Bai Xue nona muda keempat dari keluarga bangsawan Bai. Di asingkan di perbatasan saat usianya baru mencapai tujuh tahunan. Saat kembali ke Ibu Kota di usianya yang kesembilan belas tahun. Dia di jebak adik kelimanya, sehingga harus bermalam bersama Tuan muda kedua Jiang. Dan dengan terpaksa Bai Xue harus menikah menjadi Nyonya kedua di kediaman Jiang.
Di tahun ke tiga pernikahannya, wanita muda itu di temukan terbunuh dengan banyaknya sayatan di sekujur tubuhnya. Wajah cantiknya bahkan tidak lagi dapat di kenali.
Semua penderitaan yang ia jalani sepanjang hidupnya seperti mimpi menakutkan. Sehingga wanita muda itu dapat terbangun kembali dengan jiwa yang telah berpindah ketubuh gadis muda berusia enam belas tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri Wulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Salju pertama di waktu itu
Tatapan mata tajam itu perlahan menjadi teduh. Melihat kegigihan gadis di atas jembatan. Yang masih berusaha untuk bergerak sendiri tanpa bantuan orang lain. Sekalipun kerutan keningnya sudah menandakan rasa sakit yang kuat pada kedua kakinya. Dari arah lain dia juga melihat pria muda berlari mendekati gadis itu. Dengan jarak yang sangat jauh tentu dia tidak akan mampu mendengar apa yang mereka katakan. Tapi tatapan kebahagiaan itu ada di kedua mata mereka. "Ternyata dia istrinya," gumamnya. Dia ingat pria muda itu adalah ketua penyidik dari Ibu Kota. Yang juga ikut terlibat membantu menangani kasus pembunuhan di saat festival lentera di langsungkan.
Sedangkan Bai Qi yang telah melihat kakak keduanya mendekat dia melambaikan tangan dengan senyuman.
Tuan muda kedua Bai Muchen berlari kencang agar bisa segara menghampiri adik perempuannya. Tepat di hadapan adik keempatnya dia lansung berjongkok, "Kamu pasti sudah lelah."
Bai Qi tidak menolak keinginan kakak keduanya. Dia naik dengan mengaitkan kedua tangannya pada leher bagian depan Tuan muda kedua Bai Muchen.
"Tuan muda kedua, Nona muda sudah bisa berjalan sendiri menaiki anak tangga di jembatan." Jelas pelayan Lian yang sudah tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya.
"Benarkah? Qi er sangat hebat bisa berlatih dengan sangat baik," ujar Tuan muda kedua Bai Muchen. Dia juga ikut bahagia mendengar kabar baik ini. Pria muda itu menghentikan langkahnya melihat kearah langit. "Salju pertama sudah turun." Dia melirik kearah adik keempatnya. Melihat kerutan kening yang semakin jelas di wajah adiknya. Tuan muda kedua Bai Muchen sadar. Adik keempatnya telah menahan rasa sakit di kedua kakinya. Di tambah hawa dingin yang semakin kuat. "Pegangan yang erat." Dia berlari sekuat tenaga agar bisa segara sampai di kediaman.
Pelayan Lian juga berlari membawa kursi roda bersamanya.
Sesampainya di kediaman, Tuan muda kedua Bai Muchen membawa adiknya kembali kedalam kamarnya. Dia menempatkan gadis itu di tempat tidur dan mulai memijat perlahan kedua kaki adiknya itu. Sesekali dia melihat kearah kerutan kening yang cukup jelas di saat dirinya menekan pelan bagian kaki kanan Bai Qi. "Kakak akan memijatnya perlahan."
Bai Qi mengangguk dengan menahan rasa sakit.
Pelayan Lian datang bersama dua pelayan wanita lainnya. Membawa tungku berisi bara api untuk menghangatkan ruangan. "Kalian bisa kembali," ujarnya setelah semua tungku api di letakkan pada setiap ujung ruangan.
"Baik." Dua pelayan wanita berjalan pergi dari ruangan kamar.
"Kakak kedua belum beristirahat sejak semalam. Pasti sangat lelah. Aku sudah baik-baik saja. Tidak perlu khawatir," ujar Bai Qi menatap tidak tega. Karena kakaknya yang telah bekerja semalaman harus menjaganya lagi setelah pulang.
Tuan muda kedua Bai Muchen menatap kearah adiknya. "Kamu tidak tega melihat kakak?" Mengelus lembut kepala adiknya.
Bai Qi mengangguk.
Pria muda itu tersenyum senang. "Baik. Kakak akan segera beristirahat. Kamu juga harus memperhatikan kesehatan. Jangan terlalu memaksakan diri."
"Iya."
"Lian, jaga Nona muda dengan baik. Pastikan ruangan kamar tetap hangat," ujar Tuan muda kedua Bai Muchen sebelum melangkah pergi.
