Elden Hyper Badboy

Moza hanya diam tanpa kata.

Tak lama, dirinya tiba di depan kelas. Ada Miss. Gema yang menyambut keduanya.

"Kalian tambah mesra ya? Semoga Moza dan Elden terus langgeng," tutur Miss. Gemina.

"Pasti, Miss. Doakan bisa launching baby di tiga tahun mendatang!" ucap Elden tegas. Semua orang tertawa, Miss Gem juga.

"Pasti, Miss. doakan."

Segera Moza masuk ke dalam kelasnya tak peduli bagaimana orang orang meroastingnya. Semua jelas karena Elden.

Sampai di bangkunya, Jia menyapa Moza. "Moz, gue mau ulang tahun next week. Lo mau datang gak?" tawar Jia tiba-tiba.

Moza mengangguk. "Iya. Entar dulu, gue lagi gak mood mau ngomong."

Seketika Jia terdiam. Sebenarnya, Jia ragu. Tapi ... Ah sudahlah.

****

Markas Jehuda.

"Gue lihat tadi malam Elden beli permen karet rasa strawberry, gimana pink gak?" Kekeh Niel kepada Elden. Zon yang ada di samping Niel juga tertawa. "Lo kudu ngaku, El!" ucapnya menambahkan.

"Kalian ngomong apa sih?"

"Strawberry lah!" kekeh Niel.

Tak lama, Nimbuz pun datang. "Guysss, sorry gue sering pacaran sama Gena jadi jarang ke sini," ucapnya dengan gaya bicaranya yang cenderung slengean.

"Baru juga pacaran, udah pamer! Lo gak lihat bos kita, baru akad. Pasti udah tau rasanya masuk ke gua pink!" kekeh Niel kelewatan, dan saat itu juga sebuah pulpen melayang mengenai pelipisnya. Tentu, itu Elden yang melemparkannya.

Pletakk!

"Arkh, sakit!" keluh Niel.

"Makanya berhenti resek." Tekan Elden. Pria itu menyesap benda nikotin miliknya. Seraya menatap dingin ke arah Niel.

"Sorry. Habisnya lo gak mau cerita dia pink apa gak?"

"Gue gak ngapa-ngapain. Gimana mau cerita, mm?" sarkas Elden.

Sontak Nimbuz dan Zon tak percaya. "Serius? Belum?"

"Belum. Kurang jelas?" Balas Elden lagi. Teman temannya pun tertawa, mereka menyatukan telapak tangan mereka.

Tost!

"Momen langka, Man!"

"Bener, masak udah akad, seorang Elden yang suka tegak dadakan lihat cewek cantik bisa nahan sih?" ledek Nimbuz.

"Khusus Moza kali, biar Moza kepincut dulu, nanti kalo udah kepincut, langsungg di gas mode pertamax turbo!" Sahut Niel sembari ngakak.

"Berati termasuk strategi ya?" Sahut Zon.

"Iyalah, bos kita dilawan."

"Hahahah."

Saat serempak bertiga tertawa, Elden tak merespon. Dia berdiri dengan kedua tangannya yang terlipat di depan dadanya. Tatapannya angkuh dan geram, sembari menyesap benda nikotinnya yang mengepul ke udara.

"Please gak usah bicara gak jelas lagi. Kalo gak, ATM Jehuda gue blokir." Ketusnya.

"Aiets, langsung main ancam dia?"

"Please no!"

"Oke kita gak akan godain lo lagi, ampun." Mohon Nimbuz atau lebih kenal dipanggil Nim. Saat itu, pintu markas diketuk, belum sempat Elden menyuruh masuk atau tidak, seseorang masuk ke dalam.

Mirna Alosa.

"Elden, gue mau buktikan sesuatu soal Moza besok," ucapnya tanpa ragu. Elden tak bergeming, tatapan matanya acuh tak acuh dan justru menikmati hisapan rokoknya.

"Moza bukan cewek baik-baik," sahut Mirna lagi. Meski tanpa jawaban dari Elden, entah kenapa Mirna nekat melanjutkan ucapannya. "Gue tau, gue gak layak bilang gini, tapi-"

"Tapi, lo gak punya malu." Jelas Elden. Matanya menatap remeh ke arah Mirna, hingga membuat gadis itu canggung seketika.

