Pergolakan bathin , antara dendam dan kebenaran seorang anak manusia di masa itu.
Dengan segala kelemahan nya yg membuat diri nya terasa begitu di rendahkan oleh orang sekelilingnya.
Bahkan tanpa kemampuan apa pun , ia amat begitu menderita.
Hingga pada waktu nya , diri nya menemukan keberuntungan yg tidak terhingga,.
Apa yg selanjut nya terjadi ,,..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zakaria Faizz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#8 Baru.
Belum terlalu lama kedua orang perwira Pajang ini berada di halaman, di kejauhan terdengar derap langkah kaki kuda yg seperti nya bergerak menuju induk kademangan ini.
Bersamaan itu pula terdengar bunyi suara kentongan titir yg saling bersahutan.
" Tampak nya mereka sudah datang adu Jumawa, sebaik nya kita bersembunyi , agar mereka tidak merasa sedang kita jebak dan perintahkan juga kepada tiga orang kita untuk sementara tidak menampak kan diri " ucap Rangga Banrasena.
" Baik kakang !" sahut Rangga Jumawa.
Ia dengan sebuah isyarat memerintahkan kepada tiga orang prajurit Pajang yg lain untuk segera bersembunyi, dan dengan sangat cepat mereka melakukan hal tersebut.
Sementara itu para penghuni induk kademangan ini semakin berdebar-debar dengan suara derap langkah kaki kuda yg semakin mendekat ini, nampak nya jumlah nya pun cukup banyak.
Tidak terlalu lama , suara langkah kaki kuda itu pun tiba di banjar kademangan , yg memang masih banyak orang yg berada di sana, selain para pengawal kademangan , ada juga warga kademangan yg ingin melihat siapa kah yg datang itu termasuk juga dengan Danurwedha dan Parta.
Mereka berada di salah satu sudut halaman banjar kademangan yg cukup luas ini tempat nya memang sangat gelap di tambah pula ada nya pohon sawo kecik yg tengah berbuah dengan pohon nya yg cukup rimbun dedaunan nya.
Dua bocah yg beranjak remaja ini melihat dan menghitung jumlah kuda yg datang ini.
" Ada lima belas ekor !" bisik Parta kepada Danurwedha.
" Cukup banyak juga jumlah nya " sahut Danurwedha menanggapi teman nya ini.
Mata mereka tertuju ke tengah halaman banjar kademangan ini yg di terangi oleh beberapa buah obor yg sedang menyala, sedang malam itu suasana dan cuaca cukup cerah, di langit banyak terdapat bintang yg berkerlipan.
Namun hati para penduduk kademangan Prambanan ini semakin bertambah gelisah dengan kehadiran para penunggang kuda ini.
" He !, mana itu Ki Demang, cepat serahkan semua permintaan ku itu, kalau ingin nyawa nya selamat "
Suara dari salah seorang penunggang kuda yg berada paling depan itu dengan cukup keras, suara nya tampak berisi sebuah ilmu tenaga dalam yg tinggi.
" Aduh,..jantung ku,..tt,.te,..ra,.sa,..sakit,..ttto,..long aku,.."
Danurwedha mendadak menjadi terkejut melihat Parta yg tiba-tiba ambruk di sebelah nya, ia pun sebenar nya merasakan apa yg di rasakan oleh sahabat nya ini, namun masih mampu bertahan dengan cukup baik berkat latihan-latihan yg telah di ajarkan oleh guru nya , kakek Tohsara.
Sempat kebingungan juga ia, namun dengan cepat ia meraih tubuh Parta dan menggendong nya seraya membawa nya pergi dari tempat itu.
Ia membawa tubuh Parta ke dalam rumah Ki Demang dari jalan belakang dan menjauhi tempat itu.
Para pengawal kademangan yg melihat ada orang yg datang segera saja bertanya,
" Siapa!, apa yg sedang kau lakukan ?" tanya salah seorang pengawal kademangan kepada Danurwedha.
" Teman ku mendadak pingsan,..!" ucap Danurwedha .
" Siapa!, siapa teman mu itu ?" tanya pangawal kademangan tersebut yg memang tidak mengenali bocah yg berada di depan nya ini sambil menggendong tubuh Parta yg kepala nya sempat terkulai lemah.
" Eh,..ini adalah putra Ki Jagabaya " jawab Danurwedha begitu saja.
" Maksud mu Parta ,..!?" seru Pengawal kademangan ini terkejut.
" Iya,..Parta " sahut Danurwedha.
" Cepat,..bawa masuk !" seru Pengawal Kademangan ini dengan buru-buru.
Ia mempersilahkan Danurwedha untuk masuk dengan sambil membawa Parta yg masih saja tetap pingsan.
Orang-orang yg berada di bagian belakang rumah Ki Demang ini pun menjadi terkejut dan menjadi sangat sibuk guna membantu menyadarkan putra Ki Jagabaya itu.
Sedangkan Danurwedha sendiri menjadi tempat orang bertanya mengenai kejadian nya.
Bocah berambut gimbal ini menerangkan dengan sekena nya saja mengenai kejadian yg telah menimpa teman nya itu.
Sedangkan di halaman depan banjar kademangan sendiri, pemimpin penunggang kuda yg baru datang ini telah saling berhadapan dengan Ki Demang sendiri.
Dengan sambil memilin kumis nya, orang yg bersenjatakan sebuah golok besar ini memerintahkan kepada Ki Demang untuk segera mengumpulkan harta benda yg terdapat di dalam kademangan itu.
" Kau tidak bisa menolak Ki Demang, bila memang masih ingin melihat keluarga mu hidup, cepat segera kumpulkan harta kekayaan Prambanan ini dan langsung serahkan kepada ku, bukan kah orang ku telah mengatakan itu kepada mu ?" kata Pemimpin penunggang kuda itu sambil menarik krah pakaian Ki Demang.
