Selamat Membaca kisah Key And Bian 💖💖
Takdir masa lalu Presdir Adiguna Group dan seorang model bernama Jesika, telah membuat sebuah benang kusut untuk kehidupan anak-anak mereka.
Key dan Bian dua manusia yang mengenal arti cinta dengan cara berbeda. Semua terasa sederhana jikalau itu hanya tentang rasa mereka berdua. Tentang cinta berbeda status, tentang orang ketiga. Namun takdir masa lalu orangtua telah menyeret mereka dalam hubungan rumit tentang penghianatan, tentang ibu yang tersakiti, tentang kebencian yang diwariskan.
Dan bagaimana kalau takdir masa lalu itu memunculkan seseorang, anak yang tak diketahui. Dari situlah rumitnya takdir masa lalu itu akan terurai.
Akankan cinta Key dan Bian bersatu menuju perayaan?
Akan ada banyak tawa dan bahagia, namun juga akan ada airmata.
selamat membaca 🤗🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaSheira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8. Kotak Bekal
Key menatap Bian dengan ekor matanya. Ini sudah hari kelima dari pertama kali ia datang dan makan mi instan bersama Anjas waktu itu. Ia selalu membeli mi instan, dua keripik singkong dan sebotol air mineral. Tidak bicara apa pun, dan juga tidak membereskan bekas sisa makanannya. Hari pertama dan kedua Key masih mengajak bicara dan menegurnya, namun laki-laki itu hanya menatapnya diam. Akhirnya, Key memutuskan untuk mengacuhkannya saja, lalu membereskan sisa makanannya setelah Bian pergi meninggalkan toko.
Hari ini jam sembilan, mini market masih banyak pelanggan. Dia sedang menikmati makan malamnya. Key melirik lagi sambil menghitung belanjaan pelanggan. Kenapa sebenarnya dia itu. Hidupnya kok rasanya sepi sekali. “Terimakasih Kak, silahkan datang kembali.” Key menyerahkan kantong belanjaan dan struk serta uang kembalian.
“Terimakasih kembali.” Dengan tersenyum ia membalas, lalu beranjak sambil membawa barang yang ia beli. Key merasa senang jika menjumpai pelanggan yang ramah. Setidaknya memperlakukannya layaknya manusia pada umumnya. Menyerahkan uang sambil tersenyum, atau sedikit mengucapkan terimakasih, hal sepele namun sangat besar dampaknya bagi penjaga kasir sepertinya. Merasa dihargai mungkin seperti itu.
Ragu, kakinya maju namun mundur lagi. Hatinya berdegup kencang. Antara takut dan kenapa ia harus perduli seperti bersatu di kawah hatinya. Ia semestinya tidak melakukannya. Tapi, akhirnya ia berjalan mendekat, sambil menguatkan keyakinan. “Kak Bian!” Key menyapa. Bian menoleh tanpa merubah ekspresi. Tampak bisu dan datar. “Kenapa makan mi instan setiap hari?” Hati-hati ia memilih kata, dan juga menggunakan nada suara sehalus mungkin.
“Memang kenapa?” Ketus, dengan wajah masam. Akhirnya, aku mendengar suaranya lagi. Batin Key. Tapi kenapa ketus sekali. Dan wajahnya itu, tidak bisakah sedikit saja tersenyum.
“Yaa.” Lama Key bergumam. “Itu kan makanan kurang sehat, enak memang, tapi kan tidak untuk dikonsumsi setiap hari. Kak Bian bisa makan pecel lele di depan, enak lho.”
“Apa sudah selesai bicara?” Masih ketus sambil berdiri.
“Hah.” Terkejut dan tidak bisa bicara lagi. Tidak tahu mau bicara apa.
“Aku mau pergi.” Langsung saja berlalu. Meninggalkan sampahnya begitu saja.
Key mendengus. “Ada apa dengannya, wajahnya tampan tapi menakutkan. Tidak tahu, aku mengumpulkan keberanian menyapa tadi. Memang sih, bukan urusanku kalau makan mi instan. Tapi kan ya jangan setiap hari. Lagi pula dia terlihat seperti orang kaya. Ah, orang tampan memang selalu terlihat kaya.” Jadi ia yang mengomel sendiri. Sambil membereskan sampah. Lalu ia bersiap untuk menutup toko.
Saat ia sudah mengunci semua pintu suara Basma terdengar.
