Sebuah jebakan kotor dari mantan kekasih memaksa Jenara, wanita karier yang mandiri dan gila kerja, untuk melepas keperawanannya dalam pelukan Gilbert, seorang pria yang baru dikenalnya. Insiden semalam itu mengguncang hidup keduanya.
Dilema besar muncul ketika Jenara mendapati dirinya hamil. Kabar ini seharusnya menjadi kebahagiaan bagi Gilbert, namun ia menyimpan rahasia kelam. Sejak remaja, ia didiagnosis mengidap Oligosperma setelah berjuang melawan demam tinggi. Diagnosis itu membuatnya yakin bahwa ia tidak mungkin bisa memiliki keturunan.
Meskipun Gilbert meragukan kehamilan itu, ia merasa bertanggung jawab dan menikahi Jenara demi nama baik. Apalagi Gilbert lah yang mengambil keperawanan Jenara di malam itu. Dalam pernikahan tanpa cinta yang dilandasi keraguan dan paksaan, Gilbert harus menghadapi kebenaran pahit, apakah ini benar-benar darah dagingnya atau Jenara menumbalkan dirinya demi menutupi kehamilan diluar nikah. Apalagi Gilbert menjalani pernikahan yang dingin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss_Dew, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dalapan
Dua hari setelah pertemuan memalukan dengan Mr. Hans, Jenara Sanjaya masih terperangkap di kamar suite mewahnya di London. Koper-koper yang disiapkan untuk perjalanan ke Paris masih tertutup rapat, seolah-olah dunia luar telah berhenti. Di tangannya, selembar kertas tipis yang menjadi petaka.
Hasil pemeriksaan USG.
Jenara menatap gambar hitam-putih itu dengan tatapan kosong. Di sana, di antara kegelapan, ada titik putih samar, sebuah kehidupan. Dua bulan. Janin itu sudah ada di sana selama dua bulan. Selama dua bulan ia berlari dari kenyataan, menyibukkan diri dengan rapat triliunan rupiah, ternyata takdir sedang menertawakannya.
"Ini... tidak nyata," bisiknya, suaranya serak. Jenara, sang Ice Queen yang tak pernah menangis, kini merasakan air mata hangat menggenang di pelupuk matanya. Ia bukan menangis karena bahagia, melainkan karena rasa dikhianati oleh dirinya sendiri. Ia, yang selalu memegang kendali, kini harus berbagi tubuhnya dengan kehidupan yang tak direncanakan, hasil dari kesalahan yang disengaja kesalahan yang dipicu oleh mantan kekasih dan dibayar tunai.
Gilbert. Pria yang mengucapkan kata 'mandul' itu kini menjadi ayah dari anak yang ia kandung. Ironi itu mencekiknya.
Sore harinya, saat Jenara masih bergumul dengan kenyataan, ia baru menyadari bahwa Alexa telah menghilang. Jenara sempat mengira sekretarisnya sedang berjalan-jalan di sekitar London, menikmati waktu luang setelah jadwal padat. Namun, saat Jenara menyuruh pelayan membawakan berkas, ia baru tahu bahwa Alexa telah kembali ke Indonesia, meninggalkan pesan singkat di meja.
Jenara marah. Kemarahan yang timbul bukan hanya karena ia ditinggalkan, tetapi karena ia merasa dilangkahi.
Jenara adalah orang yang selalu membuat keputusan akhir. Tindakan Alexa kembali ke Jakarta, mencari pria yang bermalam dengannya, dan membawanya kembali ke London adalah bentuk pembangkangan yang tidak bisa ia toleransi.
...**************...
Jantung Gilbert Rahadiansyah masih berdebar kencang saat tubuhnya didorong masuk ke dalam mobil mewah. Cekikan di lengannya telah hilang, tetapi rasa malu karena ditarik paksa dari rumah Althaf masih membekas. Apalagi ia masih mengenakan sisa-sisa make-up Raina di wajahnya sebuah pemandangan yang pasti dinilai konyol oleh wanita berapi-api yang ada di sampingnya.
