Arya Satria (30), seorang pecundang yang hidup dalam penyesalan, mendapati dirinya didorong jatuh dari atap oleh anggota sindikat kriminal brutal bernama Naga Hitam (NH). Saat kematian di depan mata, ia justru "melompat waktu" kembali ke tubuh remajanya, 12 tahun yang lalu. Arya kembali ke titik waktu genting: enam bulan sebelum Maya, cinta pertamanya, tewas dalam insiden kebakaran yang ternyata adalah pembunuhan terencana NH. Demi mengubah takdir tragis itu, Arya harus berjuang sebagai Reinkarnasi Berandalan. Ia harus menggunakan pengetahuan dewasanya untuk naik ke puncak geng SMA lokal, Garis Depan, menghadapi pertarungan brutal, pengkhianatan dari dalam, dan memutus rantai kekuasaan Naga Hitam di masa lalu. Ini adalah kesempatan kedua Arya. Mampukah ia, sang pengecut di masa depan, menjadi pahlawan di masa lalu, dan menyelamatkan Maya sebelum detik terakhirnya tiba?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon andremnm, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 25. pertempuran di stasiun dua...
Lokomotif Tua itu meraung, membawa Maya, Dion, dan Arya semakin dekat ke Stasiun Dua. Stasiun ini adalah pos penjagaan yang tidak terhindarkan, dan mereka tahu Naga Hitam sedang menunggu. Kabin lokomotif kini dipenuhi bau oli, debu, dan antiseptik.
Dion bekerja dengan cepat, menghubungkan kembali kabel di dalam panel kontrol, memprogram ulang sistem pelepasan asap. Ia harus memastikan pelepasan asap dan uap panas darurat terjadi secara simultan dan terarah.
Dion: (Berbicara keras) "Selesai! Aku menghubungkan saluran uap panas mesin diesel ke saluran pelepasan asap! Aku akan mengaktifkannya dengan tuas darurat yang sama. Tapi ini hanya akan bekerja selama sepuluh detik, Maya! Uap panasnya akan cepat habis!"
Maya: "Sepuluh detik sudah cukup. Kita harus melewati Stasiun Dua dalam waktu kurang dari lima belas detik. Dion, kau jaga kecepatan. Aku akan berada di sisi Arya dan bersiap untuk bertindak."
Maya kembali ke belakang, memeriksa kondisi Arya. Demam Arya telah mencapai puncaknya. Ia gemetar, dan balutan di bahunya basah oleh keringat.
Lokomotif Hantu bergerak menjauhi Stasiun Dua, meninggalkan kekacauan dan asap tebal. Di dalam kabin, suasana berubah menjadi krisis yang sunyi. Arya tidak sadarkan diri.
Maya: (Mengecek suhu tubuh Arya, wajahnya panik) "Dion, demamnya terlalu tinggi. Dia tidak responsif. Kita harus mengeluarkannya dari sini sekarang juga!"
Dion: (Mengendalikan kereta, sambil menoleh ke belakang) "Aku tidak bisa berhenti, Maya! Stasiun Tiga sudah dekat! Jika kita berhenti sekarang, mereka akan mengirim helikopter dan tim pelacak dari Stasiun Dua dalam waktu sepuluh menit!"
Maya: "Tapi dia butuh air! Dia dehidrasi parah! Luka tembaknya bisa memicu sepsis! Kita harus segera mengeluarkan peluru itu secara profesional. Ini sudah berhari-hari!"
Dion: "Aku tahu! Tapi kita tidak punya bahan bakar untuk mencapai Serang jika kita berhenti di tengah jalan! Stasiun Tiga adalah satu-satunya tempat Surya menyimpan persediaan solar militer cadangan!"
Mereka berdua dihadapkan pada dilema yang mengerikan: Mengorbankan waktu berharga untuk nyawa Arya, atau mengorbankan nyawa Arya demi kelangsungan misi dan kelangsungan hidup mereka berdua.
