NovelToon NovelToon
Reinkarnasi Dewa Asura

Reinkarnasi Dewa Asura

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Raja Tentara/Dewa Perang / Fantasi Timur / Balas Dendam
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Mumun arch

Dikhianati oleh murid yang paling ia percayai, Asura, sang Dewa Perang, kehilangan segalanya. Tubuhnya musnah, kekuatannya hilang, dan namanya dihapus dari dunia para Dewa. Namun, amarah dan dendamnya terlalu kuat untuk mati.

Ribuan tahun kemudian, ia terlahir kembali di dunia fantasi yang penuh sihir dan makhluk mistis bukan lagi sebagai Dewa yang ditakuti, melainkan seorang bocah miskin bernama Wang Lin.

Dalam tubuh lemah dan tanpa kekuatan, Wang Lin harus belajar hidup sebagai manusia biasa. Tapi jauh di dalam dirinya, api merah Dewa Asura masih menyala menunggu saatnya untuk bangkit.

“Kau boleh menghancurkan tubuhku, tapi tidak kehendakku.”

“Aku akan membalas semuanya, bahkan jika harus menantang langit sekali lagi.”

Antara dendam dan kehidupan barunya, Wang Lin perlahan menemukan arti kekuatan sejati dan mungkin... sedikit kehangatan yang dulu tak pernah ia miliki.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mumun arch, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Makam Para Dewa

Angin berhembus kencang, membawa suara gema dari gunung, tanda awal kebangkitan sesuatu yang jauh lebih besar. Wang Lin menatap puncak yang diselimuti kabut hitam. Di balik awan itu, ia merasakan getaran kekuatan yang pernah sangat dikenalnya... kekuatan para dewa lama.

“Raga,” katanya pelan, “tempat itu... bukan sekadar gunung. Itu makam.”

Raga menelan ludah. “Makam? Maksudmu, tempat para dewa dimakamkan?”

Wang Lin mengangguk. “Ya. Di masa lalu, setelah perang besar antara surga dan neraka, banyak dewa yang gugur. Tapi tidak semua jiwa mereka hilang. Beberapa... disegel di sini.”

Suara petir samar menggema di kejauhan.

Raga mundur setapak, wajahnya tegang. “Kalau begitu, kenapa kita ke sini? Bukankah itu berbahaya?”

Wang Lin menatap jauh ke arah puncak.

 “Karena di tempat berbahaya itulah aku bisa menemukan kunci kekuatanku yang hilang.”

Mereka melanjutkan perjalanan. Semakin tinggi mereka mendaki, udara semakin dingin dan berat. Di antara kabut, mereka mulai melihat reruntuhan pilar-pilar batu besar dengan ukiran kuno dan sisa-sisa arca raksasa.

“Tempat ini...” Raga menatap sekeliling dengan kagum.

“Seperti... kuil para dewa.”

Wang Lin berjalan perlahan, menyentuh salah satu dinding yang retak.

“Ini memang kuil mereka. Tapi sekarang, hanya menjadi penjara bagi jiwa-jiwa yang mereka tinggalkan.”

Tiba-tiba, tanah di bawah mereka bergetar. Dari celah retakan, muncul cahaya biru samar. Udara berubah dingin, dan suara aneh bergema di sekeliling.

“Siapa yang berani menginjak wilayah suci para Dewa Lama...?”

Raga segera menyiapkan senjatanya. “Suara itu... dari bawah tanah?”

Wang Lin berdiri tenang. “Bukan dari bawah, tapi dari dalam. Mereka belum sepenuhnya mati.”

Cahaya biru semakin terang. Dari antara kabut, muncul sosok tinggi berwujud bayangan berpakaian seperti dewa perang, namun wajahnya retak seperti batu tua.

Matanya kosong, tapi suaranya berat.

“Dewa Asura... kau kembali juga akhirnya...”

Raga mundur spontan. “Itu... roh dewa yang dikutuk!”

Namun Wang Lin tetap berdiri tegak. Tatapannya dingin tapi tenang.

