Asih begitu mencintai Rahmat, sampai sang biduan yang begitu terkenal dengan suara indahnya itu rela menyerahkan mahkotanya kepada pria itu. Sayangnya, di saat ada biduan yang lebih muda dan geolannya lebih aduhay, Rahmat malah berpaling kepada wanita itu.
Saat tahu kalau Asih mengandung pun, Rahmat malah menikahi wanita muda itu. Asih tersingkirkan, wanita itu sampai stres dan kehilangan calon buah hatinya.
"Aku akan membalas perbuatan kamu, Rahmat!"
Bagaimana kehidupan Asih setelah mengambil jalan sesat?
Gas baca, jangan ketinggalan setiap Mak Othor update.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
Bu Lurah dari awal Rahmat berhubungan dengan Asih tidak pernah setuju, karena dia menganggap kalau Asih itu hanya anak yatim piatu yang tidak bisa diandalkan. Wanita itu bisa memiliki harta karena jadi biduan.
Menurutnya kedudukan biduan itu sangatlah rendah, karena memang ada beberapa biduan yang rela menjual diri demi mendapatkan uang yang banyak, tapi tak semuanya.
Dalam waktu 5 tahun Asih bisa merenovasi rumah orang tuanya yang tadinya jelek menjadi bagus, Asih juga mampu membeli motor beserta mobil.
Bu Lurah berpikiran selain mendapatkan uang dari hasil menyanyi, Asih mendapatkan uang dari beberapa lelaki yang mau tidur dengan wanita itu.
Berbeda dengan Mirna, walaupun wanita itu sempat menjadi biduan sebelum menikah dengan Rahmat, tetapi Mirna merupakan anak perangkat desa dan menurut bu Lurah wanita itu sangat pantas untuk menjadi menantunya.
Sejak saat dia menghina wanita itu, bu Lurah sempat berpikir kalau Asih tak akan muncul lagi di hadapannya. Namun, perkiraannya sangatlah salah.
Kini Asih justru datang di hadapannya dengan penampilan yang menurutnya luar biasa, penampilan wanita itu sangatlah elegan dan menarik perhatian banyak orang.
Dia tak suka, terlebih lagi ketika melihat tatapan mata dari suaminya. Bu Lurah sangat tidak suka, dia merasa kalau suaminya itu sudah kepincut biduan cantik itu.
"Ayah! Kenapa liatin Asih terus?"
Bu Lurah yang merasa kesal langsung menjewer telinga pak Lurah, pria itu sampai meringis kesakitan akibat dari perbuatan istrinya tersebut.
"Aduh, Bun. Sakit, kenapa telinga Ayah dijewer?"
Bukannya menjawab pertanyaan dari suaminya, bu Lurah langsung memelototkan matanya. Dia merasa kesal karena suaminya itu tidak peka terhadap kemarahannya.
"Ayah salah apa sih, Bun? Kenapa Bunda kok kayaknya marah banget sama Ayah?"
"Bagaimana Bunda nggak marah sama Ayah, kalau sejak tadi Ayah liatin Asih terus. Ayah kayak yang tergila-gila banget sama wajah cantik Asih, iler Ayah aja hampir mau menetes tuh!" sengit Bu Lurah.
Pa Lurah salah tingkah mendengar apa yang dikatakan oleh istrinya, dia berusaha untuk merayu istrinya yang saat ini sedang marah kepada dirinya itu.
"Mana ada kaya gitu, Bunda itu paling cantik di dunia. Badannya gemoy lagi, bikin tambah betah. Goyangannya juga mantap, mana mungkin Ayah berpaling kepada wanita lain. Apalagi sama Asih, dia bekas anak kita."
Bu Lurah tentu saja tidak bisa percaya begitu saja dengan apa yang dikatakan oleh suaminya, karena tatapan mata pria itu begitu liar saat memandang Asih.
"Awas saja kalau kelihatan sama Bunda, Ayah nonton dia nyanyi. Bunda sunat," ancam Bu Lurah.
"Waduh! Ayah ga berani," ujar Pak Lurah.
"Lagian heran banget Bunda tuh, udah jauh-jauh mesen orkestra dangdut dari kota, tapi penyanyinya malah si Asih dari kampung kita." Bibir Bu Lurah monyong karena kesal.
Keduanya terus aja berdebat di Asih yang sedang bernyanyi dengan suara merdunya, Asih tidak bergoyang heboh seperti biduan panggung pada umumnya.
Justru wanita itu tampil seperti artis ternama dengan bayaran mahal, gayanya begitu elegan. Hal itu membuat para tamu undangan yang datang ikut bergoyang-goyang dan bernyanyi.