Dion: "Maya, kita harus pergi ke Stasiun Tiga. Kita lakukan secepat mungkin. Kita isi bahan bakar, dan kita teruskan perjalanan ke Serang. Kita hanya punya satu suntikan pereda nyeri terakhir untuknya. Simpan itu sampai kita mencapai batas akhir."
Maya, meskipun hatinya hancur, tahu Dion benar secara taktis. Mereka tidak bisa menyelamatkan Arya jika mereka semua mati di hutan.
Maya: (Mengangguk tegas) "Baik. Kita pergi ke Stasiun Tiga. Berikan aku hitungan mundur ketika kita sampai. Aku yang akan keluar. Kau yang menjaga kereta."
Dion: "Kenapa kau? Aku lebih cepat dalam berlari."
Maya: "Karena aku lebih baik dalam menggunakan senjata. Dan kita tidak tahu berapa banyak orang yang menunggu kita di sana. Stasiun Tiga harus menjadi tempat pengisian cepat, bukan pertempuran."
Setelah dua puluh menit perjalanan menegangkan, Stasiun Tiga terlihat di kejauhan. Stasiun ini tampak lebih besar dari Stasiun Dua, dikelilingi oleh gudang penyimpanan tua.
Dion: (Mengerem Lokomotif Hantu perlahan) "Stasiun Tiga terlihat sepi. Tapi jangan tertipu. Surya bilang gudang bahan bakar berada di ujung rel, di belakang gudang penyimpanan air."
Maya: "Rencananya: Kita hentikan kereta di dekat gudang air. Aku turun, berlari ke gudang bahan bakar, ambil persediaan yang Surya simpan, dan segera kembali. Kau nyalakan mesin kereta dan tunggu. Jangan matikan mesinnya!"
Dion menghentikan lokomotif. Suara mesin diesel yang bergemuruh adalah satu-satunya suara di keheningan Stasiun Tiga.
Dion: "Aku akan menunggumu. Lima menit, Maya. Jika kau tidak kembali, aku harus pergi."
Maya: (Mengambil senapan tua) "Lima menit. Aku mengerti."
Maya mencium kening Arya yang terbakar. "Bertahanlah, Kapten. Aku akan membawamu pulang."
Maya melompat turun dari lokomotif. Ia bergerak cepat, menyusuri sisi gudang penyimpanan. Stasiun Tiga terasa mati dan berhantu.
Ia menemukan gudang bahan bakar yang dimaksud Surya. Pintunya dikunci dengan gembok besar.
Maya: Surya pasti meninggalkan kunci cadangan.
Maya mencari di bawah pot bunga yang kering di samping pintu. Ia menemukan sebuah kunci cadangan kecil yang sudah berkarat. Surya selalu selangkah lebih maju.
KLIK!
Gembok terbuka. Maya masuk ke dalam gudang. Bau solar militer langsung menusuk hidungnya. Di sudut, terdapat sebuah drum minyak besar dan beberapa jeriken kecil.
Maya: "Sempurna."
Ia segera mengisi penuh empat jeriken kecil, tahu bahwa ini adalah bahan bakar yang cukup untuk perjalanan panjang mereka ke Serang.
Tepat ketika Maya selesai mengisi jeriken terakhir, suara peluit keras terdengar dari arah jalur kereta.
Suara Naga Hitam (Jauh): "PERHATIAN! KERETA ITU BERHENTI DI STASIUN TIGA! KEPUNG GUDANG BAHAN BAKAR!"
Mereka sudah tiba! Tim Naga Hitam dari Stasiun Dua dan tim pendukung telah mengejar mereka dengan cepat.
Maya: (Mengecek denyut nadi Arya) "Arya, kau harus tetap sadar. Kita akan melewati Stasiun Dua. Kau harus memberitahu kami, di mana letak menara air itu!"
Arya: (Membuka mata dengan susah payah, setiap kata adalah perjuangan) "Menara air... di tikungan pertama. Sebelum stasiun. Penembak jitu... berada di... ketinggian tiga meter... di atas atap menara. Jarak tembak... maksimal 50 meter. Di sanalah... mereka akan... menembak..."
