"Salahkah aku mencintainya?" -Regina-
"Ini hanya tidur bersama semalam, itu adalah hal biasa" -Arian-
-
Semuanya berawal dari kesalahan semalam, meski pria yang tidur bersamanya adalah pria yang menggetarkan hati. Namun, Regina tidak pernah menyangka jika malam itu adalah awal dari petaka dalam hidupnya.
Rasa rindu, cinta, yang dia rasakan pada pria yang tidak jelas hubungannya dengannya. Seharusnya dia tidak menaruh hati padanya.
Ketika sebuah kabar pertunangan di umumkan, maka Regina harus menerima dan perlahan pergi dari pria yang hanya menganggapnya teman tidur.
Salahkah aku mencintainya? Ketika Regina harus berada diantara pasangan yang sudah terikat perjodohan sejak kecil. Apakan kali ini takdir akan berpihak padanya atau mungkin dia yang harus menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hubungan Tanpa Status
Hubungan seperti apa ini? Sudah memanggil sayang, bahkan tidur bersama. Dan Arian selalu pulang ke Apartemennya setiap hari, bahkan sudah menyimpan beberapa baju di lemari miliknya. Lalu, ini hubungan seperti apa? Karena tidak ada status yang jelas. Hanya terikat karena sebuah perjanjian dan hutang.
Setiap pagi Regina selalu menyiapkan sarapan untuk berdua. "Bahkan aku sudah seperti seorang istri, menyiapkan baju gantinya dan sekarang menyiapkan sarapan juga"
Kesehariannya bertambah, selain pergi bekerja, dia juga harus melayani pria yang tiba-tiba selalu pulang ke Apartemennya ini. Hubungan mereka yang tidak jelas, tapi sudah tidur bersama dan menghabiskan waktu bersama.
Sarapan bersama, Arian yang terkadang mengantar Regina ke Kantornya. Sekarang Regina jadi jarang sekali pergi membawa mobil sendiri, karena Arian selalu melarang. Entahlah, tapi Regina merasa itu adalah sebuah perhatian dari Arian yang tidak bisa dia tolak.
Regina tetap senang dengan perhatian yang diberikan oleh Arian.
"Nanti aku pulang sedikit malam, kau pulang naik taksi saja"
"Iya, aku bisa naik taksi"
Arian mengecup kening dan bibirnya sebelum Regina turun dari mobil. Dan Regina pun selalu menyempatkan mencium punggung tangannya. Hal yang biasa dilakukan sepasang suami istri. Tapi mereka sudah terbiasa melakukan hal ini, seolah ini menjadi kebiasaan yang dilakukan setiap berpisah.
"Hati-hati di jalan"
"Iya, nanti aku hubungi jika sudah sampai"
"Iya"
Regina turun dari mobil dan masuk ke dalam Perusahaan. Tidak sengaja bertemu dengan Arina yang baru keluar dari lift, ketika Regina menunggu di depan pintu lift.
"Loh, mau kemana?" tanya Regina.
"Aku cuma datang mengantar berkas dari Kak Rean. Aku juga mau kembali bekerja, meski dia agak cemberut karena aku tinggal lagi" ucap Arina sambil terkekeh.
Arina adalah Sekretaris dari Kakak sepupunya yang memegang Perusahaan utama Keluarga Demitri, yaitu suami dari adiknya Regina. Dan mungkin seperti sebuah takdir, mereka hanya berputar diantara dua keluarga ini.
"Yaudah, aku ke atas dulu ya. Sebentar lagi ada rapat"
"Iya Gin, aku juga mau pergi dulu"
Arina sudah melangkah melewati Regina, ketika wajahnya menunjukan keraguan, langkah kakinya ikut berhenti. Dia berbalik tepat saat pintu lift tertutup.
"Gin..." Arina menghela napas pelan, akhirnya dia kembali melanjutkan langkahnya. "Sebaiknya nanti aku tanyakan di lain waktu"
Sampai di meja kerjanya, Regina langsung menyiapkan beberapa berkas dan file untuk rapat pagi ini. Mengecek secara berkala karena dia takut akan ada kesalahan yang tidak terlihat.
Dering ponsel mengalihkan fokusnya, Regina segera mengambilnya dan menerima telepon dari Arian.
"Iya Sayang, kenapa?" Hah... akhirnya Regina terbiasa memanggilnya seperti itu.
"Aku baru sampai"
"Em, baiklah, aku mau pergi ke ruang rapat sebentar lagi. Sudah dulu ya"
"Jangan lupa makan siang, sampai ketahuan kau mengabaikan makan, aku akan susul kesana!"