“Tidak. Dia bukan roh. Dia adalah sisa kesadaran dari perang dahulu.”

“Mengapa kau datang ke tempat kematian kami, Asura?” suara itu bergema. “Bukankah kaulah penyebab kehancuran langit?”

Wang Lin menatap lurus ke arah sosok itu. “Mungkin dulu, ya. Tapi sekarang aku datang bukan untuk perang. Aku datang... untuk mengingat.”

Sosok itu terdiam sejenak, lalu berkata dengan nada berat,

“Mengingat tidak akan mengubah masa lalu.”

“Tidak,” balas Wang Lin. “Tapi mungkin bisa menyelamatkan masa depan.”

Suasana hening sejenak.

Kabut di sekitar mereka berputar pelan, lalu sosok bayangan itu perlahan memudar.

Sebelum benar-benar lenyap, suara terakhirnya bergema lirih di udara:

“Kalau begitu... buktikan. Api Asura tidak hanya membawa kehancuran... tapi juga kehidupan.”

Cahaya biru padam. Keheningan kembali.

Raga menatap Wang Lin tak percaya. “Kau... bicara dengan roh dewa itu seperti dengan teman lamamu.”

Wang Lin hanya tersenyum samar. “Karena dia memang teman lamaku.”

Ia melangkah ke tengah reruntuhan, lalu berhenti di depan batu besar yang tertutup lumut. Di tengah batu itu, terukir lambang yang sama seperti di dadanya yaitu lambang Asura.

Tangannya menyentuh ukiran itu perlahan. Batu itu bergetar halus, dan cahaya merah muncul dari celahnya. Wang Lin menatapnya dengan tenang.

“Waktunya mengingat siapa aku dulu… dan untuk apa aku dilahirkan kembali.”

Raga menatapnya khawatir. “Wang Lin... kau yakin dengan ini?”

Wang Lin tersenyum tipis. “Tidak. Tapi kalau aku terus lari, langit takkan berhenti mengejarku.”

Cahaya merah menyala terang, menyelimuti mereka berdua. Kabut menari di udara, dan suara asing bergema di kepala Wang Lin, seperti bisikan dari masa lalu yang ingin dibangkitkan.

“Bangkitlah, pewaris api...”

Dan untuk pertama kalinya, Wang Lin merasakan api lamanya berdenyut kembali di dalam tubuh manusia yang rapuh itu.

Cahaya merah menyelimuti tubuh Wang Lin dan Raga.

Udara di sekitar mereka bergetar, seolah alam pun menahan napas. Dari dalam tanah, suara gema samar terdengar, bisikan ratusan jiwa yang dulu gugur dalam perang para dewa.

“Bangkitlah... pewaris api...”

Wang Lin terhuyung, tubuhnya bergetar hebat. Matanya memerah, urat di lehernya menegang.

Api merah perlahan keluar dari pori-porinya, melingkupi tubuhnya seperti kabut panas.

Raga mundur beberapa langkah. “Wang Lin! Kau baik-baik saja!?”

Wang Lin tidak menjawab. Ia merasakan dua kekuatan di dalam dirinya saling bertarung,  jiwa manusia yang lemah, dan jiwa Asura yang buas. Setiap tarikan napas seperti membakar paru-parunya, setiap denyut nadi terasa seperti ledakan kecil.

“Ini... bukan kekuatan manusia biasa...” gumamnya lirih.

Bayangan-bayangan dewa lama muncul di sekelilingnya, menatapnya dengan tatapan kosong. Suara mereka bergema di udara:

“Dewa Asura... kau seharusnya tidak kembali...”

“Dunia telah berubah. Tak ada tempat bagimu lagi.”

Namun di tengah semua bisikan itu, Wang Lin menggenggam dadanya kuat-kuat.

 “Aku tidak kembali untuk menguasai... Aku kembali untuk menebus.”

Api merah di tubuhnya semakin stabil. Perlahan, cahaya yang tadinya liar berubah lembut, seperti nyala api di altar.

Raga menatapnya dengan kagum. “Kau... mengendalikannya.”

