Dia adalah Firlizy, gadis cantik yang berprofesi sebagai artis. Gadis itu terkenal sangat baik, memiliki sifat kalem dan juga wajah polos. Tapi siapa sangka di balik wajah polosnya dia menyimpan sebuah rahasia yang mampu mengubah kepribadiannya.
Sayangnya ketidak beruntungan ada di pihak Liz, manajer yang ia percaya menipunya hingga ia berutang pada rentenir sebesar 15 M, Itulah yang semua orang percaya, tapi siapa sangka ternyata itu semua adalah rencana Liz, untuk menikahi CEO hebat pada masa itu, Devan Arkasa, namanya bergema di seluruh penjuru negri. Dan Devan, adalah target utama balas dendam Liz. Hingga Liz mencoba menjebak Devan, apakah berhasil?
"Aku Firlizy, Putrinya Deyna, tujuan ku adalah, menghancurkan mu Tara, melalui Putra angkat kesayangan mu, Devan Arkasa, si CEO sombong itu. Aku pastikan kalian menderita. Devan Arkasa, aku akan membuat mu jatuh cinta padaku, bukan hanya dengan hati juga dengan jiwa, agar nanti bukan hanya hatimu yang hancur, jiwa mu juga akan tergoncang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rini IR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ikuttt
...***...
Liz hanya bisa menghela napasnya, dia berjalan masuk ke gedung yang amat mewah ini. Saat di dalam semuanya sibuk bekerja, tapi mereka langsung menghentikan pekerjaannya dan bangkit berdiri, menunduk saat Devan lewat di depan mereka.
Begitu terus sampai akhirnya mereka sampai di Ruangan Devan.
"E-eh? Gak ada yang bertanya soal aku? Seriusan? Cape banget khawatirin soal itu, hadehh." Liz duduk di sofa itu, ia langsung meminum air mineral di atas meja sana.
"Siapa yang mengizinkan mu duduk di sana?" Suara dingin itu terdengar sangat mengerikan.
"Jadi? Apa aku harus duduk di atas meja gitu?"
"Berdiri di sebelah Vin, jangan duduk sampai aku suruh duduk. Ini adalah hukuman karna menghambur-hamburkan uang."
"Ta--"
"Du-duk." Ulang Devan memotong bantahan Liz, bahkan dengan penekanan khusus di kata ini.
Liz bangkit gontai, dia berdiri di sebelah Vin. "Untuk apa ada sofa kalau orang harus berdiri."
30 menit sudah berlalu, dan suaranya benar-benar hening. Devan hanya fokus pada pekerjaan, dan Vin? Entahlah, dia hanya diam saja! Hebat sekali! Tapi Liz, bolak balik dia bergerak.
"Hei Vin, sampai kapan kita akan berdiri di sini?" Bisik Liz, pelan.
"Sampai Tuan muda menyuruh bergerak, dan itu mungkin sampai pukul 10 malam." Sahut Vin tanpa mengubah ekspresinya.
Liz sedikit terkejut. "Ah? Dan kau bisa melakukan itu? Apa kau beneran manusia? Atau alien yang sedang menyamar? Rencana penghancuran bumi kah? Tapi tetap saja, hebatnya, aku rasa kau cocok dalam bidang cosplay. Aku beri nasihat Vin, kau salah bidang."
"Cosplay?" Vin baru merubah ekspresi datarnya menjadi sedikit bingung dan penasaran.
"Ya ya cosplayer, kau cocok jadi patung! Aku rasa mereka memb--"
"Ekhm." Suara deheman Devan yang dia sengaja itu mampu menghentikan obrolan keduanya. Liz hanya terkejut, tapi Devan wajahnya sudah kaku, ini pertama kalinya Devan mengkode Vin dari deheman, biasanya tanpa di kodein, Vin bisa langsung mengerti. Apa tuan muda kecewa pada sinergi kerja ku?
"Aku tidak fokus dengan pekerjaan ku, jika kalian berisik." Lanjut Devan lagi berkutat pada laptop itu.
Alien yang ingin menghancurkan bumi konon?
Batin Devan mencoba menahan senyuman yang ingin merekah itu.
"Aku bisa mati berdiri kalau terus begini." Gumam Liz yang tentu saja itu di dengar dengan Vin dan Devan. Namun keduanya sama sekali tak merespon. Apalagi Vin, dia saja sudah kena marah tadi, mana dia mau melakukan kesalahan lagi, sebagai pengawal terdekat Devan.
Tanpa di sadari, 10 menit itu terasa begitu lama untuk Liz yang sedari tadi menatap jam dan menghitungi waktu. Dia benar-benar bosan saat ini apalagi kakinya juga sudah cukup lelah.
"Suami ku~" Panggil Liz dengan nada khasnya.
"Hmmm?" Devan tidak mengalihkan pandangannya dari laptopnya.
