NovelToon NovelToon
Balas Dendam Istri Marquess Yang Difitnah

Balas Dendam Istri Marquess Yang Difitnah

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Anak Genius / Mengubah Takdir / Mengubah sejarah / Fantasi Wanita / Balas dendam pengganti
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: BlackMail

Dieksekusi oleh suamiku sendiri, Marquess Tyran, aku mendapat kesempatan untuk kembali ke masa lalu.

​Kali ini, aku tidak akan menjadi korban. Aku akan menghancurkan semua orang yang telah mengkhianatiku dan merebut kembali semua yang menjadi milikku.

​Di sisiku ada Duke Raymond yang tulus, namun bayangan Marquess yang kejam terus menghantuiku dengan obsesi yang tak kumengerti. Lihat saja, permainan ini sekarang menjadi milikku!

Tapi... siapa dua hantu anak kecil itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BlackMail, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 08 : Sarang Laba-Laba

Tirai manik-manik itu bergemerincing pelan di belakangku, suaranya terdengar seperti tulang-belulang yang saling bergesekan. Suara riuh dari kedai teh di depan langsung teredam, digantikan oleh keheningan yang berat dan bau dupa yang pekat.

Ruangan di baliknya bukanlah sarang penjahat yang kubayangkan. Tidak ada preman mabuk atau tumpukan senjata. Ruangan itu kecil, bersih, dan dipenuhi rak-rak kayu yang berisi gulungan perkamen, buku-buku besar, dan lusinan botol kecil berisi tinta aneka warna. Ini bukan sarang bandit. Ini adalah kantor.

Di belakang sebuah meja kayu mahoni yang dipenuhi peta dan kertas, duduklah wanita tua yang sama yang menyambutku di depan. Nyonya Mawar, begitu para istri Marquess memanggilnya dalam bisikan mereka. Laba-laba di tengah jaring informasinya.

Dia tidak mengatakan apa-apa, hanya memberi isyarat dengan dagunya agar aku duduk. Matanya yang kecil dan hitam menilaiku tanpa berkedip.

"Teh Jaring Laba-laba," katanya, suaranya lebih terdengar seperti pernyataan daripada pertanyaan. "Pesanan yang sangat langka untuk seseorang semuda dirimu. Dari penampilanmu, kau bukan berasal dari distrik ini."

"Saya butuh jasa," kataku langsung, mengabaikan pengamatannya. Aku tidak boleh terlihat lemah atau ragu. Di tempat seperti ini, keraguan adalah darah yang mengundang hiu.

"Semua orang yang datang ke sini butuh jasa, Nak," jawabnya datar. "Pertanyaannya adalah, apakah kau sanggup membayarnya?"

Alih-alih menjawab dengan kata-kata, aku mengeluarkan kalung safir peninggalan Ibuku dari kantongku dan meletakkannya di atas meja. Cahaya lilin yang remang-remang memantul dari permata biru itu, memancarkan kilau yang dingin dan dalam.

Mata Nyonya Mawar sedikit melebar. Dia mengambil kaca pembesar dari lacinya dan memeriksa kalung itu dengan saksama. Ekspresi wajahnya berubah dari rasa curiga menjadi penghargaan seorang profesional.

"Safir Kerajaan dari Tambang Utara. Kualitas sempurna," gumamnya, lebih pada dirinya sendiri. Dia meletakkan kaca pembesarnya. "Baiklah. Kau mendapat perhatianku. Jasa apa yang kau butuhkan?"

"Saya butuh tiga hal," kataku, suaraku stabil dan dingin.

"Pertama, saya butuh seorang pemalsu surat terbaik yang bisa meniru tulisan tangan dan segel lilin Baron Latona dengan sempurna. Kedua, saya butuh informasi: jadwal pertemuan antara manajer keuangan Marquess Tyran, Corvus dari Vane, dengan Baron Latona besok. Ketiga, saya butuh tikus jalanan, seseorang yang cepat, tidak terlihat, dan bisa menukar satu tas dokumen dengan yang lain di tengah keramaian tanpa terdeteksi."

Nyonya Mawar mengangkat alisnya yang tipis. Dia tidak menanyakan alasanku. Di tempat ini, Mengapa dan Untuk Apa adalah pertanyaan yang tidak sopan. Yang penting hanyalah Apa dan Berapa.

"Permintaan yang sangat spesifik," katanya. "Dan sangat berbahaya. Kau bermain di kolam yang sangat dalam, Nak. Menyinggung Ular Besar bisa membuatmu ditelan hidup-hidup."

"Saya sadar akan risikonya," balasku. "Bisakah Anda melakukannya?"

Dia menatap kalung itu, lalu kembali menatapku. "Semuanya bisa dilakukan dengan harga yang tepat. Kalung ini akan menutupi biaya pemalsu dan informan. Tapi untuk Tikus Jalanan terbaikku... jasanya akan membutuhkan bayaran tambahan."

Aku sudah menduga ini. Aku menatap lurus ke matanya yang tajam. "Saya tidak punya perhiasan lain. Tapi saya punya sesuatu yang jauh lebih berharga dari emas atau permata."

"Oh ya?" tanyanya, nada skeptis dalam suaranya. "Dan itu apa?"

"Rahasia," jawabku dengan tenang. "Sebuah rahasia yang disembunyikan selama beberapa dekade."

Dia tertawa kecil, tawa serak yang kering. "Semua orang punya rahasia, Nak. Yang membedakan adalah bebannya."

