NovelToon NovelToon
Teperdaya Maharani Merindu

Teperdaya Maharani Merindu

Status: sedang berlangsung
Genre:Sci-Fi / Misteri / Romansa Fantasi / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat
Popularitas:350
Nilai: 5
Nama Author: OMIUS

Di tengah masalah pelik yang menimpa usaha kulinernya, yang terancam mengalami pengusiran oleh pemilik bangunan, Nitara berkenalan dengan Eros, lelaki pemilik toko es krim yang dulu pernah berjaya, namun kini bangkrut. Eros juga memiliki lidah istimewa yang dapat membongkar resep makanan apa pun.
Di sisi lain, Dani teman sedari kecil Nitara tiba-tiba saja dianugerahi kemampuan melukis luar biasa. Padahal selama ini dia sama sekali tak pernah belajar melukis. Paling gila, Dani tahu-tahu jatuh cinta pada Tante Liswara, ibunda Nitara.
Banyak kejanggalan di antara Dani dan Eros membuat Nitara berpikir, keduanya sepertinya tengah masuk dalam keterkaitan supernatural yang sulit dijelaskan. Keterkaitan itu bermula dari transfusi darah di antara keduanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon OMIUS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Yang Kedua Puluh

“Tara, kamu kepleset?” setengah teriak aku berkata, sedikit panik mendapati Nitara yang selonjoran di lantai kamar mandi.

“Tanganku terkilir kayaknya,” keluhnya sembari memperlihatkan pergelangan tangan kirinya. Kemungkinan sewaktu terpeleset tadi tangan kirinya refleks mencoba menahan tubuhnya, tapi malah berakibat terkilir.

Kubantu dia berdiri. Kemudian kupapah Nitara keluar kamar kecil. Sepertinya pergelangan tangan kirinya yang terkilir tidak terlalu parah. Hanya sedikit memerah saja. Kalaupun membengkak kemungkinan hanya ringan saja. Kendati demikian aku tetap harus mengupayakan pergelangan tangannya tidak membengkak.

“Biar rasa sakit dan bengkaknya berkurang, aku pijat ya?” tawaranku usai mendudukkannya di sofa.

“Tak usah repot-repot, Mas Eros! Biar nanti Tara minta teman yang jago pijat.”

“Dicoba dulu, nanti kalau kurang berkenan Tara boleh minta berhenti.”

Jemariku lalu mengusap-usap pergelangan tangan kirinya, secara lembut tentunya. Setelah sekian menit berlalu aku lalu mengganti teknik memijatku. Ibu jariku kutempelkan di bagian pergelangan tangan kirinya. Lantas otot di sana yang memerah kutekan secara halus pula. Tak lupa ibu jariku membuat gerakan memutar kecil.

Tiada reaksi seperti meringis kesakitan dari Nitara. Seri mukanya malah menunjukkan, ada nyaman yang dirasakannya dengan teknik pijatku.

“Gimana, rada berkurang sakitnya?”

Ibu jari kanannya malah diacungkan padaku. “Mantul banget pijatnya, Mas Eros! Enggak nyangka Mas Eros ternyata jago pijat. Sakitnya langsung hilang.” Sewaktu berkata Nitara menggerak-gerakan pergelangan tangan kirinya, tampak lancar seperti tidak ada kendala.

Aku cuma melengkungkan senyum dipuji olehnya. Percayalah, aku sendiri juga tidak mengira akan kemampuan terapi pijatku macam barusan. Keterampilan yang satu ini tahu-tahu terwarisi begitu saja, tanpa belajar sama sekali pada ahlinya.

Sama halnya ketika aku sekonyong-konyong ketagihan rokok, sepulangnya dari rumah sakit aku menemukan kejanggalan lain pada diriku. Entah kenapa aku merasa seorang terapis. Malahan kala masih dirawat di rumah sakit, aku sempat mengkritik seorang terapis yang tengah melakukan terapi pijat padaku. Menurutku, teknik terapi pijat yang dilakukannya kurang tepat. Tentu saja kritikku itu hanya kusimpan di dalam benakku saja.

Lain halnya ketika di rumah. Aku memilih melakukan terapi pijat sendiri, terutama pada kaki kananku setelah menjalani bedah ortopedi. Hasilnya, kakiku lebih cepat berfungsi normal kembali dibandingkan perkiraan dokter. Padahal sewaktu melakukan terapi pijat sendiri, tangan kananku masih belum sembuh benar. Masih terasa sakit akibat tulang di dalamnya sempat bergeser. Namun, anehnya aku malah menikmati terapi pijat sendiri.

“Mas Eros belajar pijat dari siapa?”

“Aku sendiri bingung dari mana keterampilan pijatku berasal. Ujug-ujug bisa begitu saja.”

“Mustahil kalau cuma ujug-ujug, pasti ada yang ngajarin! Atau, Mas Eros diam-diam belajar sendiri?”

“Bukan otodidak. Berani sumpah, memang bisa dengan sendirinya. Sepulangnya dari rumah sakit keterampilan pijatku muncul sendiri. Makanya kakiku cepat pulihnya, soalnya aku terapi sendiri.”

Nitara yang kini telah duduk kembali hanya mengerutkan kulit dahinya. Sorot matanya tampak mempertanyakanku. Kentara kalau dia tidak mempercayai pengakuanku.