Dion: (Berteriak dari depan) "Tikungan tajam, Maya! Aku tidak bisa melihat apa-apa! Berikan aku hitungan mundur!"
Maya: "Oke! Stasiun Dua berada di balik tikungan ini. Begitu aku melihat menara air, aku akan berteriak! Kau harus menarik tuas itu tepat saat kita sejajar dengan menara!"
Mereka memasuki tikungan yang berliku. Rel itu berderit dan lokomotif tua itu miring, mengancam untuk tergelincir.
Dion: (Mengerang, menahan tuas) "Aku tidak bisa menahan lokomotif ini lebih lama lagi! Kita harus segera keluar dari tikungan ini!"
Maya: "Tahan, Dion! Tahan!"
Mereka keluar dari tikungan, dan Stasiun Dua terlihat. Itu adalah bangunan bata tua yang dikelilingi pagar kawat berduri.
Di samping stasiun, berdiri sebuah Menara Air yang sudah berkarat. Di puncaknya, terlihat siluet seorang penembak jitu sedang membidik ke arah rel!
Maya: (Berteriak keras) "MENARA AIR! SEKARANG, DION!"
Dion menarik tuas darurat merah.
FUUSSSHHH! HISSSS!
Asap tebal dan uap panas mesin diesel menyembur kuat dari sisi lokomotif, menciptakan dinding visual dan termal yang luar biasa. Uap panas itu secara khusus diarahkan ke menara air, seperti yang diinstruksikan Arya.
Penembak jitu itu menjerit kaget saat semburan uap panas dan asap tebal tiba-tiba menyelimutinya. Bidikannya hancur!
Pemimpin Penjaga (Dari stasiun): "APA-APAAN ITU?! TEMBAK KERETA ITU! TEMBAK RODANYA!"
Suara tembakan senapan otomatis terdengar beruntun, mengenai badan lokomotif yang terbuat dari baja tebal. Peluru-peluru itu memantul.
Dion: "Pelindung baja tua itu berhasil menahan! Maya! Kita harus membalas serangan!"
Maya: "Tidak ada waktu! Kita sudah lewat!"
Lokomotif itu melaju kencang melewati Stasiun Dua yang kacau. Di belakang mereka, terlihat kobaran api kecil yang disebabkan oleh tembakan beruntun Naga Hitam yang salah sasaran mengenai semak-semak kering.
Mereka lolos.
Dion: (Menghela napas dalam-dalam, gemetar) "Kita berhasil! Kita lolos dari Stasiun Dua!"
Maya: "Ya, kita berhasil! Sekarang, Stasiun Tiga dan bahan bakar! Arya, bagaimana kondisimu?"
Arya tidak menjawab. Matanya terpejam erat, dan tubuhnya tidak bergerak. Demamnya mencapai titik kritis.
Maya: (Panik, memeriksa denyut nadinya) "Arya! Arya, kau mendengarku?!"
Arya tetap diam. Detak jantungnya sangat lemah. Mereka telah memenangkan pertempuran kecil ini, tetapi mereka mungkin kehilangan Kapten mereka.
Di dalam Gudang Bahan Bakar yang gelap, Maya membeku saat mendengar teriakan tim Naga Hitam. Ia hanya punya waktu nol detik. Ia harus membawa empat jeriken penuh solar dan kembali ke lokomotif, di mana Dion menunggu dengan cemas.
Maya: Lima menit habis. Mereka ada di sini.
Maya meraih dua jeriken pertama dan bergegas keluar dari gudang. Tepat saat ia melangkah keluar, dua anggota tim Naga Hitam bersenjata lengkap muncul dari balik gudang penyimpanan air.
Naga Hitam 1: "BERHENTI! JATUHKAN JERIKEN ITU!"
Maya tidak menjawab. Ia menjatuhkan dua jeriken solar itu ke tanah, menyebabkan solar tumpah dan membasahi tanah di antara dirinya dan musuh. Kemudian, ia mengangkat senapan tua milik Surya.
DOR!
Tembakan itu nyaring dan memekakkan telinga. Peluru itu mengenai bahu Naga Hitam 1, melumpuhkannya. Naga Hitam 2 segera membalas tembakan.