Wang Lin membuka mata. Tatapan merahnya kini jernih, berisi keteguhan.

“Tidak, Raga. Aku tidak mengendalikannya. Aku berdamai dengannya.”

Ia menatap langit yang mulai berawan gelap.

“Karena aku sadar... api Asura bukan hanya tentang kehancuran. Tapi juga tentang keberanian untuk melawan takdir.”

Tiba-tiba tanah bergetar hebat. Dari balik kabut di puncak gunung, muncul cahaya emas menyilaukan.

Suara petir menggema bukan petir biasa, tapi suara dari langit.

“Energi Asura terdeteksi. Langit memerintahkan pembersihan.”

Raga memandang ke atas dengan wajah panik. “Langit!? Maksudnya... mereka tahu kau bangkit!?”

Wang Lin menatap tajam ke arah cahaya emas di langit yang berputar seperti pusaran api.

“Aku sudah menduga... begitu kekuatan ini aktif, mereka akan datang.”

Dari balik awan, muncul lima sosok berjubah emas, wajah mereka bersinar, tidak menjejak tanah. Merekalah Utusan Langit, penjaga keseimbangan dunia yang dulu menghancurkan bangsa Asura.

Salah satunya berbicara dengan suara bergema:

“Asura Wang Lin. Atas nama Langit, kau dinyatakan ancaman bagi dunia manusia. Serahkan jiwamu, dan kami akan memberimu kematian yang tenang.”

Raga menggertakkan gigi. “Kematian yang tenang? Dasar sombong!”

Namun Wang Lin hanya mengangkat tangan pelan, menahan Raga agar tidak maju.

Tatapannya tenang tapi tajam.

“Langit selalu bicara tentang keseimbangan... tapi mereka lupa siapa yang pertama kali menghancurkannya.”

Salah satu utusan itu menurunkan tombak emasnya, mengarah ke Wang Lin.

 “Kata-kata makhluk terkutuk tidak lagi berarti. Kami hanya menjalankan perintah.”

Wang Lin menarik napas panjang.

Api merah muncul lagi di tubuhnya, tapi kali ini bercampur cahaya putih perpaduan antara manusia dan Asura di dalam dirinya.

“Kalau begitu,” katanya dengan suara berat, “izinkan aku menunjukkan pada Langit... apa artinya hidup sebagai manusia yang pernah menjadi dewa.”

Langit bergetar. Petir berjatuhan di sekeliling mereka.

Raga menatap Wang Lin, tahu bahwa pertempuran ini bukan hanya tentang kekuatan tapi tentang siapa yang layak menentukan takdir dunia.

Api dan cahaya bertemu.

Asura dan Langit kembali berdiri di medan perang yang sama.

Namun kali ini, Wang Lin tidak bertarung untuk membakar dunia melainkan untuk menemukan arti dari api yang masih menyala di dalam dirinya.

1
Nanik S
Ceritanya kurang Hidup
Nanik S
Lanjutkan
Nanik S
Asura terkenal sebagai penghancur
Nanik S
Kata... oky dan kata Dong.. jangan dipakai
Nanik S
Lanhua apakah juga seorang oengikut Asura dimasa lalu
Nanik S
NEXT
Nanik S
Inginya Wang Lin hidup tenang tapi sebagi mantan Dewa perusak tentu saja diburu
Nanik S
Apakah Mei Lin akan berjalan bersama Asura
Nanik S
Lanjutkan 👍👍
Nanik S
Wang Kin apakah akan ke Lembah Neraka
Nanik S
Mantap jika bisa tentukan takdirnya sendiri
Nanik S
Bakar saja para dewa yang sok suci
Nanik S
Sudah berusaha jadi manusia malah masih diburu... Dewa Sialan
Nanik S
Tidak akan perang tapi kalau mereka datang harus dihadapi
Nanik S
Laaanjut
Nanik S
Wang Lin
Nanik S
Dendam yang tetap membuatnya masih hidup
Nanik S
Bakar saja pengikut Royan
Nanik S
Dewa pun bisa lapar 🤣🤣🤣 awal yang bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!