Aku mencondongkan tubuh. "Semua orang bertanya mengapa Marquess Tyran yang begitu kuat, dengan beberapa istri, belum juga memiliki pewaris. Jawabannya bukan karena para istrinya tidak subur maupun sebaliknya. Jawabannya ada pada darah Marquess sendiri. Darah kuno yang lebih tua dari peradaban."

"Gevarran, Thalvarian, bahkan Aetherian, darah yang mengandung tiga berkat, justru menjadi kutukan bagi janin yang lemah. Darahnya sendiri yang membunuh calon anak-anaknya di dalam rahim. Itulah alasan mengapa Marquess Tyran dan para pendahulunya... kesulitan memiliki keturunan."

Keheningan memenuhi ruangan. Senyum di wajah Nyonya Mawar lenyap, digantikan oleh tatapan yang tajam dan penuh perhitungan. Dia tidak menanyakan bagaimana aku tahu. Di dunianya, sumber tidak penting, hanya hasil akhir yang berarti.

Dia sedang menimbang pertaruhanku: sebuah kebohongan gila dari seorang gadis bangsawan, atau sebuah peluang keuntungan yang hanya datang sekali seumur hidup.

"Kau sangat percaya diri, Nak," bisiknya setelah hening yang panjang.

"Saya mempertaruhkan nyawa saya pada informasi ini," balasku. "Sama seperti saya mempertaruhkan nyawa saya pada jasa yang saya minta."

Dia menatapku lama, lalu sebuah senyum tipis, kali ini senyum yang tulus terukir di wajahnya yang keriput. "Kesepakatan selesai." Dia menyapu kalung itu ke dalam laci. "Kembalilah ke sini tepat sebelum fajar. Surat palsumu dan tikus-ku akan menunggumu."

Aku berhasil menyelinap kembali ke kediaman tanpa ada yang tahu. Kamarku yang familier kini terasa asing, terlalu bersih, terlalu sunyi. Aku telah membawa racun dari dunia luar ke dalam sangkar emasku.

Aku tidak tidur sama sekali malam itu. Tidak bisa. Aku hanya duduk di dekat jendela, menatap bulan yang pucat. Setiap bayangan tampak seperti pengkhianat, setiap derit lantai terdengar seperti langkah kaki musuh.

Aku telah memilih titik tanpa jalan kembali. Takdirku, takdir keluargaku, kini berada di tangan orang-orang asing yang namanya bahkan tidak kuketahui. Orang-orang yang kesetiaannya dibeli dengan sebuah kalung dan informasi.

Kegelapan sebelum fajar adalah yang paling pekat. Aku menyelinap keluar lagi, jantungku berdebar karena campuran antara kelelahan dan adrenalin.

Saat aku kembali ke kedai teh, Nyonya Mawar sudah menungguku di ruangan belakang. Di sampingnya, berdiri sesosok bayangan.

Dia lebih muda dari yang kubayangkan, mungkin seusiaku. Kurus, tampak gesit, dengan rambut gelap acak-acakan dan mata yang tajam dan waspada seperti seekor elang. Dia tidak terlihat seperti pencuri, lebih seperti seorang pemburu.

"Nona Klien, kenalkan, ini Kael," kata Nyonya Mawar.

Mendengar nama itu, sebuah sengatan aneh dan tak bisa dijelaskan melintas di hatiku, begitu cepat hingga aku nyaris tidak merasakannya. Kael? Entahlah. Aku memilih untuk mengabaikannya.

"Suratnya?" tanyaku.

Nyonya Mawar menyodorkan sebuah gulungan perkamen. Aku membukanya. Itu... sempurna. Goresan tinta yang angkuh, tanda tangan Baron Latona yang sedikit miring, bahkan segel lilin dengan lambang kapalnya. Aku tidak akan bisa membedakannya dari yang asli.

"Informasinya," lanjut Nyonya Mawar. "Corvus akan menemui Latona di sebuah rumah dagang di Distrik Pelabuhan pukul dua siang ini untuk finalisasi transfer dana. Dia akan membawa semua dokumen yang relevan dalam sebuah tas kulit hitam."

Aku beralih menatap Kael. "Tugasmu adalah menukar tas itu. Aku sudah menyiapkan tas pengganti yang identik, isinya hanya kertas kosong. Kau harus melakukannya di jalanan, sebelum dia sampai di tempat pertemuan."

Kael hanya mengangguk, matanya tidak menunjukkan emosi. "Di mana tempat terbaik untuk penyergapan?"

"Jalan Sutra," jawabku tanpa ragu. "Itu adalah jalan paling ramai di Distrik Pelabuhan. Keretanya pasti akan melambat di sana. Ciptakan pengalih perhatian. Sebuah perkelahian palsu, pedagang yang bertengkar, apa saja."

Dia mengangguk lagi. "Serahkan padaku."

Aku menyerahkan tas dokumen palsu dan sekantong koin perak untuk biaya operasinya.

Aku menatap mata Kael yang tajam. Semua rencanaku, semua pertaruhanku, kini bermuara pada satu momen ini. Pada kecepatan dan ketepatan tangannya.

"Kau hanya punya satu kesempatan," bisikku, suaraku lebih terdengar seperti doa daripada perintah.

"Aku hanya butuh satu," jawabnya datar.

Dengan itu, dia mengambil tas itu, melebur ke dalam bayang-bayang fajar, dan menghilang, membawa serta semua harapan dan nyawa keduaku dalam tas kulit yang dibawanya.

Sekarang, yang bisa kulakukan hanyalah menunggu. Dan berdoa agar racun yang kubuat tidak berbalik membunuhku.

1
Ria Gazali Dapson
jdi ikut²an dag dig dug derrr😄
BlackMail
Makasih udah mampir.🙏
Pena Santri
up thor, seru abis👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!