TRAT-TAT-TAT!
Maya berlindung di balik drum minyak besar. Peluru menghantam baja drum, menghasilkan denting logam yang mengerikan.
Dion: (Berteriak panik dari Lokomotif) "MAYA! CEPAT! AKU HARUS PERGI!"
Maya tahu ia tidak bisa membuang waktu. Ia berlari kembali ke dalam gudang, mengambil dua jeriken sisanya, dan menemukan korek api di saku jaketnya (sisa-sisa persediaan Surya).
Maya: "Jika aku tidak bisa mengalahkan mereka, aku akan membakar jalanku!"
Maya menyalakan korek api dan melemparkannya ke genangan solar yang ia tumpahkan tadi.
WUSSSHHH!
Api besar langsung menyambar, menciptakan dinding api yang memisahkan Maya dari Naga Hitam.
Naga Hitam 2: "Sial! Mundur! API! JANGAN BIARKAN API MENGENAI DRUM!"
Maya menggunakan waktu luang ini. Ia berlari secepat mungkin, membawa dua jeriken solar yang tersisa. Ia tidak berani menoleh ke belakang.
Ia mencapai lokomotif, melompat ke kabin.
Dion: "Maya! Kau berhasil! Tapi mereka ada di belakang kita!"
Maya: "Dion! Isi bahan bakar sekarang! Cepat!"
Dion membuka penutup tangki bahan bakar cadangan di samping kabin. Mereka menuangkan solar militer itu secepat mungkin.
Di belakang mereka, Naga Hitam 2, yang marah, mulai menembaki mereka lagi, peluru-peluru menghantam badan Lokomotif.
TRAT-TAT-TAT!
Maya: "Selesai! Dion! JALANKAN KERETA SEKARANG!"
Dion menarik tuas throttle dengan kekuatan penuh. Lokomotif itu, kini bertenaga penuh dengan solar cadangan, meraung keras. Roda-roda berputar di tempat, menyeret gerbong-gerbong tua.
Dion: "Mereka terlalu dekat! Mereka akan melompat ke kereta!"
Tiga anggota Naga Hitam berlari kencang, berusaha mengejar lokomotif yang bergerak lambat di awal.
Maya: (Mengambil jeriken kosong yang masih berbau solar) "Dion! Arahkan lokomotif ke tikungan itu! Aku akan memberikan mereka hadiah perpisahan!"
Saat lokomotif mulai mendapatkan momentum dan mencapai tikungan rel, Maya melemparkan jeriken kosong itu, yang masih mengandung sisa solar, ke arah tim Naga Hitam yang mengejar. Kemudian, ia mengambil senapan tua Surya, membidik ke jeriken yang jatuh.
DOR!
Tembakan itu akurat! Jeriken itu meledak kecil dan sisa solar menyambar api, menciptakan dinding api kedua di belakang lokomotif, menghalangi pengejar yang putus asa.
Dion: "Luar biasa, Maya! Mereka terhenti!"
Lokomotif Hantu itu kini melaju kencang, akhirnya mencapai kecepatan penuh, meninggalkan api dan kekacauan di Stasiun Tiga.
Mereka telah berhasil mendapatkan bahan bakar, tetapi harga yang harus dibayar sangat mahal.
Maya: (Berbalik, air matanya bercampur debu) "Arya! Kita sudah aman! Kita punya bahan bakar!"
Arya masih terbaring diam. Maya segera menyuntikkan pereda nyeri terakhir yang mereka simpan ke lengan Arya. Detik-detik berlalu, tetapi Arya tetap tidak menunjukkan reaksi.
Dion: "Dia... dia tidak merespons! Apa yang terjadi?"
Maya: "Arya sekarang berada di antara hidup dan mati, Dion. Kita harus mencapai Serang. Kita harus menemukan kontak Arya. Jika kita tidak menemukannya, dia akan mati di dalam kereta ini."
Perjalanan mereka kini bukan lagi tentang melarikan diri dari Naga Hitam, tetapi tentang balapan melawan waktu dan kematian Arya.