NovelToon NovelToon
Manuver Cinta

Manuver Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Balas Dendam / CEO / Dark Romance
Popularitas:430
Nilai: 5
Nama Author: _Luvv

Pernikahan tanpa Cinta?

Pernikahan hanyalah strategi, dendam menjadi alasan, cinta datang tanpa di undang. Dalam permainan yang rumit dan siapa yang sebenernya terjebak?

Cinta yang menyelinap di antara luka, apakah mereka masih bisa membedakan antara strategi, luka, dendam dan perasaan yang tulus?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon _Luvv, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 16

Pernikahan.

Entah kenapa, satu kata ini terasa begitu berat, seakan menyimpan beribu makna yang tak sanggup dijelaskan dengan kata-kata.

Lingga dan Diandra duduk bersila di atas karpet, di hadapan penghulu yang akan menikahkan mereka. Di sampingnya, Harris Aditama, ayah Diandra menutup mata sejenak, menarik napas panjang sebelum menggenggam tangan Lingga untuk melangsungkan ijab kabul.

Dengan suara tegas dan tarikan napas yang mantap, Lingga mengucapkan kalimat sakral itu. Seketika suasana hening. Tidak ada tepuk tangan, tidak ada senyum lega, apalagi tawa bahagia. Pernikahan itu berlangsung sederhana, tanpa pesta, tanpa kemewahan, hanya ijab kabul yang ringkas namun tetap terasa khidmat.

Namun, siapa pun bisa merasakan, bahwa di balik sakralnya prosesi itu, ada sesuatu yang hilang. Pernikahan ini bukan lahir dari cinta, melainkan dari keterpaksaan.

Yang lebih menyedihkan, tak satu pun keluarga besar Wijaya hadir. Hanya seorang paman dari pihak Lingga yang duduk sebagai saksi. Alasannya jelas karena pernikahan Diandra dan Lingga bukanlah pernikahan yang mereka inginkan dan mungkin tidak seharusnya terjadi.

Setelah akad selesai, acara pun usai. Tak ada resepsi, tak ada jamuan. Semuanya berakhir dengan dingin, seolah-olah itu hanyalah sebuah kewajiban yang harus dituntaskan.

Sebelum beranjak, Harris menatap Lingga lekat-lekat. Matanya serius, penuh pesan tersembunyi.

“Tolong jangan sakiti putri saya.”

Lingga menunduk hormat, suaranya tenang tapi mantap.

“Seperti janji saya sebelum menikah, Diandra, Pa.”

Ucapan itu membuat Diandra sontak menoleh, matanya membulat tak percaya. “Lo… manggil apa tadi?” tanyanya dengan nada tidak terima.

Lingga hanya melirik sekilas ke arah Diandra sebelum kembali menatap Harris dengan wajah datar, nyaris tanpa ekspresi.

“Papa mertua,” ucapnya tenang, seolah-olah itu adalah hal yang wajar saja.

Diandra mendengus pelan, bibirnya terangkat membentuk cengiran tipis. Suka atau tidak, ucapan Lingga memang benar kalau mereka kini sah secara hukum dan agama sebagai sepasang suami istri.

Harris menepuk pelan genggaman tangannya di paha, lalu kembali menatap Lingga serius.

“Saya pegang janji kamu. Dan ingat baik-baik pesan saya.”

Diandra, yang sejak tadi hanya diam, sebenarnya penasaran. Apa yang sudah Lingga katakan pada ayahnya hingga pria itu, yang biasanya begitu keras, akhirnya memberikan restu? Padahal Diandra yakin, Lingga bukan tipe orang yang akan menyerah begitu saja untuk menikahinya.

“Ra,” bisik Marissa sambil mencondongkan tubuh ke arahnya, “gue rasa Lingga sama bokap lo tuh ada perjanjian tertentu deh.”

Diandra menatap sahabatnya sekilas, lalu mengangguk kecil. “Udah pasti. Lo juga tau kan… pernikahan gue ini penuh rahasia, teka-teki, dan misteri.”

___

Sekarang mereka duduk di dalam mobil. Diandra menatap jalanan dengan pikiran kusut, sementara Lingga dengan tenang mengemudikan mobilnya. Ironis sekali, baru saja menjalani ijab kabul, dan kini ia harus segera kembali ke rumah sakit untuk bekerja.