Sekonyong-konyong kedua tanganku gemetaran.

“Mas Eros, kedinginan apa sampai gemetaran begitu tanganmu?”

“Ini awal mula aku tiba-tiba bisa pijat. Tahu-tahu tanganku gemetaran, lalu muncul keinginan memijat-mijat.”

“Terus kalau sudah gemetaran begini?”

“Ya harus lekas-lekas dilampiaskan! Kalau ditahan-tahan tanganku bakal meniru gerakan memijat-mijat, enggak bisa dihentikan! Sudah gitu aku akan terus gelisah. Pokoknya enggak nyaman deh!”

Selesai berkata aku langsung melangkah cepat menuju tangga. Naik ke lantai dua aku segera masuk ke dalam kamar. Sebuah boneka manekin yang berdiri di dalam kamar langsung kusambar, lalu kurebahkan di atas ranjang. Selanjutnya kedua tanganku melakukan terapi pijat pada sepasang kaki boneka manekin.

Macam orang gila, tapi begitulah aku kala dorongan memijat muncul begitu saja. Awalnya pelampiasan dorongan memijatku menyasar pembantuku, dan dia menikmati sekali beroleh pijat gratis dariku. Namun, lama kelamaan dia merasa hanya menjadi sasaran tingkah tak warasku. Karena menduga majikannya mulai mengalami gangguan jiwa, pembantuku yang ketakutan akhirnya memilih kabur.

“Mas Eros sehat-sehat saja, kan?

Nitara rupanya menyusulku ke kamar. Tidak berani masuk ke dalam kamarku, dia hanya berdiri di belakang pintu kamar. Kebetulan pintunya dalam kondisi terbuka lebar karena aku tadi lupa menutupnya. Sepertinya dia terheran-heran menyaksikan perlakuanku pada boneka manekin.

“Mas Eros diam-diam menyimpan manekin di kamar saja sudah bikin melongo Tara. Ditambah sekarang Mas Eros mijat kaki bonekanya.”

“Kalau tidak kulampiaskan, hasrat anehku ini malah bikin aku stres.” Kedua tanganku tetap kuupayakan dalam posisi memijat sewaktu menoleh ke Nitara.

“Apa enggak bisa sekedar berhenti dulu, terus dilanjutkan lagi?”

“Bisa saja, cuma tanganku bakalan tetap bergerak-gerak sendiri meniru gerakan memijat. Terus begitu sampai tahu-tahu berhenti sendiri.”

“Kalau Tara lihat, sepertinya ada yang enggak sinkron antara gerak tangan dengan ekspresi muka Mas Eros. Fokus Mas Eros enggak tertuju pada kaki manekin. Macam Mas Eros mikir ke mana, sementara tanganmu tahunya cuma mijat.”

“Memang seperti itu, Tara! Aku sendiri menilai, bukan inisiatif otakku sampai tanganku otomatis memijat sendiri. Seperti ada yang menggerakkannya dari luar. Makanya aku susah untuk menahannya.”

Nitara kembali mengernyitkan keningnya.

“Lebih baik Mas Eros konsultasikan saja ke dokter neuro, barangkali saraf otakmu mengalami gangguan akibat benturan waktu kecelakaan kemarin.”

“Sudah. Waktu berobat jalan, aku sempat menanyakannya ke dokter neuro. Kepalaku malah sempat diperiksa pakai MRI. Hasilnya, enggak ada masalah di bagian otakku. Malah aku dikonsultasikan ke psikiater, langsung kutolak!”

“Mas Eros, dikonsultasikan ke psikiater itu bukan berarti Mas Eros terindikasi gila.”

“Ya, aku juga tahu. Cuma aku punya keyakinan sendiri atas kemunculan hasrat memijat-mijatku.”

“Malah pakai keyakinan.”

“Ada kemungkinan aku di kehidupan masa lalu seorang fisioterapi, sudah gitu perokok berat juga. Baru setelah mengalami kecelakaan, karakterku yang dulu akhirnya dimunculkan kembali.”

“Lucunya Mas Eros pernah berkata, enggak percaya adanya reinkarnasi. Tapi, sekarang malah ngomongin kehidupanmu di masa sebelumnya.”

Sentilannya lumayan buat aku menyengir, menohok.

“Kalau Tara perhatikan, teknik pijat Mas Eros mirip-mirip teman Tara yang jago urut. Tara usul, daripada energi Mas Eros habis untuk memijat boneka, bagaimana kalau Tara saja yang dipijat lagi?”

“Ide cemerlang!” sahutku. Mungkin karena kebiasaan selalu melampiaskan hasrat memijatku pada boneka manekin, aku sampai mengabaikan Tara. Padahal baru saja aku selesai memijatnya. “Silakan Tara rebahan di ranjang!”

“Tara mesti rebahan di ranjang ... ogah! Bisa-bisa muncul hasrat lain yang harus Mas Eros lampiaskan, di sofa saja!”

Aku cuma menyengir lagi.

o20o

1
Asnisa Amallia
Enak banget karya ini, aku nggak sabar nunggu kelanjutannya!
Yusuf Muman
Menyentuh hati.
Mich2351
Aku suka banget sama karakter-karakternya 😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!