruangan. Aku mau menukar 100 buah granat. Dan satu senjata api laras panjang dengan peluru tak terbatas"

[Penukaran berhasil, menukar 100 granat tangan dan satu senjata laras panjang dengan unlimited peluru dengan 100 batang emas. Tersimpan di ruang]

"Bagus, aku rasa ini cukup! desa Bromocorah. Aku datang!" katanya berjalan dengan yakin ke arah pintu gerbang dari kayu yang tinggi sekali itu.

***

Bersambung...

1
Nudu
semangat terus kak
hamba allah
di tunggu up nya thor
Leslie Cheung
maju terus thor
Leslie Cheung
up terus donk thor
Saputra
lanjutkan up nya thor
Uswatun Chasanah
semangat terus thor
Erlina Vikha
jangan lupa up nya thor
Gerry
lanjutkan thor up berikut nya
Uswatun Chasanah
buruan up donk thor
Erlina Vikha
di tunggu up thor
Uswatun Chasanah
sangat keren
Erlina Vikha
lanjutkan thor
Abdulah FC
sedikit ada adegan hottt nya donk thor
My love
up nya jangan lama" thor
My love
semangat thor
My love
pokok'e the best
astutiq
semangat thor
lanjutkan di tunggu up berikut nya
Arman Sadikin
Semangat
Henry
Bagus, Gak bertele-tele
Rizky Fathur
cepat Buat mcnya bikin kerajaan terkuat bikin mcnya kuat Dan bantai raja itu dengan kejam Thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!