Siapa orang waras yang langsung kembali bekerja setelah baru saja melakukan pernikahan? Jawabannya: Diandra Elene Maris.

“Pulang jam berapa?” suara bariton Lingga memecah hening.

Diandra menoleh dengan wajah masam. “Gak tau!” jawabnya ketus.

Lingga tak terlihat terganggu. “Saya jemput. Nanti kita pulang ke rumah saya.” Nada bicaranya tenang, seperti sebuah keputusan yang tak bisa diganggu gugat.

Diandra spontan menoleh cepat. “Enggak bisa! Gue tetap tinggal di apartemen.”

Lingga akhirnya menatapnya sejenak, sorot matanya dalam dan penuh tekanan. “Kamu tidak lupa kan… kalau kita ini suami istri?”

Diandra menghela napas kasar, menahan emosi yang sudah di ubun-ubun. “Tapi itu bukan berarti kita harus tinggal satu rumah, Lingga!”

Pria itu hanya terkekeh tipis, seolah sedang menghadapi anak kecil yang keras kepala.

“Kamu lupa kesepakatan awal? Saya membantu bisnis Hadinata, saya menyembunyikan status pernikahan kita, dan saya menanggung semua biaya pendidikan serta hidup kamu. Dan kamu…” ia menoleh sekilas, menekankan kata-katanya, “setuju dengan syarat yang saya berikan. Betul begitu, Diandra Elene Maris?”

Diandra mengepalkan tangannya di pangkuan, berusaha menahan gejolak amarah sekaligus rasa bersalahnya. Benar. Kesalahannya adalah terlalu ceroboh menerima syarat-syarat Lingga tanpa berpikir panjang. Dan sekarang, semua itu kembali menghantamnya.

“Rumah lo jauh dari rumah sakit,” Diandra mencoba mencari celah.

“Hanya lima belas menit.” Lingga menjawab tenang, seakan sudah memprediksi alasan yang akan keluar dari mulutnya.

Diandra menggertakkan giginya. “Sialan!” umpatnya dalam hati, kali ini benar-benar tak mampu ditahan.

“Dan nanti ada sopir yang akan mengantar-jemput kamu,” ujar Lingga lagi, nada suaranya tenang tapi mengikat, seolah setiap kata adalah aturan baru yang harus dipatuhi.

Diandra bisa merasakan sesuatu menyesakkan dadanya. Sepertinya mulai hari ini, ia tidak akan benar-benar bisa hidup tenang. Ia terlalu tahu seperti apa pria di sampingnya itu dingin, dominan, dan sulit digoyahkan.

“Gue bisa berangkat sendiri,” sahut Diandra ketus, menatap ke luar jendela.

Lingga mendengus pelan, lalu meliriknya sekilas. “Dan satu lagi… saya tidak suka dengan panggilan kasar itu. Ubah. Gunakan aku-kamu, bukan lo-gue.”

Diandra sontak menoleh, wajahnya penuh penolakan. “Gak bisa! Emang lo siapa, ngatur-ngatur gue, hah?”

Pria itu tetap tenang, meski tatapannya menusuk dalam. “Saya suami kamu, Diandra.” Suaranya datar, tapi setiap suku kata terasa seperti tekanan yang sulit diabaikan.

Diandra terdiam sejenak. Ia lupa, pria di depannya ini bukan tipe yang bisa ditawar. Lingga selalu dominan.

“Semua tindakan kamu ada konsekuensinya, Diandra. Tinggal pilih, ubah panggilan kamu, atau kamu terima akibatnya.” Lingga menambahkan, nada bicaranya penuh penekanan, membuat udara di dalam mobil seolah menegang.

Diandra menggenggam selempang tasnya erat-erat, bibirnya bergetar menahan emosi. “Mau lo apa, hah!”

Lingga menoleh sepenuhnya, menatapnya lurus tanpa kedip. “Pertama, ubah panggilan kamu ke saya. Saya lebih tua dari kamu, dan itu sudah seharusnya. Kedua, lo-gue tidak pantas untuk sepasang suami istri. Dan ketiga…” ia menahan sebentar, suaranya lebih rendah, “Dan ingat kewajiban kamu sebagai istri.”

1
Erika Solis
Duh, sakit banget hatiku. Terharu banget sama author!
Isolde
🙌 Suka banget sama buku ini, kayaknya bakal aku baca lagi deh.
Madison UwU
Gak sabar lanjut baca!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!