Area ehem ehem! Yang bocil harap Skip!!!
Bagi Candra, sang Casanova, tidak ada perempuan yang bisa dia ajak serius untuk menjalin suatu hubungan setelah merasa hidupnya hancur karena perceraian sang ayah dan ibunya.
Perempuan bagi Candra adalah miniatur, pajangan sekalian mainan yang hanya untuk dinikmati sampai tetes terakhir.
Namun, kehadiran Lila, seorang gadis yang kini menjadi adik tirinya, membuat dia harus memikirkan ulang tentang cinta. Cinta dan benci hadir bersamaan dalam indahnya jalinan kasih terlarang.
Lalu bagaimana jika larangan itu tetap dilanggar dan sudah melampaui batas?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Peraturan Macam Apa Itu?
"Kenapa, kamu gak suka peraturan yang saya terapkan di sini?" tanya Candra menatap Kalila dengan pandangan menuduh setelah Kalila telah rapi dengan rambut yang diharnet.
Tapi siapa saja bisa melihat tampang gondok Kalila yang nampaknya memang sengaja ia tunjukkan. Namun, Kalila menggeleng, seolah menepis rasa sebal yang sedang ia rasakan saat ini.
"Tidak, Pak. Saya suka-suka saja," jawabnya lugas.
Namun, Kalila menoleh, menatap Jessy yang rambutnya terurai, juga perempuan seksi yang lebih cocok jadi penari tel*njang di samping Candra. Juga tak sengaja pula melihat beberapa pegawai dengan rambut terurai bahkan ada yang diwarnai. Kenapa hanya dia yang dapat peraturan rambut harus diharnet segala?
"Tapi Pak ..."
"Peraturan ini khusus buat kamu, sebab yang lain, rambutnya walaupun terurai tapi enak dipandang. Kalau kamu, harus dicepol begitu dulu baru terlihat menarik. Bukan begitu, Bella?" potong Candra seolah tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Kalila yang baru saja hendak menyuarakan protes. Ia juga menoleh ke arah sang sekretaris seksi yang sekarang sudah begitu rapat dengan tubuhnya. Sementara Kalila dan teman-temannya menatap itu dengan pandangan yang lain. Sungguh cukup p0rno bagi Kalila yang benar-benar masih suci lahir dan batin itu.
Kalila memandang Jessy yang cuma bisa angkat bahu tanda ia pun tidak mengerti. Yang Jessy pahami, lelaki tampan berambut gondrong itu sangat mempesona hingga ia hampir habis kehilangan kata-kata.
"Baiklah, Pak. Saya mengerti."
"Bagus, anak magang di perusahaan saya harus paham cara dan sistem kerja di sini termasuk aturan-aturannya. Btw, meja kerja kamu akan berada di dalam ruangan saya." Lagi, Candra menunjuk Kalila yang segera membulatkan matanya. Peraturan macam apa itu?! Hatinya berteriak tapi si pria gondrong tidak mau tahu, karena ialah yang berkuasa dan Kalila harus menurutinya.
"Saya, Pak? Di dalam juga?" Jessy menangkupkan jemari penuh harap. Padahal kalau Jessy tahu, Kalila lebih baik bertukar posisi dengannya saat ini.
"Oh, kamu, di luar, sama dengan rekan-rekan yang lain kecuali dia."
Kalila lemas, Jessy lemas, Yuda pun lemas, sebab ia punya firasat sang atasan gondrong itu pasti ada maksud tertentu terhadap Kalila.
"Kenapa gadis itu di dalam sih?" Suara sumbang itu berasal dari Bella, sang sekretaris. Nampaknya ia tidak rela bila ada meja lain lagi selain mejanya di dalam ruangan atasannya yang sudah berapa kali berc*uman dengannya itu.
"Saya yang punya kendali, Bella," sahut Candra santai sambil menatap sekretarisnya yang nampak sebal.
Aku juga gak mau satu ruangan sama biawak itu! Kalila menggerutu dalam hati.
Jadi setelah panjang kali lebar menjelaskan ini itu, sekarang Candra sudah kembali ke ruangannya bersama Bella sedangkan pak Danu membawa Kalila dan anak magang lainnya berkeliling ke penjuru gedung.
Sepanjang jalan berkeliling, Kalila menjadi pusat perhatian, sebagian tertawa melihat rambutnya yang diharnet sedemikian rapi atas permintaan atasan sableng. Kalila mengutuk pak Danu berikut kumis lelenya. Loh, kok pak Danu yang disalahkan?