“Mbak Key, sudah selesai?” Dia berlari mendekat dan menggandeng tangan Key. “Jalan aja yuk.”
“Memang belum ngantuk?” Sambil mengacak rambut adiknya.
Dia menggeleng pelan sambil tersenyum.
Sementara itu di sebrang jalan, di dekat gerbang Grand Land, Bian mengepalkan tangannya. “Kenapa sok baik bicara padaku, sudah punya pacar berondong begitu.” Satpam penjaga gerbang berdiri, saat melihatnya lewat, menyapa dengan sopan, Bian hanya mengangguk dan melambaikan tangan. Kemudian ia berjalan kaki menuju rumahnya.
...*** ...
Malam berikutnya tepat jam delapan. Pintu minimarket dibuka. Key berdiri dari duduknya di dekat kasir. “Selamat datang, selamat malam Kak.” Bian berhenti dan memandangnya sebentar. Namun tidak bicara apa-apa. Lalu dia pergi ke arah etalase. Menuju rak, mengambil mi instan, keripik singkong dan sebotol air mineral. Key melirik kotak bekal makanan yang sudah ia siapkan dari rumah. Sambal udang dan juga tumis brokoli dan wortel, yang ia masak sebentar tadi. Ragu, ia menimbang-nimbang. Apa benar ia akan melakukannya. Nanti kalau Kak Bian malah marah bagaimana. Ia malah jadi takut dengan reaksi yang akan ia dapatkan nanti. Sementara ia bingung dan belum mengambil keputusan, Bian sudah ada di hadapannya. Meletakan tiga barang yang selalu sama selama beberapa hari ini.
Key menghitung belanjaan. Mengambil air mineral dan keripik singkong. Tapi ia menggeser mi instan, mengambilnya dan meletakkannya di bawah meja kasir.
“Mi ?” Hanya satu kata, namun sinis sekali nadanya.
Key mengeluarkan kotak makannya. “Kak Bian bisa makan ini. Masakanku enak kok.” Key menyerahkan struk, uang kembalian. Memasukan keripik, air dan kotak nasinya ke dalam plastik. “Sudah beberapa hari makan mi instan, itu kan tidak baik.” Lalu menyerahkannya kantong plastik kepada Bian. Tanpa mendongakkan kepalanya. Dia tidak mau melihat reaksi wajah Bian. Tidak diduganya, tangan Bian terulur meraih kantong plastik. Lalu dia membawanya ke kursi , tempat dia biasannya menghabiskan mi instan di sana.
Key melirik.
Dia tidak memperhatikan lagi apa yang dilakukan Bian dengan kantong plastik itu, karena ada beberapa pelanggan yang datang, mengantri dan membayar. Dia menyapa dengan ramah dan selalu tersenyum sopan.
“Apa-apaan dia itu.” Bian Menatap makanannya. Nasi, sayur brokoli dan wortel, serta udang balado. Bian membisu dan menatap kotak bekal itu lama. “Apa dia memasukan racun ke makanan ini.” Pikiran liarnya menggelitik. “Kenapa juga? Memang aku membuatnya kesal. Ya aku memang mengacuhkannya.” m Dia berfikir lagi. “Atau dia suka padaku.” Mengambil sesendok dan akhirnya memasukan ke mulut. Suapan pertama dia telan juga. “Enak.” Dia makan lagi dan lagi.” Tunggu, bukannya dia punya pacar berondong yang setiap malam menjemputnya. Tidak mungkin kan dia suka padaku. ”Gerutunya bodoh. Dia membenci adegan setiap malam itu. Namun dia belum beranjak pergi kalau belum m melihat Key pergi bersama laki-laki yang ia simpulkan sebagai pacarnya.
Semua isi kotak bekal sudah berpindah ke perut Bian. Keripik singkong juga tandas. Dalam hati ia memaki dirinya sendiri, bagaimana mungkin ia benar-benar makan bekal gadis itu. Lagi-lagi dia meninggalkan sampah pembungkus kripik, dan botol air mineral begitu saja. Bahkan kotak makan Key juga, dibiarkan teronggok di meja. Dia berjalan mendekati kasir. Key sedang menghitung uang penjualan di mesin kasirnya. Mendongak kaget saat Bian sudah ada di hadapannya.
“Sudah selesai makannya Kak,” tanyanya sopan, sambil meletakan uang.
“Kenapa?” malah bertanya.
“Kenapa apanya?” Key bingung. “Makanannya enak kan?”
