"Endria hanya milikku," tekannya dengan manik abu yang menyorot tajam.
***
Sekembalinya ke Indonesia setelah belasan tahun tinggal di Australia, Geswa Ryan Beck tak bisa menahan-nahan keinginannya lagi.
Gadis yang sedari kecil ia awasi dan diincar dari kejauhan tak bisa lepas lagi, sekalipun Endria Ayu Gemintang sudah memiliki calon suami, di mana calon suaminya adalah adik dari Geswa sendiri.
Pria yang nyaris sempurna itu akan melepaskan akal sehatnya hanya untuk menjadikan Endria miliknya seorang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jelitacantp, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Welcome home
Sampai di Jakarta dengan selamat, tanpa memberitahu siapa pun, dia buat kejutan untuk keluarganya. Maka dengan begitu, saat di bandara, tanpa meminta untuk dijemput, Geswa menyuruh Louis untuk memesan taksi saja.
Jakarta, kota tempatnya lahir dan tempatnya beranjak dewasa kini sudah banyak perubahan semenjak beberapa tahun lalu.
Jakarta, tak seperti dulu, kota ini sudah sama seperti kota-kota besar di negara maju lainnya yang tak pernah mati.
Sebelum sampai di mansion, Geswa terlebih dahulu mampir di toko bunga. Dirinya sendiri yang turun untuk membeli bunga padahal Louis sudah menawarkan untuk menggantikannya.
Ting!
Suara dari lonceng yang disampir di pintu masuk.
"Selamat malam, ada yang bisa saya bantu?" tanya sang penjaga toko bunga.
Seorang wanita, dia sempat terpana saat melihat pada sang pelanggan yang begitu tampan, tubuh tegap nan tinggi, mata berwarna abu yang setajam mata elang, hidung mancung bak prosotan, dan jangan lupakan rahang yang tegas terpahat sempurna dan terdapat jambang halus di sana.
Geswa melirik ke seluruh ruangan, di sana terdapat banyak sekali jenis-jenis bunga yang sebagian belum pernah ia lihat.
Pria itu ingin membelikan bunga untuk ibunya, tetapi ia tak tahu bunga jenis apa yang Utami sukai. Dasar!
"Buket bunga gardenia satu." Dengan kesadaran penuh, pria itu meminta bunga yang disukai oleh gadisnya.
Namun, sang penjaga toko masih saja terkagum-kagum akan visual dari Geswa.
Geswa yang sadar bahwa sang penjaga toko tidak fokus, pria itu lantas menggebrak meja dengan satu tangan.
"Eh, ayam-ayam!" latah si penjaga toko, seketika ia tersadar dan merasa sangat malu.
"Sorry, Mr. Tadi bunga apa yang Mr inginkan?" tanyanya sopan. (Anggap aja si penjaga toko bicara pakai bahasa Inggris).
"Satu buket bunga gardenia," kata Geswa dingin dengan tatapan datarnya.
Dalam hati sang penjaga toko membatin, Eh ternyata pak bule bisa bahasa Indonesia. Wajahnya memerah malu karena sempat latah tadi.
"Baik, harap tunggu. Anda bisa menunggu di sana," kata si penjaga toko sambil menunjukkan sebuah kursi yang berjejer dengan sopan.
Tanpa basa-basi, Geswa pun menuju tempat duduk yang ditunjukkan. Lalu pria itu duduk dan memainkan handphone-nya, ingin tahu apa yang sedang Endria lakukan saat ini.
Waktu sudah menunjukkan jam empat sore, jadi mungkin gadisnya masih beraktivitas di luar. Lalu, Geswa pun berinisiatif menelepon salah satu bodyguard bayangan yang selalu mengikuti Endria ke mana pun.
"Kau sedang ada di mana?" tanya Geswa setelah telepon itu tersambung.
"Saat ini saya sedang berada di Sam Ratulangi, Tuan."
Dahi Geswa terlihat mengernyit. "Tempat apa itu?" tanyanya serius, maklum, Geswa ini tak akan tahu dan tak mau tahu kalau bukan urusannya. Apalagi baru hari ini ia pulang ke Jakarta setelah belasan tahun tinggal di Perth.
"Mall Tuan," jawab si pengawal di seberang sana.
"Apa yang dia lakukan di sana?" tanya Geswa sedikit merasa marah, pria itu menggeram, di pikirannya terlintas Endria dan Gatra sedang bersenang-senang.
"Saat ini nona Endria bersama dengan temannya, Tuan," jawab sang pengawal seakan-akan mengerti apa yang sedang tuannya pikirkan.