Sehingga Ki Demang terlihat terangkat ke atas.
Walaupun sebenar nya tubuh Ki Demang tidak lah terlalu kecil, tetapi dengan begitu mudah nya orang itu mampu mengangkat nya ke atas.
" Turun kan aku,..!" seru Ki Demang meronta minta untuk di turunkan dan di lepaskan.
" Apakah kau telah menyediakan nya ?" tanya orang itu lagi.
" Sudah,..!" sahut Ki Demang
" Bagus, bawa lah kemari,.." kata orang itu lagi.
" Baik, tetapi lepaskan aku dulu " ujar Ki Demang.
Dan orang itu pun menurunkan serta melepaskan Ki Demang dari cengkeraman nya dan membiarkan ia masuk ke dalam rumah nya.
Sang pemimpin penunggang kuda ini segera mengedarkan pandangan mata nya menatap satu persatu orang-orang yg ada di tempat itu.
" Bukan kah kalian tidak keberatan memberikan upeti kepada ku,..ha,.ha,.ha,.jangan hanya kepada Jaka Tingkir saja kalian menyerahkan ulu bekti itu, aku pun berhak mendapatkan nya, kalau kalian ingin selamat, kalau tidak terserah,.malam ini seluruh kademangan ini pun dapat ku buat menjadi karang abang tanpa sisa,..ha,.ha,.ha.."
Sambil tertawa keras orang yg berkumis tipis itu mengerahkan tenaga dalam nya pada suara tawa nya ini.
Ternyata cukup tinggi ilmu nya, lima orang prajurit Pajang itu pun merasakan hal yg sama dengan seluruh penduduk kademangan ini.
Jantung mereka seolah di ketuk-ketuk oleh sebuah palu yg cukup besar, mereka pun segera mengerahkan tenaga dalam nya untuk melawan suara tertawa orang itu.
" Ternyata ilmu gelap ngampar orang ini sangat tinggi " sebut Rangga Jumawa.
" Benar adi Jumawa, pada pertemuan terakhir di alas mentaok, ilmu nya tidak lah setinggi ini, apakah ia semakin memperdalam.ilmu nya dan tidak melakukan perampokan hingga sekarang ini, berhati-hati lah adi Jumawa, kita menghadapi seorang Surojiwo yg tampak nya berbeda" ungkap Rangga Bantasena kepada teman nya itu.
" Baik kakang " ucap Rangga Jumawa.
Ia pun meminta izin untuk segera keluar sebelum Ki Demang keluar lagi menyerahkan apa yg telah diminta oleh pemimpin gerombolan rampok alas mentaok ini.
" Ki Demang !, jangan serahkan barang-barang itu,..orang ini sudah selayak nya ditangkap atas nama Pajang !?" seru Rangga Jumawa.
Di tangan perwira Pajang ini telah terdapat sebuah senjata tombak berlandean pendek.
Senjata nya itu ia arahkan kepada Surojiwo yg berniat ke kuda nya.
Ia pun membalik kan badan nya seraya berkata,
" Oo,..ternyata disini terdapat ****** penjilat Jaka Tingkir itu, seperti nya ia telah bosan hidup,.hehh,.ha,.ha,.ha,."
Ki Surojiwo pun tertawa-tawa setelah melihat siapa yg datang yg ternyata adalah seorang perwira Pajang dan hendak menghentikan aksi nya itu.
Suara tawa nya yg keluar semakin keras mengetuk dada Rangga Jumawa.
Perwira Pajang ini berusaha sekuat tenaga menahan serangan tersebut dengan mempergunakan tenaga dalam nya, ia berusaha menyalurkan hawa murni nya agar tidak merasakan kesakitan yg luar biasa pada bagian dada nya seolah ingin merontokkan jantung nya.
" Hah,..ha,.ha,.ha,.kau tidak akan mampu melawan ku,.segera lah angkat kaki dari sini, sebelum kemarahan ku pada puncak nya "
Kembali terdengar suara yg keras dengan di lambari aji gelap ngampar yg mendera tempat itu, keadaan di sekitar banjar kademangan dan juga rumah Ki Demang sendiri menjadi sasaran ilmu yg tidak terlihat itu dan hanya dapat di rasakan dari suara tertawa sang pemilik nya ini.
Ki Surojiwo semakin sering melepaskan tawa nya , dan akhir nya , banyak juga orang -orang yg ada di banjar kademangan ini terkena pengaruh nya dan jatuh pingsan karena nya.
" Cepat Ki Demang, serahkan barang-barang itu, sebelum batas kesabaranku habis " teriak nya dengan cukup keras.
Ki Demang sendiri yg baru keluar dari dalam rumah nya pun tampak sempoyongan dan hampir terjatuh karena pengaruh ilmu yg telah di lepaskan oleh Ki Surojiwo ini.
" Ragil!, cepat ambil !" teriak Ki Surojiwo kepada salah seorang anak buah nya.
" Baik kakang !" sahut seorang lelaki yg bertubuh gempal namun tidak terlalu tinggi postur badan nha.
Dengan cukup cekatan orang itu melompat turun dari punggung kuda nya dan berjalan hendak menghampiri Demang Prambanan yg baru saja hendak keluar dari dalam rumah nya itu.
" Hehh, kau tidak bisa seenak nya saja masuk ke dalam rumah itu, hadapi aku terlebih dahulu" seru Rangga Jumawa dengan memalangkan senjata nya ke arah orang yg bernama Ragil itu.
dan pada akhirnya jadi prajurit mataram
nggak sabar juga nunggu kedatangan si alap alap hitam dan ingin tahu bagaimana aksinya