“Kenapa memberiku makan malammu?” Bian berdiri menunggu jawaban. Namun Key membisu, wajahnya tampak bingung, tidak tahu harus menjawab. “Apa kau bersikap seperti ini pada semua orang, kita bahkan belum seminggu bertemu.” Key Masih tergugu. Tidak bisa bicara apa-apa. “Kau bahkan sudah punya pacar, kenapa bersikap sok baik pada laki-laki lain!” Kalimat yang terakhir bahkan intonasinya lebih keras dari kalimat sebelumnya. Penegasan kalau Bian merasa marah.
Key bangun. Mulutnya menganga bingung. Bian pergi berlalu tanpa berpaling lagi.
“Apa-apaan laki-laki itu. Kenapa berteriak padaku!” Key ikutan emosi. "Aku cuma kasihan karena setiap hari dia makan mi instan. Dan pacar, siapa yang punya pacar. Dasar orang aneh.” Sambil menggerutu ia berjalan ke arah kursi tempat tadi Bian makan. “ Bahkan dia menghabiskan makannya. Kenapa mengomel tidak jelas, bukannya berterimakasih.“ Marah ia meremas kantong keripik dan memasukan kotak makannya ke dalam plastik. Berdiri sebentar dan mengingat kembali kata-kata Bian.”Aaaaa, aku jadi kesal sekali.”
Key sudah menutup pintu minimarket. Dia lalu duduk di warung tenda Mang Pandi menunggu Basma datang. Tidak selang berapa lama Basma muncul juga.
“Pergi dulu Mang, Basma sudah datang.”
“Ia Key, hati-hati ya.”
“Ia Mang.”
Mereka bergandengan tangan, berjalan menyusuri trotoar.
“Sudah selesai buat siomaynya?”
“Sudah Mbak. Kulit siomaynya sudah habis.”
“ mIa ya. Buat besok aja deh. Hari ini mau tidur, capek.”
Ditemani malam yang semakin larut mereka menyusuri trotoar, ada sepasang mata yang terus memperhatikan mereka, sampai pandangannya tak bisa menangkap lagi, ia berjalan memasuki gerbang Grand land.
Langit malam tampak terang malam ini. Ada beberapa bintang yang berkedip-kedip. Jalanan masih ramai, angkot juga sebenarnya masih terlihat menaikkan penumpang. Namun mereka memilih menyusuri trotoar. Sambil bergandengan tangan seperti sepasang kekasih jika orang melihat.
“Bas, mau hp baru?” tanya Key tiba-tiba.
“ mKenapa? Mbak mau beli hp baru.” Sambil menggoyangkan tangan mereka tinggi-tinggi.
“Bukan buat Mbak, buat kamu. Sekarang ini kan zamannya smartphone canggih, Bas ingin juga kan, punya Basma kan mbudah keluaran lama?” Ucap Key pelan, mencoba untuk tidak merasa terbebani.
“Tidak,” katanya jelas.
“Benar?”
“Ia.”
“Mbak belikan nanti kalau habis bagi rapor gimana, sebagai hadiah kenaikan kelas. Seminggu lagi kan?”
“Kalau Mbak beli sepasang, aku baru mau pakai.” Berhenti sebentar, saling berpandangan. Lalu kembali melanjutkan perjalanan.
“Mbak nggak perlu Bas, cuma dagang siomay buat apa smartphone. Kamu yang sekolah, bisa dipakai buat internetan”
“Berhenti memikirkan tentangku, Mbak sudah bekerja keras selama ini. Jadi aku akan sangat bahagia, kalau Mbak membeli sesuatu untuk diri Mbak sendiri, membayar kerja keras yang sudah Mbak lakukan.”
“Kenapa? Sumber kebahagiaan Mbak ya kamu.”
Basma menoleh. Wajahnya terlihat sedih. Key memang sangat menyayanginya. Sebagai seorang adik. Dan itu yang menyiksanya selama ini. Dia tidak bicara lagi, apa pun yang ia katakan tidak merubah keputusan Key. Masih bergandengan tangan, namun mereka terdiam dengan pikiran masing-masing sampai ke rumah.
Bersambung.....
"Bagaimana ini, seharusnya aku membayar nasinya juga kan. besok dia akan bawa lagi nggak ya." @Bian
Terima kasih tuk karya yg berkesan cantik..
kamu bisa di tegor atasan mu key🤣