Sudahlah, Kalila pasrah saja. Dia tidak ingin menambah banyak masalah dengan protes ini itu. Lebih baik memang patuh daripada nanti Candra semakin semena-mena terhadap dirinya.
"Baiklah, kalian sudah berkeliling sampai pusing, sekarang kalian boleh kembali ke tempat masing-masing yang sudah ditentukan."
Kelima temannya menyambut hangat hal itu. Mereka juga sudah mulai berkenalan dengan para pegawai yang beragam dan rupa-rupa bentuk dan warnanya itu. Hanya Kalila yang terlihat murung. Ia malas sekali melangkah dan masuk ke ruangan Candra.
"Lila, semangat ya!" Jessy dan Yuda menyemangati, Kalila menyambutnya lesu.
Kalila menarik nafas panjang sampai udara memenuhi rongga paru-parunya. Ia mengetuk pintu, tak ada jawaban. Ada bel di sana, baru saja hendak menekannya, seorang karyawan berambut keriting kriwil-kriwil menahan hal itu.
"Jangan, pak Candra gak suka ada yang mencet-mencet bel ruangannya."
Kalila mengerutkan dahi, lalu apa gunanya benda itu ada di sana?
"Terus ini buat apaan, Mbak? Masa iya dilihat doang?"
"Betul, kata pak Candra, buat pajangan doang! Gak boleh dipencet sembarangan."
Gubrak!
Peraturan macam apalagi ini? Kalila rasanya ingin sekali menempelkan bel itu di kening Candra agar ia bisa leluasa menekannya hingga membuat Candra mabuk bel!
"Oh, baiklah. Dasar gondrong!"
"Eh, gak boleh ngomong gitu, kamu pengen ntar nilai magangnya jadi jelek?"
Kalila menarik nafas lagi, sangat panjang sampai dia jadi sesak sendiri. Ia menggeleng.
Kalila akhirnya harus masuk sebab setelah mengetuk sampai jarinya terasa mau patah, tak ada jawaban juga dari dalam sana, Kalila mencoba membuka handel pintu dan ... Klik. Pintu itu terbuka. Ternyata Candra tidak mengunci pintunya.
Sepi. Tak ada orang di dalam. Tapi ada suara di kamar mandi. Kalila yang penasaran segera mendekat, ia mencium aroma p0rno dari dalam kamar mandi. Suara itu, ya ampun... Kalila segera berbalik, ia tidak ingin menodai telinganya yang suci dengan suara mendesah dari dalam sana.
Belum sampai ia ke pintu dengan niatnya yang hendak keluar, sebuah suara mengagetkannya menghentikan langkah.
"Siapa yang nyuruh lo keluar?"
Kalila menoleh, dilihatnya Candra keluar dengan kancing baju yang terbuka beberapa. Rambutnya tetap rapi tapi bibirnya jadi merah terkena lipstik. Tak lama, Bella, sekretaris seksi keluar dari kamar mandi yang sama dengan rambut melambai yang sudah cukup berantakan. Kemejanya juga tidak serapi saat ia melihatnya di ruangan HRD beberapa jam yang lalu.
Kepala Lila pening. Mengapa ia harus berurusan dengan lelaki gondrong yang ternyata punya aura mes*m tingkat dewa itu.
"Bella, Lo ajarin dia mesti ngapain aja di sini. Ajarin juga caranya sopan santun, masuk ke ruangan orang gak pake ketuk pintu!"
Bulu kuduk Kalila meremang, bukan karena ia melihat setan tapi karena ia sedang menahan geram. Punggung jarinya saja terasa hampir lecet karena kebanyakan mengetuk pintu dan lelaki itu bilang ia tak sopan karena tidak melakukan itu? Demi Sweety yang sudah mulai kawin sama kucing tetangga, rasanya ingin sekali Lila melempar asbak rokok di atas meja ke wajah Candra.
"Saya sudah mengetuk pintunya, Pak. Tapi, suara air di dalam sepertinya lebih nyaring jadi Bapak dan Mbak ini tidak dengar."
What?! Candra kontan terbelalak mendengar pembelaan dari adik tirinya itu. Ia jadi kesal lalu mendekat. Kalila mundur sedang Bella mengawasi lelaki yang baru saja selesai mencumbunya di kamar mandi itu dengan cemburu. Ia paling tidak suka melihat Candra dekat begitu dengan perempuan lain walaupun tujuan Candra saat ini kepada Kalila jelas bukan untuk bermesraan.
"Gue yang punya kekuasaan di sini! Jangan jawab atau bantah!"
Kalila mengatupkan rahang, kakak tirinya memang benar-benar menabur genderang perang!