Gilbert memejamkan mata, mencoba memahami situasi ini.
“Kamu siapa?” tanya Gilbert, suaranya dingin dan terkontrol, meskipun ia harus menahan diri untuk tidak mengusap blush on di hidungnya.
Wanita itu, Alexa, memandang Gilbert dengan tatapan tajam dan marah. Dia mengabaikan pertanyaan Gilbert, seolah Gilbert hanya benda mati.
“Saya tidak mau tahu, kamu harus bertanggung jawab,” paksa Alexa, suaranya penuh tekanan.
“Bertanggung jawab atas apa?” Gilbert membalas, rasa jengkelnya mulai naik. “Maaf, kita tidak saling kenal. Jika Anda hamil dengan pria lain, silakan cari saja ayah dari anak itu. Bukan memaksa saya.”
Gilbert berusaha tidak bersikap kasar, terutama karena dia tahu wanita itu sedang mengandung. Namun, sikap mendominasi dan tuduhan tanpa bukti ini mengusik harga dirinya yang baru saja pulih.
“Cukup!” bentak Alexa. Ia menoleh ke depan, ke arah pengemudi. “Percepat!”
Gilbert terkejut melihat mobil yang dipakai Alexa. Itu bukan mobil sewaan biasa. Bahkan mobil itu dikendarai oleh pengawal yang berwajah datar, mirip agen rahasia.
“Sekarang kamu ikut saya. Terlalu banyak omong!” Alexa tidak lagi menarik lengan Gilbert, tetapi memberi isyarat dengan kepalanya, menunjukkan bahwa Gilbert tidak punya pilihan.
Entah mengapa, Gilbert Rahadiansyah hanya pasrah. Mungkin karena rasa penasaran yang lebih besar daripada amarahnya, atau mungkin karena ia mencium aroma Jenara dalam skenario ini. Apalagi, saat Alexa membawanya ke bandara dan mereka masuk ke pesawat pribadi yang dihiasi logo perusahaan yang samar-samar ia kenal lambang yang sangat mirip dengan logo Digdaya Guna.
Tentu, orang biasa tidak akan memiliki pesawat pribadi hanya untuk menjemput seorang pria di akhir pekan. Gilbert yakin, ini pasti ulah Jenara Sanjaya.
Banyak hal yang ingin Gilbert tanyakan tentang Jenara, tentang cek lima miliar, tentang kehamilan namun ia terlalu sungkan. Ia memutuskan untuk diam, mengamati, dan mengumpulkan informasi.
Menjelang malam, setelah perjalanan yang melelahkan melintasi benua, mereka tiba di London.
Private Room
Di sebuah private room yang elegan di restoran hotel bintang tujuh di London, Jenara duduk di ujung meja panjang. Ia tampak menakutkan. Meskipun hanya mengenakan blazer hitam minimalis dan rok pensil, auranya mendominasi seluruh ruangan.
Di hadapannya, Alexa berdiri tertunduk lesu, di sudut ruangan yang jauh.
“Kamu terlalu lancang, Lexa! Apa kamu sudah tidak ingin bekerja dengan saya!” Suara Jenara tegas, tidak ada emosi, tetapi mengandung ancaman yang jelas.
“Maaf, Bu,” kata Alexa, kepalanya semakin menunduk. Ia tahu tindakannya berisiko, tetapi ia melakukannya untuk menyelamatkan bosnya dari kehancuran mental.
“Jangan mengatur-atur hidup saya, Lexa. Apa yang terjadi pada saya bukan salah kamu. Dan saya tidak suka hal seperti ini! Membawa orang asing dari negara lain tanpa persetujuan saya!” Jenara melampiaskan amarahnya pada Alexa, karena ia tahu, Alexa adalah satu-satunya orang yang bisa ia marahi tanpa menghadapi perlawanan.