Bahkan, ada beberapa orang yang naik ke panggung dan berani memberikan saweran banyak. Asih sampai kesulitan untuk memegang uang saweran.
"Yang! Kenapa Mbak Asih yang nyanyi?"
Ternyata yang melayangkan protesnya bukan hanya bu Lurah saja, ternyata saat ini Mirna juga sedang melayangkan protesnya sambil menatap suaminya itu dengan tatapan tajamnya.
Rahmat tentu saja tidak suka mendapatkan tatapan seperti itu dari Mirna, karena dia merasa seperti tersangka. Padahal, konsep pernikahan yang dia buat sudah sesuai dengan keinginan istrinya tersebut.
Dari mulai baju yang mereka kenakan tentunya atas kemauan Mirna, semua yang diinginkan oleh wanita itu untuk pernikahan mereka hari ini merupakan aturan dari Mirna.
"Loh, kok nanya aku? Bukannya kamu yang minta sama Ayah Bunda aku buat ngundang orkestra dari kota itu?"
"Iya sih! Tau Mbak Asih penyanyinya aku nggak bakalan mau undang orkestra dari kota," ujar Mirna.
Dia merasa kesal setengah mati karena Asih bisa bergabung dengan orkestra dari kota tersebut, Mirna lebih kesal lagi karena penampilan Asih dirasa begitu memukau dan luar biasa.
"Kenapa dia bisa cantik banget kayak gitu sih?"
Rahmat yang sedang fokus menatap wajah Asih menolehkan wajahnya ke arah istrinya, dia melihat raut tidak suka di wajah istrinya tersebut.
"Hah? Maksudnya?"
"Liat tuh! Mbak Asih hari ini kok cantik banget? Wajahnya ayu banget, bajunya juga apik banget. Apa dia sengaja nyanyi di sini buat godain kamu?" tanya Mirna yang langsung menolehkan wajahnya ke arah Rahmat dengan tatapan tajamnya.
"Ya ampun, Sayang. Kamu tuh suudzon terus, bisa saja itu tuntutan dari orkestra yang saat ini dia naungi."
Tatapan mata Mirna semakin tajam saja, dia bahkan mengeratkan giginya dengan rahangnya yang mengeras. Kesal sekali karena sejak tadi Rahmat dirasa begitu membela Asih.
"Jangan bilang kamu itu masih suka banget sama dia?"
"Eh? Maa ada, kamu tuh segalanya." Rahmat menjawab sambil meringis karena dia menyadari kalau Asih ternyata memang lebih cantik dari Mirna.
Asih begitu lembut dari Mirna, selama 5 tahun berpacaran dengan Asih, Rahmat tidak pernah dibentak sama sekali. Walaupun dia melakukan kesalahan, Asih akan begitu pengertian dan memaafkan dirinya. Jauh sekali dengan Mirna.
'Kenapa aku bisa kepincut oleh Mirna? Padahal Asih sangat cantik dan juga menggoda, duh! Geolannya bikin pengen naik ke panggung dan bawa dia ke kamar,' ujar Rahmat dalam hati.
"Katanya aku tuh segalanya, tapi mata kamu ngelirik Asih terus!" kesal Mirna.
Rahmat dengan cepat memfokuskan matanya untuk menatap wajah istrinya, selalu dia menangkup kedua pipi istrinya tersebut, dia bahkan mengecup bibir Mirna sekilas.
"Ya ampun, Sayang. Kamu itu jangan cemburu sama Asih, aku kalau liat dia wajar dong. Bukan karena aku masih cinta kepada dia, bukan karena aku tergoda sama dia. Tapi, sayang aku udah bayar dia mahal tapi orkestra yang aku bayar tidak aku tonton."
Mirna tak menjawab apa yang dikatakan oleh Rahmat, wanita itu malah memilih duduk di pelaminan dengan perasaan kesal yang luar biasa. Sesekali dia aka menatap ke arah Asih yang saat ini sedang bernyanyi sambil menggoyangkan pinggulnya dengan gerakan yang pelan tapi mampu membuat setiap mata yang melihatnya seolah tak ingin memutuskan pandangan.
'Kenapa dia bisa kembali nyanyi lagi? Bukannya aku sempat dengar kalau dia depresi ya setelah ditinggalkan Rahmat?' tanya Mirna tak suka, tapi hanya mampu dia tanyakan di dalam hati saja.
niat hati mau menutupi perbuatannya justru dengan kata-katanya malah menunjukkan kalau pak lurah ada sesuatunya dengan Mirna... ini kayak senjata makan tuan... wkwkwkwkwkwk....
jadi bukannya Rahmat percaya, dia malah makin curiga...
banyak-banyakin minum air putih kak...