DARI IPHONE, MENDADAK JADI NOKIA JADUL? OMAIGAD, ADA APA DENGAN JAMAN INI?
Mario, Brian, dan Cavin. Tiga remaja milenial pemuja teknologi, Game Online, Gadget, sekaligus penyembah sekte Google tiba-tiba masuk ke sebuah portal.
Yang membawa mereka akhirnya kembali ke tahun 2001, tahun dimana bahkan mereka pun belum lahir. Mereka yang sudah SMA tiba-tiba menjadi anak SMP ditahun tersebut.
Mereka terpaksa hidup dengan teknologi yang masih terbatas. Menggunakan Handphone dan perangkat yang belum mengusung Android serta IOS seperti sekarang ini.
Namun disanalah sebuah rahasia akhirnya terungkap. Ditahun tersebut, mereka mengetahui banyak hal tentang mengapa Mario seperti dibenci oleh kakaknya.
Mengapa orang tua Brian bercerai dan mengapa ibu Cavin tidak pernah memberitahu siapa ayah kandungnya. Di tahun tersebut pun, mereka terlibat cinta segitiga pada seorang gadis bernama Ratna.
Kisah ini penuh dengan nostalgia masa-masa akhir era 90 an.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pratiwi Devyara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu
Saat jam istirahat tiba.
Mario, Brian, dan Cavin tampak celingukan. Mereka tak tau harus bagaimana, sementara perut mereka mulai terasa lapar. Tidak di jaman manapun, urusan makan adalah urusan yang paling tidak dapat ditolerir.
"Lo pada nggak ke kantin?" Tiba-tiba Adril muncul diantara ketiganya, diikuti oleh Heru.
Mario, Brian, dan Cavin hanya bengong. Tak tau harus memberi tanggapan apa.
"Mmm, gue...."
Tiba-tiba tanpa sengaja Mario melirik ke saku bajunya, dan mendapati uang sebesar 20.000 rupiah ada disana. Ia kaget dan tak tau dari mana uang tersebut berasal.
"Hmm, oke ayo."
Mario mengiyakan, Adril melangkah diikuti Heru. Sementara kini Brian dan Cavin memberi kode pada Mario.
"Uang dari mana, bro?" tanya Brian bingung.
"Liat aja di kantong lo pada, ini jaman ajaib."
Mario mengikuti langkah Adril, sementara kini Brian dan Cavin melirik ke kantong masing-masing.
Brian mendapati jumlah yang sama dengan Mario yakni sebesar dua puluh ribu rupiah, sedangkan Cavin membawa uang lima puluh ribu rupiah.
"Anjir, gue jajan sebanyak di jaman kita dong." ujar Cavin senang.
"Ajaib juga ya nih jaman." lanjutnya kemudian. Dengan penuh sumringah keduanya lalu menyusul Mario, Adril, dan juga Heru.
"Mudah-mudahan ini duit cukup buat jajan." ujar Mario.
Sesampainya di kantin, ternyata kantin tersebut sangat ramai dan berdesak-desakan. Disekolah tersebut hanya ada satu kantin, dan seluruh penghuni sekolah makan disana.
Karena tak kunjung mendapat antrian yang jelas, lantaran banyaknya siswa yang serabat-serobot. Akhirnya Adril memutuskan untuk mundur. Hal tersebut membuat Mario, Brian, dan Cavin bertanya-tanya.
"Kenapa Ad?" tanya Mario pada Adril.
"Kayaknya kita ke basecamp aja deh." ujar Adril lalu melangkah.
"Basecamp?" tanya Mario heran, ia tidak tahu apa yang dimaksud dengan basecamp tersebut.
"Basecamp belakang." ujar Heru lalu melangkah mengikuti Adril.
Mario, Brian, dan Cavin tak punya pilihan lain, selain mengikuti kedua teman baru mereka itu.
Mereka bahkan ikut melompat pagar seperti yang dilakukan Adril dan juga Heru. Ternyata yang disebut basecamp itu adalah sebuah kawasan yang terdapat di belakang sekolah.
Kawasan tersebut menjual berbagai macam makanan dan banyak sekali siswa yang pergi kesana. Bahkan tak cuma dari sekolah mereka saja, banyak juga siswa dari sekolah lain.
Mario membeli gado-gado, sedangkan Adril dan Heru membeli bakso. Brian sendiri tergoda pada bihun goreng yang porsinya segambreng. Ia sebelumnya melihat seorang siswa yang memesan bihun tersebut.
Sementara Cavin membeli Batagor dan kini tampak tengah mengantri cilok pula. Mereka pun akhirnya makan bersama.
"Gila, di jaman ini lumayan murah ya. Dan gua jajannya banyak lagi, di tahun kita mah mana cukup."
Ucapan Cavin tersebut tiba-tiba mengundang perhatian Adril dan Heru. Mereka yang tengah sibuk makan tersebut sontak menatap ke arah Cavin, yang sejatinya masih sibuk fokus kepada makanannya.