“Maaf saya, Bu. Saya hanya ingin…”
“Cukup! Bonus kamu bulan depan saya hilangkan. Tidak ada tunjangan kerja luar negeri. Saya harap kamu tidak seenaknya mengambil keputusan lagi, Alexa,” putus Jenara, nadanya final.
“Iya, Bu. Maafkan saya.” Alexa hanya bisa menerima. Meskipun Jenara akan menghilangkan gajinya sekalipun tidak apa-apa. Jenara sudah banyak menolong Alexa selama ini. Bahkan mengangkat derajat Alexa dari yang bukan siapa-siapa menjadi seorang pekerja profesional dengan gaji yang tidak kecil, dan kini dipercayai rahasia terbesarnya.
Saat itu, pintu ruangan terbuka, dan Gilbert masuk. Untuk saja dia membawa dompetnya, membeli satu setelan formal tetapi santai serta menghapus sisa riasan di wajahnya saat bermain dengan Raina. Gilbert tak ingin pertemuannya dengan Jenara memiliki pandangan yang buruk. Anggap saja ini pertemuan pertama dengan calon istrinya, calon ibu dari anak-anaknya. Jika benar, anak yang di kandung Jenara berasal dari benih miliknya.
Jenara menoleh. Matanya yang dingin dan kaku langsung bertemu dengan mata Gilbert yang tajam. Pertemuan itu menciptakan gelombang listrik yang tegang.
“Jangan terus memarahinya. Dia hanya melakukan apa yang seharusnya dilakukan!”
Tiba-tiba, Gilbert Rahadiansyah bersuara. Suaranya lantang dan tegas, memotong dominasi Jenara. Alexa, yang selama ini hanya melihat Gilbert sebagai pria yang pasrah ditarik, kini mengangkat kepalanya. Dia tak menyangka, Gilbert memiliki ketegasan seperti itu, bahkan auranya tak kalah dengan Jenara. Alexa yakin, Gilbert bisa mengendalikan sifat dominan yang dimiliki Jenara.
Jenara tak bisa berkata-kata. Ia kaget. Dirinya bahkan masih syok dengan kabar kehamilannya, dan kini ditambah pria malam itu, pria yang ia coba lupakan dengan bayaran lima milyar ada di depan matanya dan berani menentangnya.
“Alexa, silakan kamu keluar. Saya ingin berbicara empat mata dengan bos kamu.” Gilbert memberikan perintahnya, suaranya tenang dan berwibawa, seolah ia adalah COO yang sedang memimpin rapat penting.
Alexa, tanpa ragu, mengangguk dan bergegas keluar ruangan. Ia tahu, babak sebenarnya baru dimulai.
Kini, hanya ada Gilbert dan Jenara di ruangan itu. Keheningan yang mematikan menyelubungi mereka.
Gilbert berjalan mendekat, mengambil hasil pemeriksaan USG yang diletakkan Jenara di meja. Ia memandang gambar sonogram itu, meneliti setiap detail, seolah itu adalah laporan keuangan yang harus ia audit. Antara percaya dan tidak percaya, bahwa Jenara kini hamil. Keraguan masih menyelimuti dirinya. Vonis mandul yang sempat ia terima bertahun-tahun lalu masih melekat.
Baru juga ingin Gilbert berkata, Jenara keburu memotong pembicaraannya, nadanya kaku, seolah ia sedang membacakan pasal-pasal perjanjian.
“Kamu tidak perlu bertanggung jawab. Ini bukan kesalahanmu, saya yang memaksa,” kata Jenara, matanya menatap Gilbert dengan pandangan kosong. Ia berusaha keras untuk tidak menunjukkan emosi. Bagi Jenara, ini adalah masalah yang harus diselesaikan secara rasional, seperti bisnis.
kesian anaknya kalo kenapa2 😭
btw jen, dia suamimu loo, bapak dari si bayi 😌