Seketika Geswa menghela napas lega. "Baiklah, tetap awasi dia dan segera kirimkan fotonya padaku," perintah Geswa tegas, lalu mematikan teleponnya secara sepihak.
Kemudian pria itu berdiri lalu berjalan kembali menuju kasir karena buket bunga yang ia pesan sudah jadi.
***
Sri Nyoman Utami, istri dari Antonello Reans Beck itu berlarian dari lantai dua menuju lantai satu sesaat setelah mendengar sang putra sulung sudah pulang dari Perth.
Sementara di belakangnya, sang suami menyusul dengan langkah santai sambil memperingatkan istrinya untuk berhati-hati.
Dengan rasa senang yang membuncah, ia menuju pintu utama mansionnya dan nampaklah Geswa baru turun dari mobil taksi dengan buket bunga yang pria itu pegang.
Langkah Utami berhenti di ambang pintu, matanya berkaca-kaca, setelah sekian lama, Geswa, putranya, ingin pulang ke Indonesia.
Sekilas, Geswa menatap ke arah sang ibu. Tak menutup kemungkinan, pria itu juga sangat merindukan ibunya. Lalu Geswa berjalan menghampiri kedua orang tuanya, dan ia lebih memilih untuk berhadapan dengan Utami.
Pria itu merentangkan kedua tangannya, memberi kode pada Utami untuk memeluknya. Dan tanpa kata, Utami pun memeluk tubuh tegap putranya.
Wanita paruh baya itu menangis di dalam pelukan Geswa, dan Geswa hanya mengusap-usap punggung ibunya.
Tiba-tiba dan tanpa peringatan, Utami memukul punggung Geswa keras, tetapi tak membuat pria itu merasa sakit sedikitpun.
"Kenapa tak bilang-bilang kalau kamu sudah di sini? Kan mama dan papa bisa jemput kamu di bandara," ujar Utami setelah ia melepaskan pelukannya.
"Suprise," kata Geswa datar, yang membuat Utami tercengang, sang putra tak berubah.
"Ih!" Kali ini dada Geswa yang menjadi sasaran pukulan Utami. Kemudian, sekali lagi, wanita paruh baya itu memeluk anaknya.
"Mama kangen banget sama kamu," katanya.
"Sudah, sudah." Antonello menginterupsi mereka berdua karena merasa cemburu istrinya dimonopoli oleh Geswa. Pria paruh baya itu mendekat lalu menarik mundur istrinya.
Tidak ada bedanya. Like father like son.
Kemudian pria paruh baya itu pun berdiri menghadap Geswa, dia menatap putranya dengan penuh rasa bangga.
Bagaimana tidak?
Selama Geswa yang memegang kendali perusahaan pusat, perusahaan maju pesat, tiap tahun untung miliaran dolar, saham stabil tetap di atas, dan kini perusahaan mereka sudah tersebar di mancanegara dengan berbagai lini usaha.
Ia merasa selama ini tak sia-sia ia mendidik Geswa dengan sangat keras.
"Welcome home, Son," sapa Antonello lalu memeluk Geswa.
Geswa membalas pelukan ayahnya. "Kau telah mengingkari janjimu, Pa," bisik Geswa penuh penekanan.
Mendengar perkataan dari sang putra, Antonello melepas pelukannya setelah berkata sambil berbisik, "Kali ini perjuanganmu lebih berat, Son," kata Antonello santai, tetapi tak menutup kemungkinan ada sedikit rasa khawatir yang melandanya saat ini.
Sementara Utami yang menyaksikannya, bukannya senang melihat sang suami dan putranya berpelukan, akur, wanita paruh baya itu malah merasa waswas, entah apa yang mereka bicarakan, ia tak tahu.
Dan untuk mencairkan suasana, serta menghilangkan rasa curiga istrinya yang bisa ia sadari, Antonello pun tertawa tanpa alasan sambil memukul-mukul pelan pundak lebar putranya.
Geswa tak merespon, lalu pria itu memberikan buket bunga gardenia yang sedari tadi ia bawa pada ibunya.
"Untuk Mama," katanya yang membuat Utami tersenyum senang.
Tak biasanya sang anak bisa bersikap seromantis ini, ya, walaupun sebenarnya ia menyukai bunga mawar, tapi tak apa, itu bisa dimaafkan.
Kemudian, Utami pun menggandeng kedua orang tersayangnya untuk masuk ke mansion. Wanita paruh baya itu benar-benar sangat menyukai kebersamaan ini, ia tinggal menunggu Gatra pulang dari kantor maka lengkap sudah.
Dalam hati, Utami berharap Geswa akan tinggal lama di Indonesia, atau kalau bisa putra sulungnya bisa menetap untuk selamanya di sini.