"Lo tau?" Elden berjalan mendekati Mirna. Tubuh jangkungnya ditundukkan, hingga tatapanya sejajar dengan wajah Mirna yang canggung, bingung dan takut. "Lo kan cewek gak baik, darimana lo bisa nilai orang gak baik?" tanya Elden sarkas.

Mirna tak berani menjawab.

Tiga orang pria temannya Elden tak berani menyanggah ucapan Mirna sama sekali, mereka tak mau ikut campur.

"Dengan lo... " Elden mematikan ujung rokoknya di dinding dimana Mirna menyandarkan tubuhnya. "Selingkuh dari gue, gue gak terima laporan apapun dan gak butuh sesuatu dari lo." Sarkas Elden melanjutkan ucapannya.

Mirna menelan salivanya dengan berat. "Tunggu dulu, besok lo bakal tau gimana Moza di ulang tahunnya Jia. Lo harus datang."

"Memang, siapa yang izinkan Moza datang ke ultahnya Jia, mm?" tanya Elden balik.

"Dia sahabat bini lo. Yakin lo gak mau dukung dia buat rayain?" tanya Mirna mencebik. Elden pun tersenyum miring.

"Gak peduli siapa. Lo harusnya tau, 7 hari setelah akad. Pengantin muda sibuk ngapain? Masak gitu gak tau?" Kekeh Elden.

Mirna segera pergi dengan wajah masamnya. Hatinya benar-benar hancur dengan ucapan Elden barusan. Semua teman-teman Elden terkekeh setelahnya selepas kepergian Mirna.

"Lo serius dengan ritual tujuh hari?"

"Katanya lo mau buat Moza cinta mati ke lo dulu, baru lo ajak pasang bibit?"

Elden tak menyahut. Pria itu duduk di sofa dengan kaki yang disilangkan. "Kalian gak usah mikirin itu, nanti malam let's party di apartemen gue. Karena nanti gue resmi serumah sama bini gue."

"Katanya lo gak suka, karena dia nerd, dan jauh dari spek lo, gimana sih?" Protes Nimbuz.

"Gue berubah pikiran."

"Wah, bos kita kalo begini, gak bisa dianggap enteng. Berati dia udah kesandung dengan Moza, kesandung melon Thailand apa pepaya Thailand guys?" tanya Nimbuz.

"Pepaya aja, biar banyak isinya."

"Bjirr kalian!"

Bosan diroasting oleh teman-temannya. Elden keluar dari ruangan markasnya.

****

Di rumah Moza.

Susi merapikan semua baju-baju milik Moza, hingga membuat Moza tercengang saat sore hari lepas dari latihan biola.

"Mah, itu mau dibawa kemana?"

"Ke apartemen keluarga Pitch yang ada di pusat kota itu, dekatnya Liston. Kamu tau kan fasilitas apartemen di sana mahal, apalagi kamu dikelonin Elden." Ledek Susi, sembari menyiapkan semua keperluan milik Moza. Gadis itu hanya bisa menghela napasnya berat.

"Mah, aku masih kelas dua SMA. Masak mama tega sih aku disuruh serumah sama Elden, gak mau, Ma!" rengek Moza. Susi pun duduk di samping putrinya.

"Terus, kamu nikah sama Elden cuma buat ngubah status kartu keluarga gitu entar?" tanyanya.

"Mah, udah cukup. Kemarin, mama paksa aku nikah demi kontrakan, sekarang mama mau aku tinggal serumah sama Elden. Itu gak mungkin, Ma. Kalo aku hamil sebelum lulus gimana?" Rengek Moza.

"Loh, keluarga Elden itu orang terpandang, kamu tau kan, jaminannya apa kalo kamu hamil?"

"Masalahnya aku masih sekolah, Mah. Gak mungkin aku hamil anaknya Elden, mama tau kan aku ini masih mau kuliah," rengek Moza.

"Gak usah hamil, Sayang. Gak masalah, soal hamil bisa dilakukan saat kamu dan aku udah mau." Suara itu membuat Moza menoleh. Jantungnya nyaris hampir copot. Elden ada di belakangnya.

"Bukannya lo masih ada jadwal bola?"

"Iya, tapi udah selesai, gue lebih minat jemput lo."

Susi pun tersenyum, "Tuh, suami kamu datang. Nak Elden, mama titip Moza ya? Dia ini sering banget ngelawan, tapi percaya deh, kalo dia udah suka, tiap malam sepuluh ronde pun pasti dikasih."

"Mama!!!"