Beberapa lilin di nyalakan kembali agar bisa menerangi ruangan lebih baik. Gadis muda yang ada di atas tempat tidur menatap kearah jendela yang masih tertutup rapat. "Lian, buka sedikit saja pintu pada jendela. Aku ingin melihat salju yang ada dari luar."
"Baik." Pelayan Lian membuka kurang dari seperempat pintu pada jendela. "Nona muda." Berlari ingin membantu Nona mudanya bangkit. Namun dia di hentikan isyarat tangan Nona mudanya. Agar dia tidak membantu lebih jauh.
Bai Qi berjalan perlahan dengan kaki yang masih terasa lemah. Dia berusaha melangkah menuju kursi di samping jendela. "Iisss..." Desisnya pelan menahan rasa sakit sembari menempatkan tubuhnya pada kursi. Gadis itu membenarkan kedua kakinya agar bisa duduk lebih nyaman. "Lian, kamu pernah mendengar tentang keluarga paman pertama?"
Pelayan Lian yang ada di samping gadis itu cukup terkejut. Baru pertama kali Nona mudanya mengungkit Paman pertamanya. "Saya pernah mendengarnya di saat Tuan dan Nyonya membicarakannya."
"Bagaimana dengan Nona keempat Bai Xue? Kakak sepupuku? Apa kamu juga pernah mendengarnya?" Kabut tebal seperti telah menyelimuti kedua pandangan mata berbentuk aprikot. Hatinya masih terasa sakit di saat mengingat kembali bagaimana dia bisa mati.
"Di saat Nona muda masih koma. Nyonya dan Tuan juga pernah membicarakannya. Kabarnya Nona keempat Bai Xue melarikan diri bersama selingkuhannya. Sehingga harus berakhir di tangan kekasihnya sendiri." Jelas pelayan Lian memberikan informasi yang ia ketahui. "Kabar ini juga langsung membuat semua orang mengutuk, mencaci maki, juga menghina Nona keempat Bai Xue. Bahkan beberapa gadis muda dengan nama yang sama. Langsung mengganti nama mereka takut ikut terjerat dalam lingkaran kutukan."
Senyuman pahit terlihat di wajah Bai Qi. "Hari itu salju juga turun untuk pertama kalinya." Menatap sedih kearah butiran salju yang perlahan jatuh memenuhi halaman kediaman.
"Maksud Nona muda?"
"Di saat aku memejamkan kedua mata untuk terakhir kalinya. Tanpa mampu membukanya lagi. Hari itu salju pertama juga turun dari lubang pada bagian atap ruangan yang pengap. Beberapa tetes salju jatuh mengenai kening dan pipiku. Rasa dingin namun sejuk itu memberikan kehangatan untuk hati yang telah mati." Air matanya menetes. Bai Qi menekan dadanya kuat. Rasa sesak terasa mengikat hatinya semakin erat. Tangisannya pecah tidak mampu di bendung lagi.
"Nona muda." Pelayan Lian menjadi panik. Dia mendekat memeluk Nona mudanya dengan erat. "Tidak masalah. Nona muda bisa menangis sepuasnya. Lian akan selalu ada." Menepuk perlahan punggung Bai Qi.
Dari luar kamar Tuan muda pertama Bai Mingze yang berniat datang memberikan kue ketan langsung menghentikan langkahnya. Dia mendengar isak tangis adik perempuannya yang terdengar sangat menyesakkan.
"Ada apa?" Tuan muda kedua Bai Muchen yang ingin membawakan obat nyeri untuk adik perempuannya di hentikan kakak pertamanya.
"Kenapa hanya diam di luar. Ayo masuk, di sini sangat dingin." Tuan muda ketiga Bai Muyang di tahan kakak keduanya.
Mereka semua tidak berani melangkah lebih jauh setelah mendengar tangisan Bai Qi. Gadis itu sudah terlalu lama menahan rasa sakit di hatinya. Tentu harus di keluarkan agar tidak bertumpuk menjadi penyakit baru di dalam tubuhnya. Tuan muda pertama Bai Mingze memutuskan kembali membiarkan adik keempatnya menenangkan dirinya. Tuan muda kedua Bai Muchen juga mengikuti kakak pertamanya dan menarik adik ketiganya agar ikut pergi dari halaman kediaman Bai Qi.
Tangisan berhenti setelah gadis itu merasakan hatinya menjadi sangat lega. Semua rasa sakit seperti terlepas dari tubuhnya. Dia sandarkan tubuhnya pada pembatas kursi sembari menatap kearah luar ruangan yang sudah mulai terang. Cahaya matahari pagi terhalang awan yang telah mendatangkan butiran salju. "Sangat indah."
"Mungkin kue ketan sudah matang. Nona saya akan pergi mengambilnya," ujar Pelayan Lian.
"Baik," saut Bai Qi dengan senyuman.
Pelayan Lian pergi keluar meninggalkan Bai Qi yang masih diam menikmati suasana pagi dari celah pintu jendela.