"Aku lelah sekali, boleh aku duduk? Kaki ku benar-benar lemas. Ayolah katakan boleh, aku janji tidak akan menggunakan uang mu secara berlebihan, meski aku tau itu tak kan habis. Aku akan mengontrol diri ku, jadi maaafkan aku oke? Biarkan aku duduk." Liz tidak peduli hukumannya, dia mendekat ke arah Devan. Tatapannya begitu polos penuh penyesalan, matanya tertunduk menyesal.
Apa dia benar-benar menyesal? Atau i--ah ini hanya akting, dia adalah artis yang berbakat. Hampir saja.
Untuk sesaat Devan hampir mempercayai wajah polos itu, syukurlah identitas Liz yang seorang artis masih menjadi pertimbangan untuk Devan. Meski harus dia akui, dia sempat tersentak halus untuk sepersekian detik.
"Ya sudah, duduklah di sana. Dengan syarat tidak berisik."
Liz menerbitkan senyuman hangatnya. "Suami ku memang yang terbaik~ ah senangnya." Liz dengan riang berjalan dan duduk di sofa itu. Dia meregangkan kakinya yang menurutnya sudah sangat kaku. Dia menatap Vin seolah mengejek.
...Tok tok tok...
"Masuk." kata Devan. Setelah diberikan izin orang yang ada di luar sana mulai masuk. Liz bisa melihat gadis berambut lurus, dengan tatapan dingin, dia juga tinggi, matanya sayu namun sangat indah. Terlihat begitu menawan dan elegan, seperti keturunan bangsawan kelas atas. Ah wajar saja, dia itu sekretaris utama tuan Devan.
"Saya kemari untuk mengantarkan berkas-berkas ini, harap anda pastikan lagi tidak ada perubahan sebelum rapat satu jam ke depan." Kata Anna dengan suara pelan namun tegas.
"Aku akan periksa, ah ya, jangan lupa membelikan makan siang ku, kali ini satu jam lebih awal dari biasanya. Untuk dua orang." Titah Devan. Anna mengangguk patuh.
"Kalau begitu saya undur diri." Anna berbalik, dia ingin keluar namun pandangannya malah terarah pada Liz yang sedang memperhatikan mereka sedari tadi.
"Oh ya, dia Liz, istri simpanan ku, untuk beberapa bulan ke depan." Tambah Devan.
"Eh hai," Liz berdiri, dia menampilkan senyuman manis nya sembari menyapa. Meski Anna tau, Liz agak gugup saat ini.
Anna menunduk. "Panggil saya Anna. Jika nona muda membutuhkan sesuatu di kantor ini, anda bisa memintanya pada saya. Kalau begitu saya undur diri." Anna melanjutkan jalannya.
Tepat setelah Anna pergi. Liz memegang kedua pipinya sembari tersenyum kagum. "Ah cantiknyaaa~, meski dia tampak dingin dan kharisma es ada di sekitarnya, tapi dia tidak kehilangan kesan elegannya. Dia benar-benar menarik~"
"Diam dan duduklah, aku sedang bekerja. Apa kau mau berdiri lagi?" Ketus Devan memotong lamunan gadis itu.
Liz memanyunkan mulutnya sebentar, sebelum ia menerbitkan senyuman manis itu dan segera duduk. Mendadak Liz mengingat sesuatu.
Aku tau dia kejam, tapi kekejamannya sampai tak memberi makan? Apa dia manusia? Atau kesalahan ku yang terlalu besar? Dimana rasa kemanusiaanya?
"Sayang~ aku dengar tadi kau meminta Nona Anna membelikan makanan untuk dua orang? Suami ku, apa harus menghukum ku sekejam itu? Kan aku udah mengakui kesalahan ku."
Devan menatap Liz tersenyum miring, alisnya sebelah terangkat. "Duduk dan diamlah."
"Kalau begitu apa aku boleh keluar untuk makan siang? Ayolah katakan boleh, boleh, aku janji tidak akan lama. Aku bisa mati kelaparan nanti."
"Duduk dan diamlah."
Liz menghela napasnya. "Harusnya aku puasa hari ini, setidaknya laparnya ga akan sia-sia."
"Tetap di sini dan jangan keluar mengerti? Ada beberapa hal yang harus aku lakukan sebentar. Ingat, jangan kemanapun sampai aku kembali." Kata Devan keluar membawa berkasnya, sepertinya ada yang salah dari berkas itu. Dia di ikuti oleh Vin keluar ruangan.
Setelah memastikan Devan dan Vin sudah benar-benar keluar. Liz mengubah ekspresi wajahnya menjadi dingin, tatapannya seolah mati. Tak ada wajah berseri atau tatapan ceria lagi di sana.
Kenapa waktu berjalan terasa begitu lama? Ahh sangat mengesalkan. Benar-benar menjijikan, rasanya seolah aku ingin memotong lidah ku saat aku memanggilnya dengan panggilan menjijikan itu. Devan Arkasa.... Tunggu saja akhir kisah mu.
...***...