"Maksud lo, tahun apa?" tanya Adril bingung.
Mario menginjak kaki Cavin hingga pemuda itu pun tersadar. Seketika ia mengangkat wajahnya dan menatap ke arah Adril. Remaja itu paham, jika saat ini ia tengah berada di tahun berapa.
"Eh anu maksud gue, makanannya murah banget. Hehehe."
Cavin nyengir bajing, mencoba memanipulasi alibinya yang terkesan janggal. Namun baik Adril maupun Heru tak terlalu ambil pusing, mereka kembali melanjutkan makan. Sampai kemudian, mata Mario melihat beberapa sosok anak SMA yang masuk ke kantin itu.
"Ada anak SMA ya?" tanya Brian kemudian.
"Koq kayak heran begitu?" Heru balik bertanya.
"Bukannya udah biasa ya, semua anak sekolah yang sekolahnya deket sini pasti mampir ke sini." lanjutnya kemudian.
Brian seketika juga tersadar dia sedang berada di jaman apa dan tahun berapa. Pemuda itu langsung nyengir dan berpura-pura jika ia tak masalah dengan apapun itu.
"Iya, gue seneng aja kalau ada anak SMA." ujarnya berkilah.
Brian melanjutkan makan, namun tidak dengan Mario. Ia malah terlihat fokus memperhatikan anak-anak SMA itu dengan ekspresi bingung sekaligus terkejut. Tanpa banyak bicara ia pun segera beranjak dan menghampiri salah satu dari mereka. Membuat Brian, Cavin, Adril dan Heru merasa heran.
"Lo, lo Marcell kan?" tanya Mario kepada salah seorang dari anak SMA itu.
Anak SMA yang dimaksud itu pun menoleh dan mengerutkan keningnya.
"Wah songong juga nih bocah. Pake acara manggil nama lo segala, Cell." celetuk salah seorang dari mereka.
"Lo siapa?" tanya Marcell kemudian. Nada bicaranya stabil dan emosinya pun terlihat tenang.
"Gue Mario Cell, adek lo."
"Adek?. Maksud lo?"
"Gue ini adek lo. Lo, Michael, dan juga gue."
"Wait" Marcell makin mengerutkan dahinya.
"Michael itu adek gue, dan cuma dia adek gue satu-satunya. Dia juga masih SMP, sama kayak lo."
"Tapi gue, adek lo juga."
Pernyataan tersebut makin membuat Marcell bingung.
"Apa lo anak selingkuhan bokap gue?" tanya nya seraya menatap Mario dalam-dalam.
Kali ini Mario yang tersentak.
"Nggak, kita satu ibu dan bapak. Gue adek kandung lo, gue ini datang dari masa depan."
Kali ini Marcell tertawa bahkan cukup lama, teman-temannya yang mendengar pun ikut tertawa.
"Lo kebanyakan nonton Doraemon kali, makanya berkhayal datang dari masa depan."
"Tapi Cell, percaya sama gue. Gue adek lo."
"Hahaha, udah ah. Gue mau makan dulu."
Marcell kemudian kembali berbincang dengan teman-temannya dan mengabaikan Mario. Tak lama kemudian Brian, Cavin, Adril dan Heru pun menghampiri remaja itu, karena memang mereka semua sudah selesai makan.
"Siapa, bro?" tanya Cavin heran.
"Itu Marcell." jawab Mario pelan.
"Hah?"
Brian dan Cavin melihat ke arah Marcell di waktu yang bersamaan. Tampak Marcell masih makan sambil berbincang dengan teman-temannya.
"Terus, lo ngomong apa tadi sama dia?" tanya Brian antusias.
"Gue bilang kalau gue adeknya. Gue pikir dia bisa bantu kita untuk pulang, tapi gue malah di ketawain."
Brian dan Cavin menarik nafas lesu.
"Kalian itu membicarakan apa sih?" tanya Adril memecah keheningan.
Seketika Mario, Brian, dan Cavin pun tersadar, bahwa mereka tak boleh banyak bicara mengenai asal usul mereka. Karena itu hanya akan menimbulkan pertanyaan yang sulit untuk dijawab.
"Eh, hehehe. Nggak koq." Mereka bertiga nyengir bajing, bahkan lebih mirip dengan venom.
"Udah yuk balik ke kelas." ajak Adril kemudian.
"Eh punya gue belum dibayar." ujar Mario.
"Udah gue bayarin." ujar Cavin, lalu melangkah mengikuti Adril dan juga Heru.
Tak lama kemudian Brian pun ikut melangkah, disusul oleh Mario. Yang sebelumnya sempat menatap sekilas ke arah Marcell. Ketika mereka semua berlalu, Marcell sempat melirik ke arah adiknya itu.
please kak Devy..diupdate semua novelnya.
keren² semua soalnya