"Iya, iya tidak akan lupa"
Setelah memutus sambungan telepon, Regina menyadari jika Samuel sudah berdiri di depan meja kerjanya sejak tadi. Regina segera membawa berkas yang akan dibawa untuk rapat pagi ini.
"Jangan sampai kau terluka karena terlanjur tenggelam ya"
Regina hanya diam, sepertinya Samuel memang mengetahui apa yang sedang terjadi pada Regina saat ini. Namun, Regina juga tidak berani mengatakan apa yang sebenarnya terjadi, dia hanya diam saja mendengar ucapan Samuel barusan.
*
"Re, belum pulang?"
Saat Regina masih menunggu di depan Lobby Perusahaan, seorang teman kerja datang menghampiri.
"Eh, Ben, aku sedang menunggu taksi online, tapi belum juga datang. Malah sudah mendung lagi"
"Loh, biasanya bawa mobil sendiri 'kan?"
Regina terdiam sejenak, ya biasanya dia memang membawa mobil. Tapi sudah hampir 2 minggu dia tidak lagi membawa mobil sendiri, karena Arian yang selalu mengantar dan menjemputnya. Hanya hari ini saja Arian tidak bisa datang menjemput karena dia ada pertemuan penting.
"Mau bareng aja? Lagian kita satu Gedung"
Ya, Ben juga tinggal di Gedung Apartemen yang sama, hanya berbeda lantai saja. Regina terdiam sebentar, dia mengecek ponselnya dan menyadari jika pesanan taksi onlinenya malah di batalkan.
"Yah beneran di batalkan"
"Yaudah, kamu bareng aku aja. Sudah mulai turun hujan"
"Em, gak papa nih Ben? Aku gak repotin kan?"
"Enggak, kayak sama siapa aja"
Akhirnya Regina pulang bersama dengan Ben, karena mereka juga tinggal di satu Gedung yang sama.
Saat mobil baru saja masuk ke area besement Apartemen, ponsel Regina berdering. Segera dia menjawab telepon dari Arian itu.
"Hallo" Regina melirik ke arah Ben yang mengemudi, tidak mungkin dia memanggil sayang pada Arian di depan pria itu. "Iya, ini aku baru sampai. Kamu kapan pulang?"
"Sudah sampai Re"
Regina menoleh dan mengangguk pada Ben yang sudah mematikan mesin mobilnya. "Terima kasih ya Ben"
"Iya, santai saja"
Regina turun dari mobil, berjalan duluan ke arah lift. Melihat sejenak layar ponselnya yang masih tersambung telepon, tapi tidak terdengar suara Arian lagi.
"Hallo?"
"Kau pulang bersama siapa?"
Suara yang terdengar rendah, namun penuh dengan penekanan. Regina sampai menelan ludahnya kasar, melirik Ben yang sekarang berdiri disampingnya.
"Kenapa Re?" tanya Ben yang merasa heran karena Regina yang menatapnya begitu lekat.
"EM, ti-tidak papa" jawab Regina dengan gugup.
"Oh masih bersamanya ya, pantas tidak menjawab pertanyaanku. Tunggu aku pulang!"
Sambungan telepon langsung terputus, seketika Regina menelan ludah kasar sambil menatap layar ponsel yang sudah mati. Mendengar suara Arian yang penuh penekanan, sudah pasti pria itu dalam keadaan kesal.
"Siapa yang telepon Re?" tanya Ben, mereka sudah masuk ke dalam lift sekarang.
"Em, bu-bukan siapa-siapa. Hanya teman"
Regina memegang ponselnya dengan erat, sebuah notifikasi pesan masuk, Regina membukanya dan itu memang dari Arian.
Berani sekali kau bersama pria lain dibelakangku!
Regina membaca pesan itu dengan tangan bergetar. Aduh, bagaimana ini? Dia marah seperti menemukan aku selingkuh saja. Gumamnya dalam hati.
Saat sudah hampir sampai di lantai Ben yang satu lantai di bawah Apartemen Regina berada. Ben, berpamitan dan keluar dari lift.
"Terima kasih ya sudah izinkan aku ikut pulang hari ini"
"Iya Re, santai saja"
Pintu lift kembali tertutup, Regina kembali memikirkan tentang Arian. Sudah pasti akan ada kemarahan besar hari ini.
"Ah, apa yang akan dia lakukan ya?"
Bersambung
semoga reghina slalu baik baik dan kandungan nya sehat,,,Samuel beri perlindungan pada reghina..takut ada yg mencelakai nya
Mungkin ada keajaiban esok hari